Muhammad Nabi dan Rasul Penutup: Al-Qur'an adalah Kulminasi Semua Kitab Suci
Selasa, 17 September 2024 - 13:04 WIB
CAK Nur atau Nurcholish Madjid mengatakan dari urutan dan logika ajarannya, dapat dilihat letak pandangan bahwa al-Qur'an adalah kulminasi semua kitab suci , dan bahwa penerimanya, yaitu Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Nabi dan Rasul.
"Sebab ajaran yang dibawakannya adalah perkembangan akhir dari semua agama, menuju kesempurnaan," tulis Nurcholish Madjid dalam artikelnya berjudul "Konsep Muhammad SAW sebagai Penutup Para Nabi Implikasinya dalam Kehidupan Sosial serta Keagamaan" dalam buku "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah".
Maka Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi juga berarti bahwa beliau diutus untuk sekalian umat manusia:
Katakan olehmu (Muhammad): "Wahai sekalian ummat manusia! Sesungguhnya aku adalah Utusan Allah kepada kamu sekalian, yang bagi-Nya kekuasaan seluruh langit dan bumi; tiada Tuhan selain Dia yang menghidupkan dan mematikan." Maka sekarang berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-Nya yang tak pandai baca tulis itu, yang beriman kepada firman-firmanNya. Ikutilah dia, agar kamu mendapatkan petunjuk. [ QS. al-A'raf/7 :158]
Firman ini, dilihat dari letaknya, merupakan interpolasi atas deretan keterangan tentang Nabi Musa dan keturunan Israel.
Maksudnya ialah menjelaskan bahwa sementara Nabi-nabi terdahulu dan ajaran-ajaran yang dibawanya tertuju khusus kepada bangsa, tempat dan zaman tertentu, namun Nabi Muhammad dan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa terikat oleh bangsa, tempat maupun zaman tertentu. Sebab sesudah Nabi MuhammadSAW tidak akan lagi ada Nabi, dan sesudah al-Qur'an tidak diturunkan lagi kitab suci.
Oleh karena itu Nabi MuhammadSAW juga disebut sebagai bukti rahmat atau kasih Allah kepada seluruh alam, khususnya seluruh ummat manusia:
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan sebagai rahmat untuk sekalian alam. Katakan (olehmu, Muhammad), "Sesungguhnya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Apakah kamu bersedia tunduk (Islam) kepada-Nya?" Kalau mereka berpaling, maka katakan olehmu, "Ku telah sampaikan hal ini kepada kamu semua tanpa perbedaan. Dan aku tidak tahu apakah dekat (segera) atau jauh (terjadinya) apa yang dijanjikan kepada kamu (oleh Tuhan) itu. [ QS Al-Anbiya/21 :107-9]
Jadi paham Tauhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti ajaran al-Qur'an, sebagaimana juga inti ajaran para Nabi yang lain. Kita diperintahkan untuk tunduk (Islam) kepada Tuhan Yang Maha Esa itu.
Dan ajaran inti ini telah disampaikan Nabi kepada umat manusia tanpa perbedaan. Dengan kata-kata lain, ajaran adalah universal.
Muhammad Asad menjelaskan segi-segi yang mendukung universalitas al-Qur'an, yaitu:
Pertama, seruan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa memperdulikan keturunan, ras dan lingkungan budayanya.
Kedua, fakta bahwa al-Qur'an menyeru semata-mata kepada amal manusia dan karenanya, tidak merumuskan dengan yang bisa diterima atas dasar kepercayaan buta semata; dan akhirnya, fakta bahwa -berbeda dari semua kitab suci yang diketahui dalam sejarah- al-Qur'an tetap seluruhnya tak berubah dalam kata-katanya sejak ia diturunkan dalam belasan abad yang lalu dan akan selamanya demikian keadaannya, karena ia diantara sedemikian luas, sesuai dengan janji Illahi. "Dan Kami-(Tuhan)-lah yang pasti menjaganya" ( QS al-Hijr/15 :9).
Berdasarkan tiga daftar isi muka al-Qur'an merupakan tahap akhir wahyu Tuhan, dan Nabi Muhammad adalah penutup segala Nabi.
Terbuka bagi Setiap Orang
Implikasi bahwa al-Qur'an menyeru kepada akal, dan karenanya tidak ada dogma yang harus diterima tanpa sikap kritis, ialah bahwa al-Qur'an terbuka bagi setiap orang yang akan mencoba untuk menangkap pesan-pesan Ilahi di dalamnya.
Keterbukaannya bagi setiap orang itu benar-benar sejalan dengan tekanan atas adanya tanggung jawab pribadi setiap
orang kepada Allah kelak di akhirat, yang ajaran ini sendiri membawa konsekuensi tidak dibenarkannya sistem perantaraan bagi seseorang kepada Allah melalui lembaga-lembaga keagamaan seperti kependetaan. Setiap orang adalah pendeta untuk dirinya sendiri, dalam arti bahwa dia sendirilah yang mampu membawa jiwanya untuk mendekat kepada Allah, bukan orang lain.
Kemudian, implikasi dari prinsip ini ialah bahwa manusia tidak lagi perlu kepada pembimbing keruhanian melainkan dirinya sendiri setingkat dengan usahanya memahami ajaran Kitab Suci yang terbuka itu. Mungkin ia memerlukan bantuan dari seorang atau para sarjana (ulama), atau pemikir, atau pembaharu, namun tidak kepada seorang atau para tokoh dengan kekuasaan spiritual.
Ini ditegaskan, misalnya, oleh A. Yusuf Ali dalam tafsirnya uraiannya atas ayat "penutup (khatam) pada Nabi:
"Jika sebuah dokumen telah distempel, ia telah lengkap, dan tidak boleh ada tambahan. Nabi Besar Muhammad mengakhiri garis panjang para rasul. Ajaran Tuhan tetap berlanjut, dan akan tetap terus demikian, namun tidak pernah ada dan tidak akan ada lagi Nabi sesudah Muhammad. Zaman akhir memerlukan para pemikir dan pembaharu bukan Nabi-nabi. Ini bukanlah perkara sewenang-wenang. Ia merupakan keputusan dengan penuh pengetahuan dan kebijaksanaan: "sebab Allah mengetahui sepenuhnya akan segala sesuatu."
Maka kesimpulannya ialah sungguh banyak implikasi positif, baik sosial maupun keagamaan, dari ajaran bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup segala Nabi.
Dengan berakhirnya kemungkinan ada Nabi dan Kitab suci serta agama sesudah Nabi Muhammad, al-Qur'an dan agama Islam, maka manusia tinggal harus mengembangkan apa yang telah diwariskan itu, dalam semangat persamaan hak dan kewajiban, dan dengan penuh rasa tanggung jawab pribadi kepada Allah di akhirat.
Dan dengan begitu pula maka manusia terbebas dari keharusan tunduk tidak semestinya kepada sesamanya, dan terbebas pula dari godaan cultic dan mitologi. Jalan lurus terbentang di hadapannya, dan tinggallah ia harus menempuhnya sesuai dengan kemampuannya. Maka konsep Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi terkait erat dengan semangat ajaran Tauhid.
"Sebab ajaran yang dibawakannya adalah perkembangan akhir dari semua agama, menuju kesempurnaan," tulis Nurcholish Madjid dalam artikelnya berjudul "Konsep Muhammad SAW sebagai Penutup Para Nabi Implikasinya dalam Kehidupan Sosial serta Keagamaan" dalam buku "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah".
Maka Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi juga berarti bahwa beliau diutus untuk sekalian umat manusia:
Katakan olehmu (Muhammad): "Wahai sekalian ummat manusia! Sesungguhnya aku adalah Utusan Allah kepada kamu sekalian, yang bagi-Nya kekuasaan seluruh langit dan bumi; tiada Tuhan selain Dia yang menghidupkan dan mematikan." Maka sekarang berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-Nya yang tak pandai baca tulis itu, yang beriman kepada firman-firmanNya. Ikutilah dia, agar kamu mendapatkan petunjuk. [ QS. al-A'raf/7 :158]
Firman ini, dilihat dari letaknya, merupakan interpolasi atas deretan keterangan tentang Nabi Musa dan keturunan Israel.
Maksudnya ialah menjelaskan bahwa sementara Nabi-nabi terdahulu dan ajaran-ajaran yang dibawanya tertuju khusus kepada bangsa, tempat dan zaman tertentu, namun Nabi Muhammad dan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa terikat oleh bangsa, tempat maupun zaman tertentu. Sebab sesudah Nabi MuhammadSAW tidak akan lagi ada Nabi, dan sesudah al-Qur'an tidak diturunkan lagi kitab suci.
Oleh karena itu Nabi MuhammadSAW juga disebut sebagai bukti rahmat atau kasih Allah kepada seluruh alam, khususnya seluruh ummat manusia:
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan sebagai rahmat untuk sekalian alam. Katakan (olehmu, Muhammad), "Sesungguhnya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Apakah kamu bersedia tunduk (Islam) kepada-Nya?" Kalau mereka berpaling, maka katakan olehmu, "Ku telah sampaikan hal ini kepada kamu semua tanpa perbedaan. Dan aku tidak tahu apakah dekat (segera) atau jauh (terjadinya) apa yang dijanjikan kepada kamu (oleh Tuhan) itu. [ QS Al-Anbiya/21 :107-9]
Jadi paham Tauhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti ajaran al-Qur'an, sebagaimana juga inti ajaran para Nabi yang lain. Kita diperintahkan untuk tunduk (Islam) kepada Tuhan Yang Maha Esa itu.
