Malaikat Harut Marut Menurut Sayyid Qutub dan Wahbah Al-Zuhaili
Jum'at, 15 November 2024 - 09:32 WIB
KISAH tentang malaikat yang telah diberi syahwat oleh Allah SWT, Harut dan Marut , terdapat dalam al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 102. Hanya saja, kisah-kisah yang disampaikan para mufassir berbeda-beda. Kisah Israiliyat juga lebih dominan.
Allah SWT berfirman:
Wattabau ma tatlusy-syayatinu ala mulki sulaiman(a), wa ma kafara sulaimanu wa lakinnnasy-syayatina kafaru yuallimunan-nasas sihr(a), wa ma unzila alal-malakaini bibabila haruta wa marut(a), wa ma yuallimani min ahadin hatta yaqula innama nahnu fitnatun fala takfur, fayataallamuna minhuma ma yufarriquna bihi bainal-mar'i wa zaujih(i), wa ma hum bidarrina bihi min ahadin illa bi'iznillah(i), wa yataallamuna ma yadurruhum wa la yanfauhum, wa laqad alimu lamanisytarahu ma lahu fil-akhirati min khalaq(in), wa labi'sa ma syarau bihi anfusahum, lau kanu ya'lamun
Artinya: Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut.
Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir."
Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya.
Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu. ( QS Al-Baqarah : 102)
Dalam tafsir Sayyid Qutub menjelaskan bahwa bahwa orang-orang Yahudi pada masa kerajaan Nabi Sulaiman meninggalkan kitab Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka, lantas mengikuti apa yang diceritakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Nabi Sulaiman.
Dan, mengikuti sesuatu untuk menyesatkan manusia seperti tuduhan bohong mengenai Nabi Sulaiman , maka Allah membantah perkara tersebut, Allah memberitahukan kepada Nabi Muhammad bahwa Jibril dan Mikail tidak pernah turun dengan membawa sihir dan Allah membebaskan Sulaiman dari tuduhan sihir tersebut.
Allah memberitahukan kepada orang-orang Yahudi bahwa sihir itu adalah perbuatan setan dan setanlah yang mengajarkan sihir kepada dua orang malaikat, yaitu Hārūt dan Mārūt, yang berdiam di Babil, (Babilonia).
Sedangkan Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menjelaskan yang dimaksud dengan kata malakain dibaca malikain yang berarti dua malaikat, yaitu Hārūt dan Mārūt. Keduanya adalah manusia yang sholeh dan taat.
Orang- orang menyebut mereka malaikat karena keserupaan watak/sikap mereka dengan malaikat. Sedangkan Babil adalah kota di Irak, tepatnya daerah Kufah yang terkenal dengan sejarahnya.
Mereka mempunyai tugas untuk menjelaskan kepada manusia antara sihir dengan mukjizat, dan menjelaskan bahwa orang-orang (tukang sihir) yang mengaku diri mereka nabi secara dusta sebenarnya adalah ahli sihir, bukan nabi. Sehingga kehadirannya menjadikan peringatan kepada manusia agar berhati-hati berkenaan dengan sihir.
Ia mengancam penggunaan sihir yang mengarah pada kerusakan tatanan hidup manusia (umat).
Sayyid Qutub dalam Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an menjelaskan bahwa al-Qur’an menghapus tuduhan bahwa sihir itu dari Nabi Sulaiman dan menetapkannya bagi setan, dan al-Qur’an pula menafikan bahwa sihir itu diturunkan dari sisi Allah kepada dua orang malaikat, yakni Harut dan Marut, yang berdiam di Babilonia.
Sayyid Qutub juga mengatakan bahwa terdapat cerita yang terkenal mengenai kedua malaikat itu dan orang-orang Yahudi atau setan-setan mendakwakan bahwa kedua malaikat itu mengerti ilmu sihir dan mengajarkannya kepada manusia, dan mereka menganggap bahwa sihir ini diturunkan kepada keduanya.
Lalu, al-Qur’an menolak kebohongan itu pula bahwa telah diturunkan ilmu sihir kepada kedua malaikat itu.
Kemudian, al-Qur’an menjelaskan hakikat bahwa kedua malaikat ini di sana sebagai ujian bagi manusia karena suatu hikmah yang gaib dan keduanya selalu mengatakan kepada setiap orang yang datang kepada mereka untuk minta diajarkan ilmu sihir, sebagian orang ada yang terus saja mempelajari sihir dari kedua malaikat itu, meskipun kedua malaikat itu selalu mengingatkan dan berusaha menyadarkannya.
Maka, pada waktu itu terjadilah fitnah pada sebagian orang yang terkena fitnah, inilah bahaya dan keburukan yang senantiasa diperingatkan dan diwanti-wanti oleh kedua malaikat itu kepada mereka.
Dan, di sini al-Qur’an dengan segera menetapkan pandangan Islam yang asasi dan menyuruh bahwa tidak akan terjadi sesuatu pun di alam wujud ini kecuali dengan izin Allah.
“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah.
