Begini Cara Rasulullah SAW Membangun Ekonomi Umat

Jum'at, 28 Agustus 2020 - 21:50 WIB
Perintah salat diturunkan di Makkah karena memang periode Makkah lebih menenkankan aspek "hablun minallah" atau relasi vertikal keagamaan. Sementara Zakat yang relevansinya sangat dominan secara sosial turun di Madinah. Kerena periode Madinah memang dipahami sebagai awal pembentukan kehidupan Umat secara jama’i. Yang tentunya juga karena prioritàs risalah di Madinah adalah "penguatan" (empowerment) umat pada sisi komunalnya (jamaah).

Dalam menyikapi perintah Zakat ini, Rasulullah SAW tidak saja memahaminya sebagai sekedar perintah untuk mengeluarkan harta. Sebaliknya justeru dipahami sebagai perintah untuk memperkuat basis perekonomian umat.

Dengan kata lain, Rasulullah SAW memahami perintah Zakat tidak sekadar "memberikan 2,5 % harta". Tapi dipahami secara pro aktif dan dengan visi yang lebih besar. Bahwa ada perintah memberi maka di balik perintah itu ada perintah lainnya. Dan perintah itu adalah "economic empowerment" atau membangun kekuatan ekonomi bagi Umat.

Untuk mengimplementasikan pemahaman itu, beliau melakukan beberapa hal, di antaranya:

1) Membeli sebuah sumur. Perlu diingat air ketika itu bagaiman minyak di masa kita. Bayangkan jika Kota New York misalnya kehabisan minyak (sebelum solar energy ditemukan). Saya yakin kehidupan menjadi lumpuh. Sumut Madinah menjadi fondasi hidup itu sendiri. Dan Karenanya atas anjuran Rasulullah SAW , Sumur tersebut dibeli oleh sahabat Utsman Ibnu Affan.

2) Membeli pasar dari masyarakat Yahudi. Sejak masa itu juga sebenarnya umat Yahudi memiliki kelebihan dalam bisnis dan keuangan. Bahkan Rasulullah SAW sendiri sebagai pribadi pernah meminjam uang dari masyarakat Yahudi.

Di Madinah ada sebuah pasar yang sangat terkenal dan strategis dalam perekonomian masyarakat. Kebetulan saja pasar itu dimiliki oleh komunitas Yahudi. Sebagai tindak lanjut dari perintah zakat , Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabat yang kira-kira punya modal, dan juga dikenal memiliki kemampuan bisnis, seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Kepada mereka disampaikan urgensi umat Islam memiliki pasar sebagai "pusat penguatan perekonomian umat".

Mereka setuju dan memberikan investasi terbaik mereka untuk membeli pasar tersebut. Melalui pasar ini umat kemudian melakukan aktifitas ekonomi dan membangun basis perekonomian mereka. Dan pada akhirnya tidak lagi bergantung kepada Komunitas lain.

Dari peristiwa ini dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi umat menjadi krusial dalam pembentukan peradaban manusia. Ketika umat lemah secara ekonomi maka yang terjadi kemudian adalah ketergantungan. Dan sudah pasti klaim peradaban dengan ketergantungan kepada orang lain adalah paradoks yang nyata.

( )

Jika hal ini dikembalikan kepada situasi kolektif umat masa kini, kita akan dapati bahwa dari sekian banyak kebutuhan dasar umat adalah perbaikan ekonominya. Umat ini sungguh beruntung menempati sisi-sisi bumi yang kaya. Jika tidak rindang dan hijau dengan hutan, atau dengan kekayaan bahari (laut), Allah memberinya dengan kekayaan minyak dan pertambangan.

Lalu kenapa umat masih terbelekang secara ekonomi? Jawabannya karena umat perlu berzakat . Yaitu Zakat (bersuci) dari ketamakan dan kekikiran. Ketamakanlah di dunia Islam itulah yang menjadikan kekayaan alam kita diselewengkan sedemikian rupa. Akibatnya terjadi berbagai kerusakan dalam berbagai manifestasinya.

Kalaulah saja perintah Zakat dipahami secara benar, secara pro aktif dan inovatif, serta dikelolah secara profesional dan jujur, Umat akan terkuatkan (empowered) secara ekonomi. Sekaligus saya yakin bahwa permasalahan kemiskinan yang masih mengungkung Umat ini dapat terselesaikan. [ ]

(Bersambung)!
(rhs)
Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat.  (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang.  (2) Wanita-wanita berpakaian tetapi (seperti) bertelanjang (pakaiannya terlalu minim, tipis, ketat, atau sebagian auratnya terbuka), berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.

(HR. Muslim No. 3971)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More