Mullah Nashruddin Membawa Sapi Tua ke Sebuah Lomba Pacuan Kuda
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 10:19 WIB
"Anda mungkin tidak memahami cara yang berjalan dan berlaku di dunia ini," ucap Nashruddin, "tetapi mungkin Anda akan memahami apa yang telah terjadi di rumah Allah ini."
Berpartisipasi dalam cara kerja realitas sangat berbeda dari perluasan intelektual dari fakta yang diamati. Untuk membuktikan hal ini, suatu ketika Nashruddin membawa sapi tua ke sebuah lomba pacuan kuda. Lomba ini menerima semua peserta dengan berbagai hewan yang berbeda.
Setiap orang tertawa, sebab sama-sama diketahui bahwa seekor sapi tua tidak bisa berlari cepat. ( )
"Omong kosong!" ucap Nashruddin, "secara pasti ia akan berlari dengan cepat, jika ia diberi kesempatan. Mungkin ketika ia masih berupa lembu muda, kalian melihatnya bisa berlari cepat. Sekarang, meskipun ia tidak berlatih, tidak punya kesempatan untuk berlari, ia telah tumbuh secara utuh. Mengapa ia tidak bisa berlari lebih cepat lagi?"
Cerita tersebut juga menyerang kepercayaan bahwa hanya karena sesuatu -- atau seseorang -- itu tua, maka secara pasti lebih baik dari sesuatu yang muda. Sufisme sebagai suatu aktivitas, sadar dan hidup tidak terikat dengan masa lalu atau tradisi yang kaku. Setiap Sufi yang hidup pada hari ini mewakili setiap Sufi yang telah hidup di masa lalu, atau yang akan datang kemudian. Jumlah atau tingkatan barakah yang sama tetap ada, dan tradisi kuno tidak menambah nilai, yang tetap konstan. ( )
Kedalaman lebih jauh dari cerita ini menunjukkan bahwa murid (anak lembu) mungkin berkembang menjadi seseorang dengan fungsi yang secara jelas berbeda (lembu tua) dari apa yang diduga seseorang. Jarum jam tidak bisa diputar batik. Mereka yang bersandar pada teori spekulatif (filsafat) tidak akan bisa bersandar pada Sufisme.
Tidak adanya suatu fakultas intuitif pada manusia secara umum mengakibatkan suatu situasi yang hampir tanpa harapan, dan banyak cerita Nashruddin menekankan kenyataan ini. (Baca juga: Mullah Nashruddin, Keledai, dan Kualitas Magis Berkah )
Berpartisipasi dalam cara kerja realitas sangat berbeda dari perluasan intelektual dari fakta yang diamati. Untuk membuktikan hal ini, suatu ketika Nashruddin membawa sapi tua ke sebuah lomba pacuan kuda. Lomba ini menerima semua peserta dengan berbagai hewan yang berbeda.
Setiap orang tertawa, sebab sama-sama diketahui bahwa seekor sapi tua tidak bisa berlari cepat. ( )
"Omong kosong!" ucap Nashruddin, "secara pasti ia akan berlari dengan cepat, jika ia diberi kesempatan. Mungkin ketika ia masih berupa lembu muda, kalian melihatnya bisa berlari cepat. Sekarang, meskipun ia tidak berlatih, tidak punya kesempatan untuk berlari, ia telah tumbuh secara utuh. Mengapa ia tidak bisa berlari lebih cepat lagi?"
Cerita tersebut juga menyerang kepercayaan bahwa hanya karena sesuatu -- atau seseorang -- itu tua, maka secara pasti lebih baik dari sesuatu yang muda. Sufisme sebagai suatu aktivitas, sadar dan hidup tidak terikat dengan masa lalu atau tradisi yang kaku. Setiap Sufi yang hidup pada hari ini mewakili setiap Sufi yang telah hidup di masa lalu, atau yang akan datang kemudian. Jumlah atau tingkatan barakah yang sama tetap ada, dan tradisi kuno tidak menambah nilai, yang tetap konstan. ( )
Kedalaman lebih jauh dari cerita ini menunjukkan bahwa murid (anak lembu) mungkin berkembang menjadi seseorang dengan fungsi yang secara jelas berbeda (lembu tua) dari apa yang diduga seseorang. Jarum jam tidak bisa diputar batik. Mereka yang bersandar pada teori spekulatif (filsafat) tidak akan bisa bersandar pada Sufisme.
Tidak adanya suatu fakultas intuitif pada manusia secara umum mengakibatkan suatu situasi yang hampir tanpa harapan, dan banyak cerita Nashruddin menekankan kenyataan ini. (Baca juga: Mullah Nashruddin, Keledai, dan Kualitas Magis Berkah )
(mhy)
Lihat Juga :