Sedangkan, mengenai kedua malaikat Harut dan Marut Sayyid Qutub tidak banyak membahas mengenai keduanya karena menurut Sayyid Qutb kisah mereka sangat populer di kalangan kaum Yahudi dengan dalil bahwa mereka tidak mendustakan isyarat ini dan tidak menentangnya.
Dan Sayyid Qutb tidak ingin di dalam Zilalil-Qur’an ini mengikuti dongeng-dongeng yang banyak disebutkan seputar kisah kedua malaikat tersebut karena tidak ada satu pun riwayat yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan berkenaan dengan masalah tersebut.
Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menjelaskan bahwa kaum Yahudi membuang kitab Allah. Sebagian pendeta dan ulama mereka yang telah membuang Taurat lantas mengikuti sihir dan sulap pada zaman kerajaan Sulaiman, sebab setan-setan dahulu mencuri dengar dari langit dan menambahkan kedustaan-kedustaan pada apa yang telah mereka dengar itu, kemudian mereka mengajarkannya kepada dukun yang lantas mengajarkannya kepada orang-orang.
Mereka mengatakan, “Ini adalah ilmu Sulaiman, kerajaan Sulaiman berdiri dengan ini”. Maka Allah membantah mereka bahwa Sulaiman tidak melakukan hal itu.
Sulaiman tidak mengerjakan sihir, tetapi setanlah yang kafir karena mengikuti sihir, menyusunnya, mengajarkannya kepada manusia dengan tujuan mendatangkan mudharat dan menyesatkan, serta menisbatkannya kepada Sulaiman secara dusta dan mengingkari kenabiannya.
Mereka mengajari orang-orang apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Babilonia, yaitu Hārūt dan Mārūt.
Keduanya adalah manusia yang saleh dan taat. Orang-orang menyebut mereka malaikat karena keserupaan watak/sikap mereka dengan malaikat. Hasan Bashri membacanya al-Malikaini karena kedua orang ini mirip raja dalam hal perangai dan dipatuhinya perkataan mereka.
Allah SWT berfirman:
وَاتَّبَعُوۡا مَا تَتۡلُوا الشَّيٰطِيۡنُ عَلٰى مُلۡكِ سُلَيۡمٰنَۚ وَمَا کَفَرَ سُلَيۡمٰنُ وَلٰـكِنَّ الشَّيٰـطِيۡنَ كَفَرُوۡا يُعَلِّمُوۡنَ النَّاسَ السِّحۡرَ وَمَآ اُنۡزِلَ عَلَى الۡمَلَـکَيۡنِ بِبَابِلَ هَارُوۡتَ وَمَارُوۡتَؕ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنۡ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوۡلَاۤ اِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَةٌ فَلَا تَكۡفُرۡؕ فَيَتَعَلَّمُوۡنَ مِنۡهُمَا مَا يُفَرِّقُوۡنَ بِهٖ بَيۡنَ الۡمَرۡءِ وَ زَوۡجِهٖؕ وَمَا هُمۡ بِضَآرِّيۡنَ بِهٖ مِنۡ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذۡنِ اللّٰهِؕ وَيَتَعَلَّمُوۡنَ مَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنۡفَعُهُمۡؕ وَلَقَدۡ عَلِمُوۡا لَمَنِ اشۡتَرٰٮهُ مَا لَهٗ فِى الۡاٰخِرَةِ مِنۡ خَلَاقٍؕ وَلَبِئۡسَ مَا شَرَوۡا بِهٖۤ اَنۡفُسَهُمۡؕ لَوۡ کَانُوۡا يَعۡلَمُوۡنَ
Wattabau ma tatlusy-syayatinu ala mulki sulaiman(a), wa ma kafara sulaimanu wa lakinnnasy-syayatina kafaru yuallimunan-nasas sihr(a), wa ma unzila alal-malakaini bibabila haruta wa marut(a), wa ma yuallimani min ahadin hatta yaqula innama nahnu fitnatun fala takfur, fayataallamuna minhuma ma yufarriquna bihi bainal-mar'i wa zaujih(i), wa ma hum bidarrina bihi min ahadin illa bi'iznillah(i), wa yataallamuna ma yadurruhum wa la yanfauhum, wa laqad alimu lamanisytarahu ma lahu fil-akhirati min khalaq(in), wa labi'sa ma syarau bihi anfusahum, lau kanu ya'lamun
Artinya: Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut.
Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir."
Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya.
Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu. ( QS Al-Baqarah : 102)
Dalam tafsir Sayyid Qutub menjelaskan bahwa bahwa orang-orang Yahudi pada masa kerajaan Nabi Sulaiman meninggalkan kitab Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka, lantas mengikuti apa yang diceritakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Nabi Sulaiman.
Dan, mengikuti sesuatu untuk menyesatkan manusia seperti tuduhan bohong mengenai Nabi Sulaiman , maka Allah membantah perkara tersebut, Allah memberitahukan kepada Nabi Muhammad bahwa Jibril dan Mikail tidak pernah turun dengan membawa sihir dan Allah membebaskan Sulaiman dari tuduhan sihir tersebut.
Allah memberitahukan kepada orang-orang Yahudi bahwa sihir itu adalah perbuatan setan dan setanlah yang mengajarkan sihir kepada dua orang malaikat, yaitu Hārūt dan Mārūt, yang berdiam di Babil, (Babilonia).
Sedangkan Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menjelaskan yang dimaksud dengan kata malakain dibaca malikain yang berarti dua malaikat, yaitu Hārūt dan Mārūt. Keduanya adalah manusia yang sholeh dan taat.
Orang- orang menyebut mereka malaikat karena keserupaan watak/sikap mereka dengan malaikat. Sedangkan Babil adalah kota di Irak, tepatnya daerah Kufah yang terkenal dengan sejarahnya.
Mereka mempunyai tugas untuk menjelaskan kepada manusia antara sihir dengan mukjizat, dan menjelaskan bahwa orang-orang (tukang sihir) yang mengaku diri mereka nabi secara dusta sebenarnya adalah ahli sihir, bukan nabi. Sehingga kehadirannya menjadikan peringatan kepada manusia agar berhati-hati berkenaan dengan sihir.
Ia mengancam penggunaan sihir yang mengarah pada kerusakan tatanan hidup manusia (umat).
Sayyid Qutub dalam Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an menjelaskan bahwa al-Qur’an menghapus tuduhan bahwa sihir itu dari Nabi Sulaiman dan menetapkannya bagi setan, dan al-Qur’an pula menafikan bahwa sihir itu diturunkan dari sisi Allah kepada dua orang malaikat, yakni Harut dan Marut, yang berdiam di Babilonia.
Sayyid Qutub juga mengatakan bahwa terdapat cerita yang terkenal mengenai kedua malaikat itu dan orang-orang Yahudi atau setan-setan mendakwakan bahwa kedua malaikat itu mengerti ilmu sihir dan mengajarkannya kepada manusia, dan mereka menganggap bahwa sihir ini diturunkan kepada keduanya.
Lalu, al-Qur’an menolak kebohongan itu pula bahwa telah diturunkan ilmu sihir kepada kedua malaikat itu.
Kemudian, al-Qur’an menjelaskan hakikat bahwa kedua malaikat ini di sana sebagai ujian bagi manusia karena suatu hikmah yang gaib dan keduanya selalu mengatakan kepada setiap orang yang datang kepada mereka untuk minta diajarkan ilmu sihir, sebagian orang ada yang terus saja mempelajari sihir dari kedua malaikat itu, meskipun kedua malaikat itu selalu mengingatkan dan berusaha menyadarkannya.
Maka, pada waktu itu terjadilah fitnah pada sebagian orang yang terkena fitnah, inilah bahaya dan keburukan yang senantiasa diperingatkan dan diwanti-wanti oleh kedua malaikat itu kepada mereka.
Dan, di sini al-Qur’an dengan segera menetapkan pandangan Islam yang asasi dan menyuruh bahwa tidak akan terjadi sesuatu pun di alam wujud ini kecuali dengan izin Allah.
“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah.
Sedangkan, mengenai kedua malaikat Harut dan Marut Sayyid Qutub tidak banyak membahas mengenai keduanya karena menurut Sayyid Qutb kisah mereka sangat populer di kalangan kaum Yahudi dengan dalil bahwa mereka tidak mendustakan isyarat ini dan tidak menentangnya.
Dan Sayyid Qutb tidak ingin di dalam Zilalil-Qur’an ini mengikuti dongeng-dongeng yang banyak disebutkan seputar kisah kedua malaikat tersebut karena tidak ada satu pun riwayat yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan berkenaan dengan masalah tersebut.
Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menjelaskan bahwa kaum Yahudi membuang kitab Allah. Sebagian pendeta dan ulama mereka yang telah membuang Taurat lantas mengikuti sihir dan sulap pada zaman kerajaan Sulaiman, sebab setan-setan dahulu mencuri dengar dari langit dan menambahkan kedustaan-kedustaan pada apa yang telah mereka dengar itu, kemudian mereka mengajarkannya kepada dukun yang lantas mengajarkannya kepada orang-orang.
Mereka mengatakan, “Ini adalah ilmu Sulaiman, kerajaan Sulaiman berdiri dengan ini”. Maka Allah membantah mereka bahwa Sulaiman tidak melakukan hal itu.
Sulaiman tidak mengerjakan sihir, tetapi setanlah yang kafir karena mengikuti sihir, menyusunnya, mengajarkannya kepada manusia dengan tujuan mendatangkan mudharat dan menyesatkan, serta menisbatkannya kepada Sulaiman secara dusta dan mengingkari kenabiannya.
Mereka mengajari orang-orang apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Babilonia, yaitu Hārūt dan Mārūt.
Keduanya adalah manusia yang saleh dan taat. Orang-orang menyebut mereka malaikat karena keserupaan watak/sikap mereka dengan malaikat. Hasan Bashri membacanya al-Malikaini karena kedua orang ini mirip raja dalam hal perangai dan dipatuhinya perkataan mereka.
(mhy)