Penemuan-penemuan Ilmuwan Muslim yang Mengubah Dunia
Rabu, 13 November 2024 - 09:45 WIB
Ternyata banyak penemuan-penemuan ilmuwan muslim yang justru mengubah wajah dunia. Hubungan Al-Qur'an dengan sains tidak dapat dipisahkan dan Islam merupakan satu-satunya agama yang respek terhadap ilmu pengetahuan.
Allah Ta'ala berfirman:
"Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". (QS Thaha ayat 114)
Sejak zaman Nabi dan para Tabi'in dan penerusnya, ilmuwan muslim sudah mulai mempelajari banyak hal termasuk ilmu sains. Imam Al-Ghazali (1058-1111) pernah mengatakan, Al-Qur'an itu laksana lautan yang tak bertepi, dan jika sekiranya lautan itu menjadi tinta untuk menjelaskan kata-kata Tuhanku, niscaya lautan itu akan habis sebelum kata-kata Tuhan itu berakhir.
Kedudukan ilmu sains di masa keemasan Islam mencapai posisi yang tinggi dan diakui dunia kala itu. Kaum muslimin menjadi pelopor terdepan dalam perkemabangan sains, mengusai puncak-puncak ilmu pengetahuan, dan universitas-universitas mereka ramai dikunjungi pelajar dari penjuru dunia, termasuk dari Eropa. Para raja Eropa mengutus putra-putra terbaik negeri mereka untuk menimba ilmu kepada ilmuan-ilmuan Islam di negeri-negeri Islam.
Menceritakan masa kegemilangan Islam bukan berarti kita membangga-banggakan masa lalu kejayaan Islam, tapi kita hanya berusaha mengobati hati sebagian pemuda muslim yang kecewa karena kondisi keterpurukan umat Islam saat ini dan menganggap bahwa Islam menghalangi kemajuan.
Padahal tidak demikian faktanya, seorang ilmuan Perancis, Gustave Le Bon, berangan-angan, "Seandainya kaum muslimin menjadi penguasa di Perancis, niscaya negara ini akan seperti Cordova di Spanyol yang muslim." (Arab Civilization, Hal: 13). Ia juga mengatakan, "Sesungguhnya bangsa Eropa adalah sebuah kota bagi negeri Arab (umat Islam) karena kehebatan peradaban yang mereka miliki." (Arab Civilization, Hal: 566).
Ketika Islam datang, orang-orang Arab jahiliyah juga mempunyai tabib, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk berobat. Beliau bersabda: "Berobatlah! Karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali membuat obatnya. Kecuali satu penyakit, yaitu tua." Rasulullah berobat dengan madu, kurma serta ilalang alami dan yang lainnya. Metode ini dikenal dengan Tibbun Nabawi (Pengobatan Nabi).
Kaum muslimin tidak hanya berhenti pada Tibbun Nabawi, mereka terus bereksperimen dan terus mengembangkan ilmu kedokteran. Ada seorang dokter muslim pada abad pertengahan, Ali bin Isa al-Kahal, spesialisasinya pada mata dan banyak merumuskan teori-teori tentang mata. Ia mengumpulkan teorinya dalam sebuah buku yang berjudul Tazkirah al-Kahalain. Adapula az-Zahrawi, orang pertama yang menemukan teori bedah dengan menggunakan suntik dan alat-alat bedah. Az-Zahrawi mengarang sebuah buku tentang ilmu bedah yang berjudul at-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif yang diterjemahkan ke bahasa latin oleh ilmuan Italia, Gerardo (1114-1187).
Sejak saat itu buku teori bedah az-Zahrawi dijadikan dasar-dasar ilmu bedah di Eropa hingga 5 abad kemudian, yakni abad ke-16, lalu mempengaruhi perkembangan ilmu bedah di masa berikutnya. Seorang pakar anatomi tubuh, Hallery, mengatakan: "Seluruh pakar bedah Eropa sesudah abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan buku ini (at-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif)." (Fi Tarikh at-Tib fi ad-Daulah al-Islamiyah, Hal: 132-133).
Kemudian umat Islam juga merupakan generasi pertama yang membangun rumah sakit. Rumah sakit Islam pertama kali didirikan pada masa pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, yang memegang jabatan antara 705-715 M. Rumah sakit ini khusus untuk penderita lepra. Setelah itu banyak rumah sakit dibangun di wilayah-wilayah kekuasaan Islam lainnya. Saat itu rumah sakit disebut dengan istilah al-Baimarastanat (tempat tinggal orang sakit) bukan dengan istilah musytasyfa. Sembilan abad kemudian barulah rumah sakit-rumah sakit didirikan di Eropa.
Arsitektur adalah ilmu yang dikenal sejak dulu karena kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal serta tempat-tempat yang menjadi kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan hewan pun memiliki naluri dan insting untuk membuat bangunan tempat mereka tinggal. Namun perhitungan dan perumusannya diperkirakan baru ada di zaman Mesir kuno, kemudian dilanjutkan peradaban Babilonia dan Yunani.
