Jelang Runtuhnya Daulah Abbasiyah: Ketika Bani Buwaihi Bebas Menyebarkan Syiah
Selasa, 29 Oktober 2024 - 11:15 WIB
SELAMA bertahun-tahun dominasi orang-orang Turki di pemerintahan Abbasiyah membuat tekanan hebat. Itu sebabnya, pada masa Khalifah al-Mustakfi, yakni khalifah yang ke-22 Daulah Abbasiyah, terpaksa minta bantuan Bani Buwaihi untuk melawan tekanan Turki yang sangat dominan.
Bantuan Bani Buwaihi itu datang pada tahun 945 M, maka melalui Ahmad bin Buwaihi, keberadaan orang-orang Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah dapat disingkirkan.
Dasuki Ahmad dalam "Ikhtisar Perkembangan Islam" (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian dan Pelajaran Malaysia, 1980) mengatakan orang-orang Turki itu selanjutnya diganti dengan Bani Buwaihi.
Kerajaan Bani Buwaihi ini lahir di awal abad ke-10 M atau awal abad ke-4 H, yang didirikan oleh tiga bersaudara di Dailam. Mereka adalah anak-anak dari Buwaihi, masing-masing bernama Ali, Hasan dan Ahmad. Ayah mereka ini aslinya Abu Suja’i bergelar Buwaihi.
Setelah mereka berhasil mendirikan kerajaan di Dailam dan menguasai sebagian besar wilayah-wilayah yang selama ini berada dalam wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, maka Ali bin Buwaihi menyurati khalifah Abbasiyah untuk dapat mengakui kekuasaan mereka. Khalifah Abbasiyah dapat menerima permintaannya itu.
Sejarah kehadiran Bani Buwaihi dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah diawali dari terjadinya tekanan-tekanan dan paksaan-paksaan yang dilakukan orang-orang Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah, sehingga waktu Bani Buwaihi memasuki Baghdad Daulah Abbasiyah sudah dalam keadaan lumpuh.
Kehadiran Bani Buwaihi itu dimaksudkan untuk membatasi dominasi orang-orang Turki tersebut. Khalifah-khalifah Daulah Abbasiyah yang memerintah pada masa kekuasaan Bani Buwaihi ini adalah: (1) al-Mustakfi, (khalifah ke-22) (2) al-Muthi’ (khalifah ke-23), (3) alTha’i (khalifah ke-24), (4) al-Kadir, (khalifah ke-25), dan (5) al-Qaim, (khalifah ke-26).
Karena itu pada tahun 334 H, panglima khalifah alMustakfi menyurati Bani Buwaihi meminta agar Bani Buwaihi datang ke Baghdad untuk diangkat menduduki jabatan “Amir Umara” karena Baghdad berada dalam keadaan kritis dan khalifah tidak mampu lagi mengendalikan keadaan.
Ahmad bin Buwaihi kemudian diangkat menjadi “Amir Umara” dan diberi gelar dengan Muiz al-Daulah, saudaranya Ali bin Buwaihi diberi gelar dengan Imad al-Daulah, dan Hasan bin Buwaihi diberi gelar dengan Rukn al-Daulah.
Menurut Dasuki Ahmad, nama dan gelar itu dicantumkan pada mata uang oleh khalifah Al-Mustakfi. Kesempatan yang diberikan kepada Bani Buwaihi untuk berkuasa di Baghdad dimanfaatkan mereka untuk mengembangkan misi Syiah, tanpa melakukan kerja sama yang harmonis dengan Daulah Abbasiyah.
Harapan khalifah Abbasiyah agar Bani Buwaihi dapat menyelamatkan kekuasaan mereka itu dari kelumpuhannya ternyata tidak menjadi kenyataan.
Malahan mereka menekan keberadaan khalifah pada posisi hanya sebagai lambang belaka, yang tidak bisa berbuat apa-apa terhadap semua tindakan yang dilakukan Bani Buwaihi, termasuk tindakan mereka yang memaksa rakyat untuk menganut paham Syiah yang menjadi keyakinan mereka.
Sehingga atas tekanan-tekanan yang dilakukan Bani Buwaihi baik terhadap khalifah maupun kepada rakyat memaksa khalifah al-Qaim (khalifah ke-26) mengundang Tughrul Bek dari Turki Saljuk untuk datang ke Baghdad dan mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi Daulah Abbasiyah.
Walaupun begitu, terdapat jasa yang disumbangkan Bani Buwaihi yang telah berkuasa di Baghdad kurang lebih satu abad lamanya, dia telah berhasil mengukir prestasi gemilang, dalam bidang sosial ekonomi dan ilmu pengetahuan .
Dalam bidang sosial ekonomi, untuk memenuhi kepentingan orang banyak dalam masalah air baik untuk diminum maupun untuk kepentingan lainnya, Abdud Daulah menggali saluran air dan membuat jembatan di sungai Dajlah.
Juga bangunan sebuah rumah sakit di Baghdad untuk melayani masyarakat yang sakit. Rumah sakit itu diberi nama dengan al-Bomarisshah al-Adli dan mendirikan sekolah kedokteran.
Dalam bidang ilmu pengetahuan masih terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi (870-950 M), Ibn Sina (980-1037 M), al-Biruni (973-1048 M), alMiskawaihi (930-1030 M) al-Razi, al-Asy’ari, al-Maturidi, alHarraj dan sebagainya.
