Kisah Shalahuddin Al Ayyubi Mengambilalih Kota Hamash dan Humat
Sabtu, 22 Juni 2024 - 12:31 WIB
Peristiwa Shalahuddin al Ayyubi mengambilalih kota Haas dan Humat dikisahkan Ibnu al-Atsir dalam bukunya berjudul "Al-Mukhtar Min al-Kamil fi al-Tarikh; Qishshah Shalahuddin al-Ayyubi" yang diterjemahkan Abu Haytsam menjadi "Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Pembebas Tanah Para Nabi"
Dikisahkan, tatkala kekuasaan Shalahuddin di Damaskus kokoh dan situasinya sudah stabil, ia mengangkat saudaranya Saiful Islam Thaghdakin Ibn Ayyub sebagai penguasa Damaskus. Lalu Shalahuddin bergerak menuju kota Hamash pada permulaan bulan Jumadil Awwal 570 H.
Hamash, Humat, benteng Ba`rayn, Salima, Tel Khalid, dan al Raha, termasuk negeri-negeri kepulauan yang berada di dalam wilayah kekuasaan Emir Fakhruddin Mas`ud al-Za`farani. Ketika Nuruddin mangkat, ia tidak bisa tinggal di negerinya karena reputasinya yang kurang baik di tengah-tengah keluarganya.
Di dalam benteng-benteng kota ia tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Benteng-benteng itu dikendalikan oleh para gubernur Nuruddin, dan ada seorang dari mereka yang menjaganya di dalam benteng.
Ketika Shalahuddin sampai ke kota Hamash pada tanggal 11 Jumadil Awwal 570 H, ia mengirimkan surat kepada orang-orang yang ada di dalam benteng untuk menyerah. Akan tetapi mereka menolak.
Shalahuddin akhirnya memutuskan untuk memerangi mereka pada keesokan harinya. Ia berhasil menguasai kota ini, dan menciptakan rasa aman bagi penduduknya. Tetapi benteng pertahanan kota ini masih belum menyerah kepada Shalahuddin sampai kepulangannya dari Halab.
Shalahuddin pun memerintahkan seseorang yang bisa tetap tinggal untuk menjaga kota Hamash selama ia pergi, dan mengalangi orang-orang yang ada di dalam benteng untuk keluar agar benteng tersebut bisa dimasuki dan dikalahkan.
Shalahuddin lalu bergerak menuju kota Humat. Dalam seluruh sikapnya, ia tetap menunjukkan keta’atan kepada Raja Shalih Ibn Nuruddin. Ia mengerahkan bala tentaranya hanya untuk melindungi negerinya dari ancaman kekuatan Eropa, dan mengembalikan apa yang sudah dirampas oleh Saifuddin Ghazi --penguasa Moshul- berupa negeri- negeri kepulauan.
Ketika Shalahuddin sampai ke kota Humat, ia berhasil menguasai kota ini pada permulaan bulan Jumadil Akhir. Benteng pertahanan terakhir kota Humat berada di bawah komando Emir `Izzuddin Gourdik. Ia adalah salah seorang mamluk rezim Nuruddin, dan menolak untuk menyerah kepada Shalahuddin.
Kemudian Shalahudin mengirimkan utusan untuk memberitahukan sikap setianya kepada Raja Shalih, dan keinginannya hanyalah untuk melindungi negerinya. Gourdik memintanya untuk bersumpah mengenai hal itu.
Shalahuddin lalu memerintahkannya untuk berangkat menuju Halab guna menyatukan kalimat dalam ta’at kepada Raja Shalih, dan untuk membebaskan Syamsuddin `Ali, Hasan, dan Utsman -putra-putra Ibn al-Dayah- dari penjara. Gourdik pun berangkat ke Halab, dan mengangkat saudaranya sebagai komandan untuk menjaga benteng kota Humat.
Ketika Gourdik tiba di kota Halab, Kamesytakin menangkap dan memenjarakannya. Ketika mengetahui hal tersebut, saudara Gourdik pun akhirnya menyerahkan benteng kepada Shalahuddin.
Setelah menguasai kota Humat, Shalahuddin segera bergerak menuju Halab. Ia mengepung kota ini pada tanggal 3 Jumadil Akhir. Penduduknya melakukan perlawanan terhadap Shalahuddin.
