Surat Al-Ma'un: Hakikat Buah Kepercayaan tentang Hari Akhir

Kamis, 15 Agustus 2024 - 16:01 WIB
"Mungkin ini (jawaban Al-Quran tentang siapa yang mendustakan agama/hari kemudian yang dikemukakan dalam surat ini) mengagetkan jika dibandingkan dengan pengertian iman secara tradisional.

Akan tetapi, yang demikian itulah inti persoalan dan hakikatnya. Hakikat pembenaran ad-din bukannya ucapan dengan lidah, tetapi ia adalah perubahan dalam jiwa yang mendorong kepada kebaikan dan kebajikan terhadap saudara-saudara sekemanusiaan, terhadap mereka yang membutuhkan pelayanan dan perlindungan.



Allah tidak menghendaki dari manusia kalimat-kalimat yang dituturkan, tetapi yang dikehendaki-Nya adalah karya-karya nyata, yang membenarkan (kalimat yang diucapkan itu). Sebab kalau tidak, maka itu semua hampa tidak berarti di sisi-Nya dan tidak dipandang-Nya."

Selanjutnya Sayyid Quthb menulis:

Kita tidak ingin memasuki diskusi dalam bidang hukum sekitar batas-batas iman dan Islam, karena batasan-batasan para ahli itu, berkaitan dengan interaksi sosial keagamaan.

Sedangkan surat ini (Al-Ma'un) menegaskan hakikat persoalan dari sudut pandang dan penilaian Ilahi, yang tentunya berbeda dengan kenyataan-kenyataan lahiriah yang menjadi landasan penilaian interaksi antarmanusia.

Demikian surat ini menjelaskan hakikat dan buah kepercayaan tentang hari akhir.



Akhirnya perlu digarisbawahi, kata Quraish Shihab, bahwa perhatian Al-Quran yang sedemikian besar menyangkut persoalan hari akhir, membawa berbagai dampak di kalangan ilmuwan, agamawan, dan filosof.

Antara lain berupa kegiatan diskusi yang menyita waktu dan energi mereka, khususnya detail kebangkitan tersebut apakah kebangkitan roh dan jasad atau hanya roh saja.

Dalam hal ini kita ingin menggarisbawahi bahwa seorang Muslim dituntut oleh agamanya untuk meyakini adanya hari kebangkitan setelah kematiannya di mana ketika itu ia menyadari eksistensi dirinya secara sempurna.

Apa pun bentuk kebangkitan tersebut-apakah dengan roh dan jasad atau dengan roh saja- yang pokok adalah bahwa ketika itu setiap manusia mengenal dirinya, tidak kurang dari pengenalannya ketika ia hidup di dunia.

Adapun keterangan tentang hakikat kebangkitan, bentuk, waktu dan tempatnya, maka kesemua hal ini berada di luar tuntunan agama. Karena itu, sangat boleh jadi pembahasan para filosof dan ulama tentang soal tersebut lebih banyak didorong oleh kepentingan kepuasan penalaran akal daripada dorongan kehangatan iman.

(mhy)
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَمَا عَلَّمۡنٰهُ الشِّعۡرَ وَمَا يَنۡۢبَغِىۡ لَهٗؕ اِنۡ هُوَ اِلَّا ذِكۡرٌ وَّقُرۡاٰنٌ مُّبِيۡنٌۙ (٦٩) لِّيُنۡذِرَ مَنۡ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الۡقَوۡلُ عَلَى الۡكٰفِرِيۡنَ (٧٠)
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang jelas, agar dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup hatinya dan agar pasti ketetapan azab terhadap orang-orang kafir.

(QS. Yasin Ayat 69-70)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More