Terbitnya sebuah ensiklopedia kedokteran yang ditulis oleh Ibn Sina. Terbitnya sebuah buku ilmu kimia yang ditulis oleh Jabir bin Hayyan, lahirnya teori bahwa bumi berputar pada sumbunya, oleh Abu Raihan Muhammad al-Baituni, seorang ahli fisika.
Bantuan Bani Buwaihi itu datang pada tahun 945 M, maka melalui Ahmad bin Buwaihi, keberadaan orang-orang Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah dapat disingkirkan.
Dasuki Ahmad dalam "Ikhtisar Perkembangan Islam" (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian dan Pelajaran Malaysia, 1980) mengatakan orang-orang Turki itu selanjutnya diganti dengan Bani Buwaihi.
Kerajaan Bani Buwaihi ini lahir di awal abad ke-10 M atau awal abad ke-4 H, yang didirikan oleh tiga bersaudara di Dailam. Mereka adalah anak-anak dari Buwaihi, masing-masing bernama Ali, Hasan dan Ahmad. Ayah mereka ini aslinya Abu Suja’i bergelar Buwaihi.
Setelah mereka berhasil mendirikan kerajaan di Dailam dan menguasai sebagian besar wilayah-wilayah yang selama ini berada dalam wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, maka Ali bin Buwaihi menyurati khalifah Abbasiyah untuk dapat mengakui kekuasaan mereka. Khalifah Abbasiyah dapat menerima permintaannya itu.
Sejarah kehadiran Bani Buwaihi dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah diawali dari terjadinya tekanan-tekanan dan paksaan-paksaan yang dilakukan orang-orang Turki dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah, sehingga waktu Bani Buwaihi memasuki Baghdad Daulah Abbasiyah sudah dalam keadaan lumpuh.
Kehadiran Bani Buwaihi itu dimaksudkan untuk membatasi dominasi orang-orang Turki tersebut. Khalifah-khalifah Daulah Abbasiyah yang memerintah pada masa kekuasaan Bani Buwaihi ini adalah: (1) al-Mustakfi, (khalifah ke-22) (2) al-Muthi’ (khalifah ke-23), (3) alTha’i (khalifah ke-24), (4) al-Kadir, (khalifah ke-25), dan (5) al-Qaim, (khalifah ke-26).
Karena itu pada tahun 334 H, panglima khalifah alMustakfi menyurati Bani Buwaihi meminta agar Bani Buwaihi datang ke Baghdad untuk diangkat menduduki jabatan “Amir Umara” karena Baghdad berada dalam keadaan kritis dan khalifah tidak mampu lagi mengendalikan keadaan.
Ahmad bin Buwaihi kemudian diangkat menjadi “Amir Umara” dan diberi gelar dengan Muiz al-Daulah, saudaranya Ali bin Buwaihi diberi gelar dengan Imad al-Daulah, dan Hasan bin Buwaihi diberi gelar dengan Rukn al-Daulah.
Menurut Dasuki Ahmad, nama dan gelar itu dicantumkan pada mata uang oleh khalifah Al-Mustakfi. Kesempatan yang diberikan kepada Bani Buwaihi untuk berkuasa di Baghdad dimanfaatkan mereka untuk mengembangkan misi Syiah, tanpa melakukan kerja sama yang harmonis dengan Daulah Abbasiyah.
Harapan khalifah Abbasiyah agar Bani Buwaihi dapat menyelamatkan kekuasaan mereka itu dari kelumpuhannya ternyata tidak menjadi kenyataan.
Malahan mereka menekan keberadaan khalifah pada posisi hanya sebagai lambang belaka, yang tidak bisa berbuat apa-apa terhadap semua tindakan yang dilakukan Bani Buwaihi, termasuk tindakan mereka yang memaksa rakyat untuk menganut paham Syiah yang menjadi keyakinan mereka.
Sehingga atas tekanan-tekanan yang dilakukan Bani Buwaihi baik terhadap khalifah maupun kepada rakyat memaksa khalifah al-Qaim (khalifah ke-26) mengundang Tughrul Bek dari Turki Saljuk untuk datang ke Baghdad dan mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi Daulah Abbasiyah.
Walaupun begitu, terdapat jasa yang disumbangkan Bani Buwaihi yang telah berkuasa di Baghdad kurang lebih satu abad lamanya, dia telah berhasil mengukir prestasi gemilang, dalam bidang sosial ekonomi dan ilmu pengetahuan .
Dalam bidang sosial ekonomi, untuk memenuhi kepentingan orang banyak dalam masalah air baik untuk diminum maupun untuk kepentingan lainnya, Abdud Daulah menggali saluran air dan membuat jembatan di sungai Dajlah.
Juga bangunan sebuah rumah sakit di Baghdad untuk melayani masyarakat yang sakit. Rumah sakit itu diberi nama dengan al-Bomarisshah al-Adli dan mendirikan sekolah kedokteran.
Dalam bidang ilmu pengetahuan masih terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi (870-950 M), Ibn Sina (980-1037 M), al-Biruni (973-1048 M), alMiskawaihi (930-1030 M) al-Razi, al-Asy’ari, al-Maturidi, alHarraj dan sebagainya.
Terbitnya sebuah ensiklopedia kedokteran yang ditulis oleh Ibn Sina. Terbitnya sebuah buku ilmu kimia yang ditulis oleh Jabir bin Hayyan, lahirnya teori bahwa bumi berputar pada sumbunya, oleh Abu Raihan Muhammad al-Baituni, seorang ahli fisika.
(mhy)