Tidak Tawaf Wada karena Ada Halangan, Apa yang Harus Dilakukan?
Jum'at, 24 Mei 2024 - 16:46 WIB
Ada yang jemaah haji bertanya kepada Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Ia melakukan ibadah haji bersama rombongan dan telah menyempurnakan haji. Namun pada akhir putaran keenam dalam thawaf wada’ istri salah satu rombongan pingsan, maka ia harus membawa istrinya itu ke luar Makkah sehingga mereka tidak dapat merampungkan putaran thawaf ketujuh. Pertanyaannya, apakah mereka wajib melakukan sesuatu?
Dalam buku "Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia" yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjawab pertanyaan ini menjelaskan jika kalian tidak thawaf wada’, maka masing-masing wajib menyembelih kurban di Makkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin tanah suci.
"Sebab thawaf wada’ wajib atas setiap orang haji yang ingin keluar dari Makkah, dan apabila meninggalkannya berlaku dam (menyembelih binatang), yaitu sepertujuh unta, atau sepertujuh sapi, atau seekor kambing yang memenuhi syarat seperti dalam kurban," jelasnya.
Di samping itu, mereka juga harus bertobat dan memohon kepada Allah. Sebab thawaf wada’ tidak boleh ditinggalkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah” [Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya]
Juga berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (yang haji) agar akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. Tetapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Muttafaqun ‘alaih]
Sedangkan hukum wanita yang nifas menurut pendapat ulama seperti hukum wanita yang haidh.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf ketika selesai dari semua amal hajinya dalam waji wada’ ketika akan pulang ke Madinah, dan beliau bersabda : “Ambilah dariku manasik hajimu”.
Beberapa hadis tersebut menunjukkan wajibnya thawaf wada’ kecuali bagi wanita yang sedang haidh dan nifas. Maka siapa yang meninggalkannya dari orang-orang yang haji, dia wajib menyembelih kurban karena dia melanggar sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dam meninggalkan ibadah wajib dalam haji.
Adapun bagi orang yang umrah, maka dia tidak wajib thawaf wada’ menurut pendapat ulama yang shahih. Demikian ini adalah pendapat jumhur ulama. Bahkan Ibnu Abdil Baar menyatakan bahwa ulama sepakat terhadap pendapat tersebut berdasarkan banyak dalil.
Di antaranya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan orang-orang yang tahallul dari umrah dalam haji wada’ untuk thawaf wada’ ketika mereka keluar dari Makkah.
Juga terdapat riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang yang tahallul di Makkah pada haji wada’ untuk pergi dari rumah masing-masing ke Mina kemudian ke Arafah dan beliau tidak memerintahkan mereka untuk thawaf wada’
Dalam buku "Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia" yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjawab pertanyaan ini menjelaskan jika kalian tidak thawaf wada’, maka masing-masing wajib menyembelih kurban di Makkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin tanah suci.
"Sebab thawaf wada’ wajib atas setiap orang haji yang ingin keluar dari Makkah, dan apabila meninggalkannya berlaku dam (menyembelih binatang), yaitu sepertujuh unta, atau sepertujuh sapi, atau seekor kambing yang memenuhi syarat seperti dalam kurban," jelasnya.
Baca Juga
Di samping itu, mereka juga harus bertobat dan memohon kepada Allah. Sebab thawaf wada’ tidak boleh ditinggalkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
لاَيَنْفِرَنَّ أَحَدٌمِنءكُم حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدَهُ بِالْبَيْتِ
“Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah” [Hadits Riwayat Muslim dalam shahihnya]
Juga berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (yang haji) agar akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. Tetapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Muttafaqun ‘alaih]
Sedangkan hukum wanita yang nifas menurut pendapat ulama seperti hukum wanita yang haidh.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf ketika selesai dari semua amal hajinya dalam waji wada’ ketika akan pulang ke Madinah, dan beliau bersabda : “Ambilah dariku manasik hajimu”.
Beberapa hadis tersebut menunjukkan wajibnya thawaf wada’ kecuali bagi wanita yang sedang haidh dan nifas. Maka siapa yang meninggalkannya dari orang-orang yang haji, dia wajib menyembelih kurban karena dia melanggar sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dam meninggalkan ibadah wajib dalam haji.
Adapun bagi orang yang umrah, maka dia tidak wajib thawaf wada’ menurut pendapat ulama yang shahih. Demikian ini adalah pendapat jumhur ulama. Bahkan Ibnu Abdil Baar menyatakan bahwa ulama sepakat terhadap pendapat tersebut berdasarkan banyak dalil.
Di antaranya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan orang-orang yang tahallul dari umrah dalam haji wada’ untuk thawaf wada’ ketika mereka keluar dari Makkah.
Juga terdapat riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang yang tahallul di Makkah pada haji wada’ untuk pergi dari rumah masing-masing ke Mina kemudian ke Arafah dan beliau tidak memerintahkan mereka untuk thawaf wada’
(mhy)