Semangat Menuntut Ilmu yang Dikisahkan dalam Al-Quran
Kamis, 08 Agustus 2024 - 05:15 WIB
Kedua, Nabi Musa ‘alaihissalam telah menempuh perjalanan dengan jarak yang jauh dan mengalami keletihan dalam mencarinya.
Ketiga, Beliau juga memiliki umat yang harus dibimbing dan ditunjukkan ke jalan yang lurus. Sekalipun demikian, beliau tetap meninggalkan pengajaran terhadap umatnya demi mendapat tambahan ilmu.
Keimanan mereka membuat Firaun murka dan mengancam akan memotong tangan dan kaki mereka secara tersilang dan menyalib mereka di pelepah kurma.
Tapi, ancaman itu dijawab para ahli sihir dengan tenang dan yakin, sebagaimana firman Allah, al-Quran Surat Thaha ayat 72,
“Mereka (para penyihir) berkata,‘Kami tidak akan memilih (tunduk) kepadamu atas bukti-bukti nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan atas (Allah) yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini.’”
Dari sini, terlihat jelas perbedaan sikap tukang sihir tersebut, yang awalnya menjadi pembantu-pembatu Firaun namun sekarang menentangnya. Lantas apa yang menyebabkan keteguhan mereka tersebut? Jawaban tentang pertanyaan ini adalah ilmu.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ahli tafsir, salah satunya adalah Imam al-Nasafi. Imam an-Nasafi berkata dalam Madârik al-Tanzîl wa Haqâiq al-Ta’wîl, 2/375,
“Kejahilan Firaun tentang sihir membahayakannya (sehingga ia tetap berada dalam kekafiran), sedang pengetahuan para tukang sihir tentang sihir bermanfaat bagi mereka. Jadi, bagaimana dengan ilmu syar’i?”
Dari pernyataan di atas, yang menjadi sebab Firaun tetap kafir dan tidak tunduk kepada kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa ialah karena ia tidak tahu-menahu tentang ilmu sihir.
Sementara tukang sihir, mereka tahu dan sadar bahwa tongkat Nabi Musa yang menjadi ular besar lalu memakan “ular-ular kecil” mereka bukanlah sihir, tetapi mukjizat. Maka seketika itu pula mereka beriman kepada Rabbnya Musa dan Harun. Yakni, ilmu sihir merekalah yang menghantarkan mereka kepada hidayah.
Imam an-Nasafi pun memberikan penjelasan lebih menarik dalam pernyataan tersebut, yaitu ungkapan beliau, “Jadi, bagaimana dengan ilmu syar’i?”
Maksudnya, jika ilmu sihir yang dilarang saja bisa menghantarkan pemiliknya kepada jalan keimanan, lantas bagaimana dengan ilmu syar’i? Tentu ilmu syar’i ini akan membimbing pemiliknya kepada keimanan yang lebih berkualitas.
Termaktub pada ayat-ayat tersebut bahwa kisah burung Hudhud ini berawal dari inspeksi yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam terhadap pasukannya. Namun, ketika pengecekan sekawanan burung, Nabi Sulaiman tidak melihat Hudhud.
Lantas Nabi Sulaiman bertanya, al-Quran Surat an-Naml ayat 20, “Mengapa aku tidak melihat Hudhud, ataukah ia termasuk yang tidak hadir?”
Setelah bertanya dan memastikan bahwa Hudhud tidak ada, Nabi Sulaiman pun bersumpah, al-Quran Surat an-Naml ayat 20,
Ketiga, Beliau juga memiliki umat yang harus dibimbing dan ditunjukkan ke jalan yang lurus. Sekalipun demikian, beliau tetap meninggalkan pengajaran terhadap umatnya demi mendapat tambahan ilmu.
2. Kisah Keislaman Tukang Sihir Firaun
Sebagaimana termaktub dalam Surat Thaha ayat 65 hingga 76, yang mengisahkan pertarungan sihir mereka melawan mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam hingga akhirnya mereka bersujud dan mengikrarkan keislamannya seketika itu juga.Keimanan mereka membuat Firaun murka dan mengancam akan memotong tangan dan kaki mereka secara tersilang dan menyalib mereka di pelepah kurma.
Tapi, ancaman itu dijawab para ahli sihir dengan tenang dan yakin, sebagaimana firman Allah, al-Quran Surat Thaha ayat 72,
قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
“Mereka (para penyihir) berkata,‘Kami tidak akan memilih (tunduk) kepadamu atas bukti-bukti nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan atas (Allah) yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini.’”
Dari sini, terlihat jelas perbedaan sikap tukang sihir tersebut, yang awalnya menjadi pembantu-pembatu Firaun namun sekarang menentangnya. Lantas apa yang menyebabkan keteguhan mereka tersebut? Jawaban tentang pertanyaan ini adalah ilmu.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ahli tafsir, salah satunya adalah Imam al-Nasafi. Imam an-Nasafi berkata dalam Madârik al-Tanzîl wa Haqâiq al-Ta’wîl, 2/375,
وَضَرَّ فِرْعَوْنُ جَهْلَهُ بِهِ وَنَفَعَهُمْ عِلْمُهُمْ بِالسِّحْرِ فَكَيْفَ بِعِلْمِ الشَّرْعِ
“Kejahilan Firaun tentang sihir membahayakannya (sehingga ia tetap berada dalam kekafiran), sedang pengetahuan para tukang sihir tentang sihir bermanfaat bagi mereka. Jadi, bagaimana dengan ilmu syar’i?”
Dari pernyataan di atas, yang menjadi sebab Firaun tetap kafir dan tidak tunduk kepada kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa ialah karena ia tidak tahu-menahu tentang ilmu sihir.
Sementara tukang sihir, mereka tahu dan sadar bahwa tongkat Nabi Musa yang menjadi ular besar lalu memakan “ular-ular kecil” mereka bukanlah sihir, tetapi mukjizat. Maka seketika itu pula mereka beriman kepada Rabbnya Musa dan Harun. Yakni, ilmu sihir merekalah yang menghantarkan mereka kepada hidayah.
Imam an-Nasafi pun memberikan penjelasan lebih menarik dalam pernyataan tersebut, yaitu ungkapan beliau, “Jadi, bagaimana dengan ilmu syar’i?”
Maksudnya, jika ilmu sihir yang dilarang saja bisa menghantarkan pemiliknya kepada jalan keimanan, lantas bagaimana dengan ilmu syar’i? Tentu ilmu syar’i ini akan membimbing pemiliknya kepada keimanan yang lebih berkualitas.
3. Kisah Burung Hudhud
Kisah burung ini disebutkan Allah dalam Surat al-Naml ayat 20 sampai 28.Termaktub pada ayat-ayat tersebut bahwa kisah burung Hudhud ini berawal dari inspeksi yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam terhadap pasukannya. Namun, ketika pengecekan sekawanan burung, Nabi Sulaiman tidak melihat Hudhud.
Lantas Nabi Sulaiman bertanya, al-Quran Surat an-Naml ayat 20, “Mengapa aku tidak melihat Hudhud, ataukah ia termasuk yang tidak hadir?”
Setelah bertanya dan memastikan bahwa Hudhud tidak ada, Nabi Sulaiman pun bersumpah, al-Quran Surat an-Naml ayat 20,
لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُّبِينٍ