Kisah Kesatria Eropa Membela Al-Aqsha di Masa Shalahuddin Al-Ayyubi
loading...
A
A
A
Kisah Kesatria Eropa membela Al-Aqsha di masa Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (1137-1193) termasuk kisah yang jarang dibahas. Jika hari ini Zionis Israel memborbardir Palestina dibantu negara-negara adidaya, dulu Kesatria Eropa justru berjuang membela Al-Aqsha menentang imperialisme.
Seperti apa kisahnya? Mari simak ulasan sejarahnya dikutip dari akun @gen.saladin dan @qudwahindonesia di kanal IG, 21 Oktober 2023. Fakta-fakta menarik ini bisa dibaca dalam "The Untold Islamic History 1 & 2" bahwa seorang Kesatria Eropa yang masuk Islam dan menjadi orang kepercayaan Shalahuddin Al-Ayyubi. Beliau ikut serta dalam upaya pembebasan Al-Aqsha pada masa itu.
Kesatria Eropa itu bernama Robert of Saint Albans. Ia adalah seorang Kesatria Templar (The Knights Templar) asal Inggris yang datang ke tanah suci Palestina untuk mengobarkan perang melawan umat Islam. Namun, setelah bertemu dengan penduduk setempat dan mengenal adat dan keyakinan Islam, ia malah penasaran.
Pemuda gagah yang lahir 1160-an itu dikenal sebagai Robert of Saint Albans. Pada abad ke-12, Raja Henry II mengangkatnya sebagai panglima pasukan Salib Inggris, sebuah jabatan kehormatan bagi masyarakat Kristiani Eropa kala itu.
Thomas W Arnold, Orientalis asal Inggris dalam bukunya "The Preaching of Islam" mengisahkan, karakter Shalahuddin Al-Ayyubi telah memberi pengaruh besar bagi kaum Nasrani di zamannya, termasuk bagi Kesatria Templar bernama Robert of Saint Albans. Ia menaruh hormat kepada Shalahuddin dan ikut bergabung dengan barisan muslim.
Ketika pasukan Salib sering kali terbawa emosi saat membicarakan pasukan muslim, Robert tidak berfikir demikian. Ia sering kali menemui banyak teman-temannya menggambarkan pasukan muslim sebagai tentara yang bengis dan kejam. Padahal Robert tidak melihat itu selama ia berperang melawan kaum muslimin.
Nuraninya mengatakan bahwa pasukan muslim memiliki akhlak mulia dalam kehidupan mereka. Bahkan tetap menjunjung tinggi etika ketika berada di medan pertempuran. Hal itulah yang membuat Robert ingin belajar Islam sedikit demi sedikit. Lama-lama ia mulai ragu dengan motivasinya datang ke Palestina.
Ia mengira pasukan Eropa datang ke Tanah Suci untuk berbakti pada Tuhannya. Namun, ketika ia lihat, pasukan Eropa justru banyak melakukan kekejaman pada umat agama lain. Mereka suka merampok, menjarah, memperkosa dan membantai kafilah-kafilah dagang. Sesuatu yang sangat mengusik nuraninya.
Tekad untuk masuk Islam pun semakin mantap. Akhirnya Robert Saint Albans menikrarkan Syahadat dan datang menghadap langsung kepada Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk mengikrarkan kesetiaannya bagi Islam dan kaum muslimin.
Shalahuddin kagum dengan tekad Robert Saint Albans karena telah belajar dengan baik. Karena itulah, Shalahuddin Al-Ayyubi menikahkan Robert dengan salah satu keponakan perempuannya sebagai pengakuan atas kesetiaannya. Beliau Syahid pada 1187 bertepatan dengan kaum Muslim berhasil membebaskan Al-Aqsha.
Sejarah mengabadikan bahwa pembebas Al-Aqsha Palestina itu datang dari semua penjuru. Dengan semangat menderu, mereka berjuang membebaskan Al-Aqsha dari cengkaraman musuh. Tidak hanya warga muslim Palestina, berbagai bangsa pun datang mengobarkan jihad.
