Kisah 3 Daulah Islam Berlomba Memberi Hadiah kepada Ilmuwan
Selasa, 12 November 2024 - 17:24 WIB
PERISTIWA ini terjadi antara tahu 975-996. Kala itu, ada 3 Daulah Islam yaitu Daulah Abbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah di Cordova dan Daulah Fatimiyah di Mesir . Masing-masing daulah berlomba memberi hadiah kepada para ilmuwan.
Pada tahun itu, Daulah Fatimiyah di bawah Khalifah Al-Aziz Billah (975-996 M). Sebelumnya, pada masa Khalifah Al Muiz Lidinillah, Daulah Fatimiyah telah berhasil merebut Mesir dari tangan Daulah Abbasiyah sehingga Ibu Kota daulah ini pun pindah dari Maroko ke Mesir.
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menuturkan Daulah Fatimiyah menjadi Daulah ketiga dalam Islam -setelah Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah Cordova - yang berhasil memajukan peradaban Islam pada periode Klasik.
Khalifah Al-Muiz Lidinillah wafat pada tahun 975 kedudukannya digantikan oleh anaknya Al-Aziz Billah.
Pada masa pemerintahan Al-Aziz Billah (975-996 M), dia dapat mewarisi sumber kekayaan negara dari ayahnya yang dapat dipergunakannya untuk lebih mengembangkan Daulah Fatimiyah.
Selain dia banyak lagi membangun istana, juga Universitas Al-Azhar semakin dikembangkannya sehingga mampu menyediakan asrama bagi mahasiswa dengan gratis.
Demikian juga makan dan pakaian mereka disediakan oleh negara sehingga mahasiswa dapat berkonsentrasi penuh menekuni kuliah mereka.
Stabilnya ekonomi negara pada masa Khalifah Al-Aziz Billah memberi peluang baginya untuk memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan.
Untuk itu, istana-istana, masjid-masjid dan perpustakaan-perpustakaan dijadikannya sebagai tempat mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam Bahkan Wazirnya (Perdana Menteri) yang bernama Ya’qub ibn Keles – seorang Yahudi yang masuk Islam – mengadakan pertemuan-pertemuan besar di istananya pada setiap hari Kamis dan Jumat dan dia membacakan karangan-karangannya kepada para hadirin.
Adapun yang menjadi peserta pertemuan adalah para Qadhi, Fuqaha, ahli Qira’at, ahli Nahwu, ulama Hadis dan para pembesar negara yang berbakat.
Perdana Menterinya juga mengarang dan menyusun kitab-kitab terbesar dalam bidang Fiqih Syiah yang dipelajari oleh ulama Fuqaha dan mereka menjadikan masjid-masjid sebagai tempat pertemuan.
Ya’qub ibn Keles juga menyampaikan ceramah kepada hadirin tentang aqidah Syah Ismailyah di masjid-masjid. Kitab terbesar dalam bidang Fiqih Syi’ah adalah kitab karangan Ya’qub ibn Keles.
Khalifah Al-Hakim Biamrillah
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Hakim Biamrillah kegiatan diskusi-diskusi semakin dikembangkan dari istana beralih ke perpustakaan karena perpustakaan juga mempunyai peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu pada masa pemerintahan Hakim Biamrillah dia sudah membangun perpustakaan “Darul Hikmah” dan menugaskan kepada para ilmuan baik di bidang ilmu naqli maupun ilmu aqli untuk mengelola perpustakaan tersebut.
Di dalamnya dilengkapi buku-buku karangan para ilmuan ternama untuk ditelaah dan dikaji. Semua orang diizinkan memanfaatkannya.
Diskusi-Diskusi diadakan secara rutin yang dihadiri oleh Khalifah Al-Hakim dan AlHakim membagi-bagikan hadiah kepada mereka.
Pada tahun itu, Daulah Fatimiyah di bawah Khalifah Al-Aziz Billah (975-996 M). Sebelumnya, pada masa Khalifah Al Muiz Lidinillah, Daulah Fatimiyah telah berhasil merebut Mesir dari tangan Daulah Abbasiyah sehingga Ibu Kota daulah ini pun pindah dari Maroko ke Mesir.
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag. dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) menuturkan Daulah Fatimiyah menjadi Daulah ketiga dalam Islam -setelah Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah Cordova - yang berhasil memajukan peradaban Islam pada periode Klasik.
Khalifah Al-Muiz Lidinillah wafat pada tahun 975 kedudukannya digantikan oleh anaknya Al-Aziz Billah.
Pada masa pemerintahan Al-Aziz Billah (975-996 M), dia dapat mewarisi sumber kekayaan negara dari ayahnya yang dapat dipergunakannya untuk lebih mengembangkan Daulah Fatimiyah.
Selain dia banyak lagi membangun istana, juga Universitas Al-Azhar semakin dikembangkannya sehingga mampu menyediakan asrama bagi mahasiswa dengan gratis.
Demikian juga makan dan pakaian mereka disediakan oleh negara sehingga mahasiswa dapat berkonsentrasi penuh menekuni kuliah mereka.
Stabilnya ekonomi negara pada masa Khalifah Al-Aziz Billah memberi peluang baginya untuk memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan.
Untuk itu, istana-istana, masjid-masjid dan perpustakaan-perpustakaan dijadikannya sebagai tempat mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam Bahkan Wazirnya (Perdana Menteri) yang bernama Ya’qub ibn Keles – seorang Yahudi yang masuk Islam – mengadakan pertemuan-pertemuan besar di istananya pada setiap hari Kamis dan Jumat dan dia membacakan karangan-karangannya kepada para hadirin.
Adapun yang menjadi peserta pertemuan adalah para Qadhi, Fuqaha, ahli Qira’at, ahli Nahwu, ulama Hadis dan para pembesar negara yang berbakat.
Perdana Menterinya juga mengarang dan menyusun kitab-kitab terbesar dalam bidang Fiqih Syiah yang dipelajari oleh ulama Fuqaha dan mereka menjadikan masjid-masjid sebagai tempat pertemuan.
Ya’qub ibn Keles juga menyampaikan ceramah kepada hadirin tentang aqidah Syah Ismailyah di masjid-masjid. Kitab terbesar dalam bidang Fiqih Syi’ah adalah kitab karangan Ya’qub ibn Keles.
Khalifah Al-Hakim Biamrillah
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Hakim Biamrillah kegiatan diskusi-diskusi semakin dikembangkan dari istana beralih ke perpustakaan karena perpustakaan juga mempunyai peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu pada masa pemerintahan Hakim Biamrillah dia sudah membangun perpustakaan “Darul Hikmah” dan menugaskan kepada para ilmuan baik di bidang ilmu naqli maupun ilmu aqli untuk mengelola perpustakaan tersebut.
Di dalamnya dilengkapi buku-buku karangan para ilmuan ternama untuk ditelaah dan dikaji. Semua orang diizinkan memanfaatkannya.
Diskusi-Diskusi diadakan secara rutin yang dihadiri oleh Khalifah Al-Hakim dan AlHakim membagi-bagikan hadiah kepada mereka.