Raja Shalih naik ke mimbar -saat itu ia adalah seorang kanak-kanak berusia 12 tahun, dan mengumpulkan penduduk Halab seraya berkata kepada mereka: “Kalian semua telah mengetahui kebaikan dan rasa cinta ayah saya kepada kalian. Kalian juga telah mengetahui bagaimana kehidupannya di tengah-tengah kalian. Saya adalah anak yatim kalian. Sementara itu si zalim pengkhianat ini datang dengan berbuat baik. Dialah yang mengambil negeriku. Allah dan makhluk-Nya tidak mengawasinya”.
Kemudian ia melanjutkan perkataannya: “Berharaplah banyak dari orang ini.” Kemudian ia menangis hingga orang-orang pun menangis dibuatnya. Lalu mereka mengumpulkan untuknya harta dan jiwa, dan bersepakat untuk bertempur membelanya, mempertahankan negerinya, dan bersemangat dalam pertempuran.
Dalam diri mereka telah terkumpul keberanian. Mereka telah menciptakan perang dan mengulanginya ketika dulu Eropa berada dekat dengan mereka.
Mereka keluar dan bertempur melawan Shalahuddin di Gunung Hausyin hingga tidak bisa mendekati kota. Kemudian Sa`duddin mengirim surat kepada Sinan, panglima Isma`iliyyah. Sinan lalu mengumpulkan banyak harta untuk membunuh Shalahuddin dan mengirimkan beberapa orang untuk bergabung dengan pasukan Sa`duddin.
Ketika mereka tiba, salah seorang emir bernama Khamartakin -penguasa benteng Buqays- melihat mereka. Ia mengenal mereka karena bertetangga di kampung halamannya. Ia sering berkumpul dengan dan pergi berperang bersama mereka.
Ketika ia melihat mereka, ia berkata: “Apa yang bisa saya persembahkan untuk kalian, dan untuk urusan apa kalian datang?”
Mereka lalu melukainya dengan luka yang mengenaskan. Kemudian dibawalah seseorang untuk membunuh Shalahuddin, tetapi orang ini malah terbunuh. Lalu orang-orang Isma`iliyyah lainnya pun bertempur hingga terbunuh semuanya. Tinggallah Shalahuddin mengepung Halab sampai akhir Jumadil Akhir, dan kemudian pergi pada awal bulan Rajab.
Penyebab kepergian Shalahuddin adalah dikarenakan Uskup al-Shanjili -penguasa Tripoli- telah ditawan oleh Nuruddin `Ali Harem pada tahun 559 H. Ia berada di dalam penjara sampai tahun 570 H. Sa`duddin membebaskannya dengan uang jaminan sebesar 150.000 Dinar Suriah, dan tebusan seribu orang tawanan.
Ketika Uskup al-Shanjili sampai ke negerinya, bangsa Eropa menyambutnya dan memberinya ucapan selamat.
Bagi mereka, ia sangat penting daripada mata-mata mereka. Peristiwa ini bertepatan dengan kematian Marie pada awal tahun 570 H. Ia adalah raja terbesar mereka, pemberani, dan paling licik.
Ketika mati, ia meninggalkan seorang anak yang menderita sakit lepra, dan tidak mampu mengendalikan kerajaan. Bangsa Eropa mengangkatnya sebagai raja hanya sekadar sebagai simbol, bukan raja sesungguhnya. Uskup Raymond lah yang memegang kendali pemerintahan. Semua perintah dan wewenang berasal darinya.
Ia diminta oleh orang-orang Halab untuk berangkat menuju negeri-negeri yang telah jatuh ke tangan Shalahuddin, dan mengusirnya. Ia pun berangkat ke Hamash, dan tiba di sana pada tanggal 7 Rajab. Ketika ia sedang mempersiapkan rencananya, Shalahuddin mendengar berita ini.
Ia segera meninggalkan Halab dan tiba di Humat pada tanggal 8 Rajab, sehari sesudah kedatangan pasukan Eropa di kota Hamash. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke al-Rastan. Tatkala pasukan Eropa mendengar tentang mendekatnya posisi Shalahuddin, mereka meninggalkan Hamash.
Shalahuddin akhirnya tiba di kota Halab, dan mengepung benteng kota hingga bisa menguasainya pada tanggal 21 Sya`ban 570 H. Sebagian besar negeri Syam telah jatuh ke tangan Shalahuddin. Setelah menguasai Hamash, Shalahuddin segera bergerak menuju Ba`labak.
Di sana ada seorang pelayan bernama Yuman. Ia adalah seorang gubernur pada masa pemerintahan Nuruddin. Shalahuddin membumi-hanguskan kota ini. Lalu datanglah orang-orang yang meminta perlindungan kepadanya.