Kalau dulu ada Kesatria dari Inggris, mungkin suatu hari nanti akan ada kisah Kesatria Banten atau Jawara Betawi atau Mujahid Indonesia datang membebaskan Al-Aqsha sepenuh hati. Insya Allah!
Seperti apa kisahnya? Mari simak ulasan sejarahnya dikutip dari akun @gen.saladin dan @qudwahindonesia di kanal IG, 21 Oktober 2023. Fakta-fakta menarik ini bisa dibaca dalam "The Untold Islamic History 1 & 2" bahwa seorang Kesatria Eropa yang masuk Islam dan menjadi orang kepercayaan Shalahuddin Al-Ayyubi. Beliau ikut serta dalam upaya pembebasan Al-Aqsha pada masa itu.
Kesatria Eropa itu bernama Robert of Saint Albans. Ia adalah seorang Kesatria Templar (The Knights Templar) asal Inggris yang datang ke tanah suci Palestina untuk mengobarkan perang melawan umat Islam. Namun, setelah bertemu dengan penduduk setempat dan mengenal adat dan keyakinan Islam, ia malah penasaran.
Pemuda gagah yang lahir 1160-an itu dikenal sebagai Robert of Saint Albans. Pada abad ke-12, Raja Henry II mengangkatnya sebagai panglima pasukan Salib Inggris, sebuah jabatan kehormatan bagi masyarakat Kristiani Eropa kala itu.
Thomas W Arnold, Orientalis asal Inggris dalam bukunya "The Preaching of Islam" mengisahkan, karakter Shalahuddin Al-Ayyubi telah memberi pengaruh besar bagi kaum Nasrani di zamannya, termasuk bagi Kesatria Templar bernama Robert of Saint Albans. Ia menaruh hormat kepada Shalahuddin dan ikut bergabung dengan barisan muslim.
Ketika pasukan Salib sering kali terbawa emosi saat membicarakan pasukan muslim, Robert tidak berfikir demikian. Ia sering kali menemui banyak teman-temannya menggambarkan pasukan muslim sebagai tentara yang bengis dan kejam. Padahal Robert tidak melihat itu selama ia berperang melawan kaum muslimin.
Nuraninya mengatakan bahwa pasukan muslim memiliki akhlak mulia dalam kehidupan mereka. Bahkan tetap menjunjung tinggi etika ketika berada di medan pertempuran. Hal itulah yang membuat Robert ingin belajar Islam sedikit demi sedikit. Lama-lama ia mulai ragu dengan motivasinya datang ke Palestina.
Ia mengira pasukan Eropa datang ke Tanah Suci untuk berbakti pada Tuhannya. Namun, ketika ia lihat, pasukan Eropa justru banyak melakukan kekejaman pada umat agama lain. Mereka suka merampok, menjarah, memperkosa dan membantai kafilah-kafilah dagang. Sesuatu yang sangat mengusik nuraninya.
Tekad untuk masuk Islam pun semakin mantap. Akhirnya Robert Saint Albans menikrarkan Syahadat dan datang menghadap langsung kepada Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk mengikrarkan kesetiaannya bagi Islam dan kaum muslimin.
Shalahuddin kagum dengan tekad Robert Saint Albans karena telah belajar dengan baik. Karena itulah, Shalahuddin Al-Ayyubi menikahkan Robert dengan salah satu keponakan perempuannya sebagai pengakuan atas kesetiaannya. Beliau Syahid pada 1187 bertepatan dengan kaum Muslim berhasil membebaskan Al-Aqsha.
Sejarah mengabadikan bahwa pembebas Al-Aqsha Palestina itu datang dari semua penjuru. Dengan semangat menderu, mereka berjuang membebaskan Al-Aqsha dari cengkaraman musuh. Tidak hanya warga muslim Palestina, berbagai bangsa pun datang mengobarkan jihad.
Kalau dulu ada Kesatria dari Inggris, mungkin suatu hari nanti akan ada kisah Kesatria Banten atau Jawara Betawi atau Mujahid Indonesia datang membebaskan Al-Aqsha sepenuh hati. Insya Allah!
(rhs)