Mengaji Daring Tak Kurangi Nilai Ibadah Ramadhan
Sabtu, 02 Mei 2020 - 08:10 WIB
JAKARTA - Kegiatan Ramadhan seperti pengajian, tadarus, dan diskusi keagamaan di masjid-masjid tidak lagi bisa terlaksana tahun ini akibat pandemi Covid-19. Namun, kewajiban menjaga jarak (physical distancing) tidak harus jadi penghalang bagi umat Islam menimba ilmu demi meraih pahala berlipat di bulan puasa ini.
Solusinya memanfaatkan teknologi digital. Seiring masuknya Ramadhan, sekarang marak pengajian dan diskusi agama berbasis online atau dalam jaringan (daring). Transformasi dakwah dari pengajian tatap muka menjadi digital ini dinilai tidak mengurangi nilai pahala yang diperoleh. Selain menambah wawasan dan keimanan, silaturahmi di antara umat Islam juga bisa tetap terjaga.
Direkrut Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama Kamarudddin Amin menilai, pengajian daring adalah sebuah inisiatif dan ikhtiar dari masyarakat untuk dapat terus mencerdaskan umat di tengah pembatasan akibat pandemi corona. “Kami mengapresiasi ikhtiar untuk terus mencerdaskan umat, di sisi lain ini tetap menjaga kepentingan bersama (physical distancing),” katanya kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut Kamaruddin, kajian dan substansi pengajian daring pada prinsipnya sama saja dengan pengajian yang dihadiri langsung. Hal yang membedakan hanya pada metodenya yang kini beralih menggunakan kecanggihan teknologi. Meski kini ibadah Ramadan, termasuk pengajian, harus dilakukan di rumah, Kamaruddin berharap kualitas ibadah selama satu bulan ini tidak berkurang.
“Agar pandemi ini tidak mengurangi kualitas ibadah kita, mari melaksanakannya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, di rumah saja. Insyaallah kita beribadah sambil memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” ujarnya.
Fenomena pengajian daring dinilai sangat baik, terutama jika diisi dengan kajian-kajian yang aman, bermanfaat, dan sehat. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pengajian lewat daring juga lebih khusyuk karena pesan bisa tersampaikan dengan jelas, efektif, dan efisien.
Mu’ti, yang juga Ketua Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP), ini menuturkan, fenomena pengajian daring bisa dikembangkan menjadi model pengajian pasca-Covid-19. Walaupun secara fisik tidak bertemu, tetapi silaturahim bisa tetap terjalin. Jangkauannya juga bisa lebih luas, bahkan menyertakan jamaah dari mancanegara.
Dengan melibatkan ribuan peserta dari berbagai negara di waktu bersamaan, ini bisa disebut sebagai pengajian dunia. Bagi yang tidak sempat mengikuti langsung pun bisa mendengarkan kembali melalui rekaman. “Yang penting adalah kualitas dan variasi materinya. Pengajian tidak hanya terbatas masalah ritual dan ibadah mahdlah, tapi bisa ditingkatkan dengan kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Mu’ti kepada KORAN SINDO.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan, pengajian daring dari rumah seperti saat ini merupakan sebuah kebutuhan yang sangat asasi. Ini menyangkut hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan rohani tatkala menjalankan ibadah puasa.
Pengajian daring, menurut Amirsyah, merupakan alternatif yang sangat baik untuk menerapkan protokol medis, yaitu social distancing dan physical distancing. “Menjaga jarak secara sosial dan fisik di antara sesama umat beragama itu penting untuk menghindari penyebaran Covid-19,” katanya.
Terkait dengan substansi pengajian, Amirsyah berharap pengajian daring dibuat menarik sehingga semakin banyak diminati masyarakat. Terutama bagi ibu-ibu yang tadinya biasa dan bisa pergi ke majelis taklim untuk mengaji bersama. “Kajian yang diberikan juga harus bisa memenuhi kebutuhan rohani umat, harapannya mereka bisa terhindar dari kegalauan, bahkan stres, akibat wabah corona ini,” ungkapnya. (Neneng Zubaidah)
Solusinya memanfaatkan teknologi digital. Seiring masuknya Ramadhan, sekarang marak pengajian dan diskusi agama berbasis online atau dalam jaringan (daring). Transformasi dakwah dari pengajian tatap muka menjadi digital ini dinilai tidak mengurangi nilai pahala yang diperoleh. Selain menambah wawasan dan keimanan, silaturahmi di antara umat Islam juga bisa tetap terjaga.
Direkrut Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama Kamarudddin Amin menilai, pengajian daring adalah sebuah inisiatif dan ikhtiar dari masyarakat untuk dapat terus mencerdaskan umat di tengah pembatasan akibat pandemi corona. “Kami mengapresiasi ikhtiar untuk terus mencerdaskan umat, di sisi lain ini tetap menjaga kepentingan bersama (physical distancing),” katanya kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut Kamaruddin, kajian dan substansi pengajian daring pada prinsipnya sama saja dengan pengajian yang dihadiri langsung. Hal yang membedakan hanya pada metodenya yang kini beralih menggunakan kecanggihan teknologi. Meski kini ibadah Ramadan, termasuk pengajian, harus dilakukan di rumah, Kamaruddin berharap kualitas ibadah selama satu bulan ini tidak berkurang.
“Agar pandemi ini tidak mengurangi kualitas ibadah kita, mari melaksanakannya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, di rumah saja. Insyaallah kita beribadah sambil memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” ujarnya.
Fenomena pengajian daring dinilai sangat baik, terutama jika diisi dengan kajian-kajian yang aman, bermanfaat, dan sehat. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pengajian lewat daring juga lebih khusyuk karena pesan bisa tersampaikan dengan jelas, efektif, dan efisien.
Mu’ti, yang juga Ketua Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP), ini menuturkan, fenomena pengajian daring bisa dikembangkan menjadi model pengajian pasca-Covid-19. Walaupun secara fisik tidak bertemu, tetapi silaturahim bisa tetap terjalin. Jangkauannya juga bisa lebih luas, bahkan menyertakan jamaah dari mancanegara.
Dengan melibatkan ribuan peserta dari berbagai negara di waktu bersamaan, ini bisa disebut sebagai pengajian dunia. Bagi yang tidak sempat mengikuti langsung pun bisa mendengarkan kembali melalui rekaman. “Yang penting adalah kualitas dan variasi materinya. Pengajian tidak hanya terbatas masalah ritual dan ibadah mahdlah, tapi bisa ditingkatkan dengan kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Mu’ti kepada KORAN SINDO.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan, pengajian daring dari rumah seperti saat ini merupakan sebuah kebutuhan yang sangat asasi. Ini menyangkut hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan rohani tatkala menjalankan ibadah puasa.
Pengajian daring, menurut Amirsyah, merupakan alternatif yang sangat baik untuk menerapkan protokol medis, yaitu social distancing dan physical distancing. “Menjaga jarak secara sosial dan fisik di antara sesama umat beragama itu penting untuk menghindari penyebaran Covid-19,” katanya.
Terkait dengan substansi pengajian, Amirsyah berharap pengajian daring dibuat menarik sehingga semakin banyak diminati masyarakat. Terutama bagi ibu-ibu yang tadinya biasa dan bisa pergi ke majelis taklim untuk mengaji bersama. “Kajian yang diberikan juga harus bisa memenuhi kebutuhan rohani umat, harapannya mereka bisa terhindar dari kegalauan, bahkan stres, akibat wabah corona ini,” ungkapnya. (Neneng Zubaidah)
(ysw)