Shalahuddin pun memberikan jaminan keamanan dan ketentraman bagi mereka, dan akhirnya benteng kota diserahkan kepadanya pada tanggal 14 Ramadan tahun tersebut.
Dikisahkan, tatkala kekuasaan Shalahuddin di Damaskus kokoh dan situasinya sudah stabil, ia mengangkat saudaranya Saiful Islam Thaghdakin Ibn Ayyub sebagai penguasa Damaskus. Lalu Shalahuddin bergerak menuju kota Hamash pada permulaan bulan Jumadil Awwal 570 H.
Hamash, Humat, benteng Ba`rayn, Salima, Tel Khalid, dan al Raha, termasuk negeri-negeri kepulauan yang berada di dalam wilayah kekuasaan Emir Fakhruddin Mas`ud al-Za`farani. Ketika Nuruddin mangkat, ia tidak bisa tinggal di negerinya karena reputasinya yang kurang baik di tengah-tengah keluarganya.
Di dalam benteng-benteng kota ia tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Benteng-benteng itu dikendalikan oleh para gubernur Nuruddin, dan ada seorang dari mereka yang menjaganya di dalam benteng.
Ketika Shalahuddin sampai ke kota Hamash pada tanggal 11 Jumadil Awwal 570 H, ia mengirimkan surat kepada orang-orang yang ada di dalam benteng untuk menyerah. Akan tetapi mereka menolak.
Shalahuddin akhirnya memutuskan untuk memerangi mereka pada keesokan harinya. Ia berhasil menguasai kota ini, dan menciptakan rasa aman bagi penduduknya. Tetapi benteng pertahanan kota ini masih belum menyerah kepada Shalahuddin sampai kepulangannya dari Halab.
Shalahuddin pun memerintahkan seseorang yang bisa tetap tinggal untuk menjaga kota Hamash selama ia pergi, dan mengalangi orang-orang yang ada di dalam benteng untuk keluar agar benteng tersebut bisa dimasuki dan dikalahkan.
Shalahuddin lalu bergerak menuju kota Humat. Dalam seluruh sikapnya, ia tetap menunjukkan keta’atan kepada Raja Shalih Ibn Nuruddin. Ia mengerahkan bala tentaranya hanya untuk melindungi negerinya dari ancaman kekuatan Eropa, dan mengembalikan apa yang sudah dirampas oleh Saifuddin Ghazi --penguasa Moshul- berupa negeri- negeri kepulauan.
Ketika Shalahuddin sampai ke kota Humat, ia berhasil menguasai kota ini pada permulaan bulan Jumadil Akhir. Benteng pertahanan terakhir kota Humat berada di bawah komando Emir `Izzuddin Gourdik. Ia adalah salah seorang mamluk rezim Nuruddin, dan menolak untuk menyerah kepada Shalahuddin.
Kemudian Shalahudin mengirimkan utusan untuk memberitahukan sikap setianya kepada Raja Shalih, dan keinginannya hanyalah untuk melindungi negerinya. Gourdik memintanya untuk bersumpah mengenai hal itu.
Shalahuddin lalu memerintahkannya untuk berangkat menuju Halab guna menyatukan kalimat dalam ta’at kepada Raja Shalih, dan untuk membebaskan Syamsuddin `Ali, Hasan, dan Utsman -putra-putra Ibn al-Dayah- dari penjara. Gourdik pun berangkat ke Halab, dan mengangkat saudaranya sebagai komandan untuk menjaga benteng kota Humat.
Ketika Gourdik tiba di kota Halab, Kamesytakin menangkap dan memenjarakannya. Ketika mengetahui hal tersebut, saudara Gourdik pun akhirnya menyerahkan benteng kepada Shalahuddin.
Setelah menguasai kota Humat, Shalahuddin segera bergerak menuju Halab. Ia mengepung kota ini pada tanggal 3 Jumadil Akhir. Penduduknya melakukan perlawanan terhadap Shalahuddin.
Raja Shalih naik ke mimbar -saat itu ia adalah seorang kanak-kanak berusia 12 tahun, dan mengumpulkan penduduk Halab seraya berkata kepada mereka: “Kalian semua telah mengetahui kebaikan dan rasa cinta ayah saya kepada kalian. Kalian juga telah mengetahui bagaimana kehidupannya di tengah-tengah kalian. Saya adalah anak yatim kalian. Sementara itu si zalim pengkhianat ini datang dengan berbuat baik. Dialah yang mengambil negeriku. Allah dan makhluk-Nya tidak mengawasinya”.
