Sihir masa Nabi Musa: Sebuah Ilusi Bukan Kenyataan
Jum'at, 15 November 2024 - 07:48 WIB
Para nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad SAW , seperti Nabi Sulaiman dan Nabi Musa as telah menghadapi orang-orang dan musuh yang memakai ilmu sihir .
Mereka menjadi perintang dan memusuhi ajaran nabi-nabi sebagai puncaknya adalah zaman Nabi Musa as yang harus berhadapan dan adu kemahiran dengan ahli-ahli sihir.
Antara mukjizat dengan ilmu sihir diadu dan diuji di tengah-tengah masyarakat atau disaksikan oleh masyarakat ramai.
"Tongkat Nabi Musa sebagai mukjizat dari Tuhan melawan ular-ular ahli sihir, dan mengalahkan ilmu sihir," tulis Taufik Hidayat dalam "Eksistensi Sihir Dalam Mendekontruksi Akidah Muslim" (Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2006).
Kemampuan tukang sihir adalah menguasai mata orang yang disihir agar apa yang dilihat sebenarnya tidak terjadi dan tidak ada. Mata orang yang terkena sihir menjadi tunduk kepada keinginannya penyihir.
Oleh karena itu, sihir adalah sesuatu yang sebenarnya merupakan sebuah ilusi, bukan suatu kenyataan, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an:
Artinya: “dia (Musa) bicara,” silahkan kamu melontarkan!” Maka tiba-tiba tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang oleh Musa seakan-akan mereka merayap cepat, karena sihir mereka”. ( QS Thaha , 20;66).
Ayat di atas menyatakan bahwa Musa terbayang seakan-akan ia merayap cepat, pada kenyataannya tali-tali tersebut tidak bergerak sama sekali, dapat disimpulkan bahwa sihir hanyalah ilusi.
Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam "Dosa-Dosa Besar" (Gema Insani Press, 2000) menyebut karena tukang sihir menyihir mata manusia, sementara tidak ada seorang pun yang menyihir kedua mata tukang sihir itu.
Terlarang
Menurut Para ulama mempelajari sihir tidak terlarang, yang terlarang adalah mempraktikkannya. Seseorang pernah berkata kepada Umar bin Khattab , “Fulan tidak mengenal kejahatan.
Umar menyahut, “Wajar kalau ia terjerumus ke dalam kejahatan.”
Ibnu Katsir mengutip perkataan ulama Mu'tazilah yang bernama Abu Abdullah ar-Razi: “Para ulama Muhaqqiqiin sepakat bahwa menguasai ilmu sihir tidaklah jelek dan tidak pula terlarang. Di antara sihir ada yang membuat pelakunya menjadi kafir."
Contohnya, sihir yang mereka klaim: mengubah bentuk manusia menjadi rupa hewan, menempuh jarak jauh yang normalnya dicapai dalam tempo sebulan hanya dalam waktu semalam, dan terbang di udara. Setiap orang yang melakukan hal ini bertujuan membuat orang-orang percaya bahwa ia benar dan ini adalah kekafiran.
Tukang sihir ini dibunuh sebab ia kafir kepada para Nabi; ia mengklaim dirinya dapat melakukan seperti mukjizat mereka.
Adapun menurut pihak yang menganggap sihir adalah tipuan, penyamaran, dan imajinasi belaka, tukang sihir tidak dibunuh, kecuali jika dengan sihir itu dia membunuh seseorang maka ia dibunuh sebagai hukuman qisas.
Tidak dipungkiri bahwa tukang sihir dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, yang berada di luar kesanggupan manusia (seperti: menimbulkan sakit, perceraian suami istri, hilang akal, disfungsi organ tubuh, dan sebagainya yang sudah terbukti bahwa mustahil manusia dapat melakukannya).
Mereka menjadi perintang dan memusuhi ajaran nabi-nabi sebagai puncaknya adalah zaman Nabi Musa as yang harus berhadapan dan adu kemahiran dengan ahli-ahli sihir.
Antara mukjizat dengan ilmu sihir diadu dan diuji di tengah-tengah masyarakat atau disaksikan oleh masyarakat ramai.
"Tongkat Nabi Musa sebagai mukjizat dari Tuhan melawan ular-ular ahli sihir, dan mengalahkan ilmu sihir," tulis Taufik Hidayat dalam "Eksistensi Sihir Dalam Mendekontruksi Akidah Muslim" (Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2006).
Kemampuan tukang sihir adalah menguasai mata orang yang disihir agar apa yang dilihat sebenarnya tidak terjadi dan tidak ada. Mata orang yang terkena sihir menjadi tunduk kepada keinginannya penyihir.
Oleh karena itu, sihir adalah sesuatu yang sebenarnya merupakan sebuah ilusi, bukan suatu kenyataan, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an:
Artinya: “dia (Musa) bicara,” silahkan kamu melontarkan!” Maka tiba-tiba tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang oleh Musa seakan-akan mereka merayap cepat, karena sihir mereka”. ( QS Thaha , 20;66).
Ayat di atas menyatakan bahwa Musa terbayang seakan-akan ia merayap cepat, pada kenyataannya tali-tali tersebut tidak bergerak sama sekali, dapat disimpulkan bahwa sihir hanyalah ilusi.
Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam "Dosa-Dosa Besar" (Gema Insani Press, 2000) menyebut karena tukang sihir menyihir mata manusia, sementara tidak ada seorang pun yang menyihir kedua mata tukang sihir itu.
Terlarang
Menurut Para ulama mempelajari sihir tidak terlarang, yang terlarang adalah mempraktikkannya. Seseorang pernah berkata kepada Umar bin Khattab , “Fulan tidak mengenal kejahatan.
Umar menyahut, “Wajar kalau ia terjerumus ke dalam kejahatan.”
Ibnu Katsir mengutip perkataan ulama Mu'tazilah yang bernama Abu Abdullah ar-Razi: “Para ulama Muhaqqiqiin sepakat bahwa menguasai ilmu sihir tidaklah jelek dan tidak pula terlarang. Di antara sihir ada yang membuat pelakunya menjadi kafir."
Contohnya, sihir yang mereka klaim: mengubah bentuk manusia menjadi rupa hewan, menempuh jarak jauh yang normalnya dicapai dalam tempo sebulan hanya dalam waktu semalam, dan terbang di udara. Setiap orang yang melakukan hal ini bertujuan membuat orang-orang percaya bahwa ia benar dan ini adalah kekafiran.
Tukang sihir ini dibunuh sebab ia kafir kepada para Nabi; ia mengklaim dirinya dapat melakukan seperti mukjizat mereka.
Adapun menurut pihak yang menganggap sihir adalah tipuan, penyamaran, dan imajinasi belaka, tukang sihir tidak dibunuh, kecuali jika dengan sihir itu dia membunuh seseorang maka ia dibunuh sebagai hukuman qisas.
Tidak dipungkiri bahwa tukang sihir dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, yang berada di luar kesanggupan manusia (seperti: menimbulkan sakit, perceraian suami istri, hilang akal, disfungsi organ tubuh, dan sebagainya yang sudah terbukti bahwa mustahil manusia dapat melakukannya).
(mhy)