Dan ajaran inti ini telah disampaikan Nabi kepada umat manusia tanpa perbedaan. Dengan kata-kata lain, ajaran adalah universal.
Muhammad Asad menjelaskan segi-segi yang mendukung universalitas al-Qur'an, yaitu:
Pertama, seruan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa memperdulikan keturunan, ras dan lingkungan budayanya.
Kedua, fakta bahwa al-Qur'an menyeru semata-mata kepada amal manusia dan karenanya, tidak merumuskan dengan yang bisa diterima atas dasar kepercayaan buta semata; dan akhirnya, fakta bahwa -berbeda dari semua kitab suci yang diketahui dalam sejarah- al-Qur'an tetap seluruhnya tak berubah dalam kata-katanya sejak ia diturunkan dalam belasan abad yang lalu dan akan selamanya demikian keadaannya, karena ia diantara sedemikian luas, sesuai dengan janji Illahi. "Dan Kami-(Tuhan)-lah yang pasti menjaganya" ( QS al-Hijr/15 :9).
Berdasarkan tiga daftar isi muka al-Qur'an merupakan tahap akhir wahyu Tuhan, dan Nabi Muhammad adalah penutup segala Nabi.
Terbuka bagi Setiap Orang
Implikasi bahwa al-Qur'an menyeru kepada akal, dan karenanya tidak ada dogma yang harus diterima tanpa sikap kritis, ialah bahwa al-Qur'an terbuka bagi setiap orang yang akan mencoba untuk menangkap pesan-pesan Ilahi di dalamnya.
Keterbukaannya bagi setiap orang itu benar-benar sejalan dengan tekanan atas adanya tanggung jawab pribadi setiap
orang kepada Allah kelak di akhirat, yang ajaran ini sendiri membawa konsekuensi tidak dibenarkannya sistem perantaraan bagi seseorang kepada Allah melalui lembaga-lembaga keagamaan seperti kependetaan. Setiap orang adalah pendeta untuk dirinya sendiri, dalam arti bahwa dia sendirilah yang mampu membawa jiwanya untuk mendekat kepada Allah, bukan orang lain.
Kemudian, implikasi dari prinsip ini ialah bahwa manusia tidak lagi perlu kepada pembimbing keruhanian melainkan dirinya sendiri setingkat dengan usahanya memahami ajaran Kitab Suci yang terbuka itu. Mungkin ia memerlukan bantuan dari seorang atau para sarjana (ulama), atau pemikir, atau pembaharu, namun tidak kepada seorang atau para tokoh dengan kekuasaan spiritual.
Ini ditegaskan, misalnya, oleh A. Yusuf Ali dalam tafsirnya uraiannya atas ayat "penutup (khatam) pada Nabi:
"Jika sebuah dokumen telah distempel, ia telah lengkap, dan tidak boleh ada tambahan. Nabi Besar Muhammad mengakhiri garis panjang para rasul. Ajaran Tuhan tetap berlanjut, dan akan tetap terus demikian, namun tidak pernah ada dan tidak akan ada lagi Nabi sesudah Muhammad. Zaman akhir memerlukan para pemikir dan pembaharu bukan Nabi-nabi. Ini bukanlah perkara sewenang-wenang. Ia merupakan keputusan dengan penuh pengetahuan dan kebijaksanaan: "sebab Allah mengetahui sepenuhnya akan segala sesuatu."
Maka kesimpulannya ialah sungguh banyak implikasi positif, baik sosial maupun keagamaan, dari ajaran bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup segala Nabi.
Dengan berakhirnya kemungkinan ada Nabi dan Kitab suci serta agama sesudah Nabi Muhammad, al-Qur'an dan agama Islam, maka manusia tinggal harus mengembangkan apa yang telah diwariskan itu, dalam semangat persamaan hak dan kewajiban, dan dengan penuh rasa tanggung jawab pribadi kepada Allah di akhirat.
Dan dengan begitu pula maka manusia terbebas dari keharusan tunduk tidak semestinya kepada sesamanya, dan terbebas pula dari godaan cultic dan mitologi. Jalan lurus terbentang di hadapannya, dan tinggallah ia harus menempuhnya sesuai dengan kemampuannya. Maka konsep Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi terkait erat dengan semangat ajaran Tauhid.
(mhy)