Kemudian ia melanjutkan perkataannya: “Berharaplah banyak dari orang ini.” Kemudian ia menangis hingga orang-orang pun menangis dibuatnya. Lalu mereka mengumpulkan untuknya harta dan jiwa, dan bersepakat untuk bertempur membelanya, mempertahankan negerinya, dan bersemangat dalam pertempuran.
Dalam diri mereka telah terkumpul keberanian. Mereka telah menciptakan perang dan mengulanginya ketika dulu Eropa berada dekat dengan mereka.
Mereka keluar dan bertempur melawan Shalahuddin di Gunung Hausyin hingga tidak bisa mendekati kota. Kemudian Sa`duddin mengirim surat kepada Sinan, panglima Isma`iliyyah. Sinan lalu mengumpulkan banyak harta untuk membunuh Shalahuddin dan mengirimkan beberapa orang untuk bergabung dengan pasukan Sa`duddin.
Ketika mereka tiba, salah seorang emir bernama Khamartakin -penguasa benteng Buqays- melihat mereka. Ia mengenal mereka karena bertetangga di kampung halamannya. Ia sering berkumpul dengan dan pergi berperang bersama mereka.
Ketika ia melihat mereka, ia berkata: “Apa yang bisa saya persembahkan untuk kalian, dan untuk urusan apa kalian datang?”
Mereka lalu melukainya dengan luka yang mengenaskan. Kemudian dibawalah seseorang untuk membunuh Shalahuddin, tetapi orang ini malah terbunuh. Lalu orang-orang Isma`iliyyah lainnya pun bertempur hingga terbunuh semuanya. Tinggallah Shalahuddin mengepung Halab sampai akhir Jumadil Akhir, dan kemudian pergi pada awal bulan Rajab.
Baca Juga
Penyebab kepergian Shalahuddin adalah dikarenakan Uskup al-Shanjili -penguasa Tripoli- telah ditawan oleh Nuruddin `Ali Harem pada tahun 559 H. Ia berada di dalam penjara sampai tahun 570 H. Sa`duddin membebaskannya dengan uang jaminan sebesar 150.000 Dinar Suriah, dan tebusan seribu orang tawanan.
Ketika Uskup al-Shanjili sampai ke negerinya, bangsa Eropa menyambutnya dan memberinya ucapan selamat.
Bagi mereka, ia sangat penting daripada mata-mata mereka. Peristiwa ini bertepatan dengan kematian Marie pada awal tahun 570 H. Ia adalah raja terbesar mereka, pemberani, dan paling licik.
Ketika mati, ia meninggalkan seorang anak yang menderita sakit lepra, dan tidak mampu mengendalikan kerajaan. Bangsa Eropa mengangkatnya sebagai raja hanya sekadar sebagai simbol, bukan raja sesungguhnya. Uskup Raymond lah yang memegang kendali pemerintahan. Semua perintah dan wewenang berasal darinya.
Ia diminta oleh orang-orang Halab untuk berangkat menuju negeri-negeri yang telah jatuh ke tangan Shalahuddin, dan mengusirnya. Ia pun berangkat ke Hamash, dan tiba di sana pada tanggal 7 Rajab. Ketika ia sedang mempersiapkan rencananya, Shalahuddin mendengar berita ini.
Ia segera meninggalkan Halab dan tiba di Humat pada tanggal 8 Rajab, sehari sesudah kedatangan pasukan Eropa di kota Hamash. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke al-Rastan. Tatkala pasukan Eropa mendengar tentang mendekatnya posisi Shalahuddin, mereka meninggalkan Hamash.
Shalahuddin akhirnya tiba di kota Halab, dan mengepung benteng kota hingga bisa menguasainya pada tanggal 21 Sya`ban 570 H. Sebagian besar negeri Syam telah jatuh ke tangan Shalahuddin. Setelah menguasai Hamash, Shalahuddin segera bergerak menuju Ba`labak.
Di sana ada seorang pelayan bernama Yuman. Ia adalah seorang gubernur pada masa pemerintahan Nuruddin. Shalahuddin membumi-hanguskan kota ini. Lalu datanglah orang-orang yang meminta perlindungan kepadanya.
Shalahuddin pun memberikan jaminan keamanan dan ketentraman bagi mereka, dan akhirnya benteng kota diserahkan kepadanya pada tanggal 14 Ramadan tahun tersebut.
(mhy)