Ilmu arsitektur masuk ke dunia Arab Islam melalui penerjemahan buku-buku arsitektur Yunani ke dalam bahasa Arab, khususnya buku Euclides, Ushul al-Handasah. Dari sinilah inovasi terhadap ilmu arsiterktur mulai dilakukan.
Orang-orang Arab Islam membagi arsitektur ke dalam dua bagian; aqliyah (nalar/matematika) dan hissiyah (seni atau sentuhan), atau dengan bahasa yang lebih mudah aqliyah adalah yang berkaitan dengan teori sedangkan hissiyah adalah tataran praktis. Kita dapati sebagaian karya arsitek Islam, Ibnu Haitsam, membuat teori persamaan dan materi dalam pembahasan cahaya untuk menentukan titik pantul dalam kondisi bulat berbentuk cakeram, krucut, cembung, atau botol kaca.
Pujian pun dilontarkan oleh ilmuan-ilmuan Barat terhadap arsitek dan arsitektur Islam. Martin Isbraikes, salah seorang orientalis yang meneliti sejarah Islam dalam masalah arsitektur dan ruang, mengatakan: "Meski dunia Arab diliputi kebodohan dalam bidang arsitek pada permulaan masa penaklukkan, namun pada kenyataannya arsitektur-arsitektur Islam terlihat di setiap negeri dan setiap zaman, berikut pengaruhnya dalam peradaban Islam. Di negeri Islamlah terdapat banyak bangunan sekolah setempat yang merupakan lambang keahlian pembuatnya." (Turats Islam bi Isyraf, Hal: 232).
Hidup di tengah kota besar Kairo pada awal tahun 100-an M, Ibnu al-Haytam dikenal sebagai seorang ilmuwan yang paling terkemuka. Ia mengembangkan berbagai macam teori sains. Ketika menjadi tahanan rumah pada saat Bani Fatimiah berkuasa, ia mulai mempelajari kerja cahaya. Sebagian penelitiannya terfokus pada bagaimana memungsikan lensa pada kamera.
Allah Ta'ala berfirman:
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۗ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُ ۖ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
"Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". (QS Thaha ayat 114)
Sejak zaman Nabi dan para Tabi'in dan penerusnya, ilmuwan muslim sudah mulai mempelajari banyak hal termasuk ilmu sains. Imam Al-Ghazali (1058-1111) pernah mengatakan, Al-Qur'an itu laksana lautan yang tak bertepi, dan jika sekiranya lautan itu menjadi tinta untuk menjelaskan kata-kata Tuhanku, niscaya lautan itu akan habis sebelum kata-kata Tuhan itu berakhir.
Kedudukan ilmu sains di masa keemasan Islam mencapai posisi yang tinggi dan diakui dunia kala itu. Kaum muslimin menjadi pelopor terdepan dalam perkemabangan sains, mengusai puncak-puncak ilmu pengetahuan, dan universitas-universitas mereka ramai dikunjungi pelajar dari penjuru dunia, termasuk dari Eropa. Para raja Eropa mengutus putra-putra terbaik negeri mereka untuk menimba ilmu kepada ilmuan-ilmuan Islam di negeri-negeri Islam.
Menceritakan masa kegemilangan Islam bukan berarti kita membangga-banggakan masa lalu kejayaan Islam, tapi kita hanya berusaha mengobati hati sebagian pemuda muslim yang kecewa karena kondisi keterpurukan umat Islam saat ini dan menganggap bahwa Islam menghalangi kemajuan.
Padahal tidak demikian faktanya, seorang ilmuan Perancis, Gustave Le Bon, berangan-angan, "Seandainya kaum muslimin menjadi penguasa di Perancis, niscaya negara ini akan seperti Cordova di Spanyol yang muslim." (Arab Civilization, Hal: 13). Ia juga mengatakan, "Sesungguhnya bangsa Eropa adalah sebuah kota bagi negeri Arab (umat Islam) karena kehebatan peradaban yang mereka miliki." (Arab Civilization, Hal: 566).
Penemuan-penemuan Ilmuwan Muslim yang Mengubah Dunia
1. Penemuan di Bidang Kesehatan
Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang perkembangannya sangat cepat. Umat Islam memberikan sumbangsih yang sangat besar pada cabang ilmu pengetahuan ini. Kedokteran Islam bukan sekadar mendiagnosa mengobati penyakit lalu selesai, tapi meliputi dasar-dasar metode eksperimen yang sangat berpengaruh pada seluruh sisi-sisi praktis sebagai pencegahan dan pengobatan, meringankan dan akurasi pengobatan, serta menjauhkan manusia dari pola hidup yang buruk.Ketika Islam datang, orang-orang Arab jahiliyah juga mempunyai tabib, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk berobat. Beliau bersabda: "Berobatlah! Karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali membuat obatnya. Kecuali satu penyakit, yaitu tua." Rasulullah berobat dengan madu, kurma serta ilalang alami dan yang lainnya. Metode ini dikenal dengan Tibbun Nabawi (Pengobatan Nabi).
