Tobat Hanya di Mulut Saja: Perbuatan Orang-Orang Dusta
Sabtu, 23 Maret 2024 - 05:15 WIB
Dr Fadhl Ilahi mengatakan sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan tobat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.
“Aku mohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya“.
Tetapi kalimat-kalimat itu tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan.
"Sesungguhnya istigfar dan tobat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta," ujar Dr Fadhl Ilahi dalam kitab "Mafatih ar-Rizq fi Dhau’ al-Kitab was-Sunnah" yang diterjemahkan Ainul Haris Arifin, Lc menjadi "Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah".
Menurutnya, para ulama telah menjelaskan hakikat istigfar dan tobat.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: “Dalam istilah syara’, tobat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat tobatnya telah sempurna”
Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan : “Para ulama berkata, ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga."
"Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka tobatnya tidak sah."
Jika tobatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut.
Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma’af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Adapun istigfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah.
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun” [ QS Nuh/71 : 10]
Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istigfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta”
Lihat Juga: Ajaib! Letkol Hanandjoeddin Lepas dari Kepungan Pasukan Gaib Jawa Kuno usai Kumandangkan Istighfar
أَسْتَغْفِرُ اللّّهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ
“Aku mohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya“.
Tetapi kalimat-kalimat itu tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan.
"Sesungguhnya istigfar dan tobat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta," ujar Dr Fadhl Ilahi dalam kitab "Mafatih ar-Rizq fi Dhau’ al-Kitab was-Sunnah" yang diterjemahkan Ainul Haris Arifin, Lc menjadi "Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah".
Menurutnya, para ulama telah menjelaskan hakikat istigfar dan tobat.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: “Dalam istilah syara’, tobat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat tobatnya telah sempurna”
Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan : “Para ulama berkata, ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga."
"Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka tobatnya tidak sah."
Jika tobatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut.
Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma’af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Adapun istigfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah.
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun” [ QS Nuh/71 : 10]
Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istigfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta”
Lihat Juga: Ajaib! Letkol Hanandjoeddin Lepas dari Kepungan Pasukan Gaib Jawa Kuno usai Kumandangkan Istighfar
(mhy)