Kaum muslimin tidak hanya berhenti pada Tibbun Nabawi, mereka terus bereksperimen dan terus mengembangkan ilmu kedokteran. Ada seorang dokter muslim pada abad pertengahan, Ali bin Isa al-Kahal, spesialisasinya pada mata dan banyak merumuskan teori-teori tentang mata. Ia mengumpulkan teorinya dalam sebuah buku yang berjudul Tazkirah al-Kahalain. Adapula az-Zahrawi, orang pertama yang menemukan teori bedah dengan menggunakan suntik dan alat-alat bedah. Az-Zahrawi mengarang sebuah buku tentang ilmu bedah yang berjudul at-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif yang diterjemahkan ke bahasa latin oleh ilmuan Italia, Gerardo (1114-1187).
Sejak saat itu buku teori bedah az-Zahrawi dijadikan dasar-dasar ilmu bedah di Eropa hingga 5 abad kemudian, yakni abad ke-16, lalu mempengaruhi perkembangan ilmu bedah di masa berikutnya. Seorang pakar anatomi tubuh, Hallery, mengatakan: "Seluruh pakar bedah Eropa sesudah abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan buku ini (at-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif)." (Fi Tarikh at-Tib fi ad-Daulah al-Islamiyah, Hal: 132-133).
Kemudian umat Islam juga merupakan generasi pertama yang membangun rumah sakit. Rumah sakit Islam pertama kali didirikan pada masa pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul Malik, yang memegang jabatan antara 705-715 M. Rumah sakit ini khusus untuk penderita lepra. Setelah itu banyak rumah sakit dibangun di wilayah-wilayah kekuasaan Islam lainnya. Saat itu rumah sakit disebut dengan istilah al-Baimarastanat (tempat tinggal orang sakit) bukan dengan istilah musytasyfa. Sembilan abad kemudian barulah rumah sakit-rumah sakit didirikan di Eropa.
2. Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu yang dikenal sejak dulu karena kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal serta tempat-tempat yang menjadi kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan hewan pun memiliki naluri dan insting untuk membuat bangunan tempat mereka tinggal. Namun perhitungan dan perumusannya diperkirakan baru ada di zaman Mesir kuno, kemudian dilanjutkan peradaban Babilonia dan Yunani.
Ilmu arsitektur masuk ke dunia Arab Islam melalui penerjemahan buku-buku arsitektur Yunani ke dalam bahasa Arab, khususnya buku Euclides, Ushul al-Handasah. Dari sinilah inovasi terhadap ilmu arsiterktur mulai dilakukan.
Orang-orang Arab Islam membagi arsitektur ke dalam dua bagian; aqliyah (nalar/matematika) dan hissiyah (seni atau sentuhan), atau dengan bahasa yang lebih mudah aqliyah adalah yang berkaitan dengan teori sedangkan hissiyah adalah tataran praktis. Kita dapati sebagaian karya arsitek Islam, Ibnu Haitsam, membuat teori persamaan dan materi dalam pembahasan cahaya untuk menentukan titik pantul dalam kondisi bulat berbentuk cakeram, krucut, cembung, atau botol kaca.
Pujian pun dilontarkan oleh ilmuan-ilmuan Barat terhadap arsitek dan arsitektur Islam. Martin Isbraikes, salah seorang orientalis yang meneliti sejarah Islam dalam masalah arsitektur dan ruang, mengatakan: "Meski dunia Arab diliputi kebodohan dalam bidang arsitek pada permulaan masa penaklukkan, namun pada kenyataannya arsitektur-arsitektur Islam terlihat di setiap negeri dan setiap zaman, berikut pengaruhnya dalam peradaban Islam. Di negeri Islamlah terdapat banyak bangunan sekolah setempat yang merupakan lambang keahlian pembuatnya." (Turats Islam bi Isyraf, Hal: 232).
3. Kamera
Sulit kita bayangkan dunia modern saat ini tanpa kamera. Perusahaan-perusahaan besar seperti Instagram dan Canon memanfaatkan tekonologi ini sebagai 'barang dagang' mereka yang utama. Seorang ilmuan Islam yang bernama Ibnu al-Haytam adalah orang pertama yang mengembangkan kemampuan optik untuk difungsikan menjadi kamera.Hidup di tengah kota besar Kairo pada awal tahun 100-an M, Ibnu al-Haytam dikenal sebagai seorang ilmuwan yang paling terkemuka. Ia mengembangkan berbagai macam teori sains. Ketika menjadi tahanan rumah pada saat Bani Fatimiah berkuasa, ia mulai mempelajari kerja cahaya. Sebagian penelitiannya terfokus pada bagaimana memungsikan lensa pada kamera.