Bagaimana Hukumnya Percaya pada Ramalan dan Jika Ada yang Terbukti?
Kamis, 06 Februari 2025 - 05:15 WIB
Bagaimana hukum memercayai ramalan dalam Islam? Dan bagaimana pula menyikapinya jika ada ramalan yang terbukti?
Soal ramalan ini, tengah ramai diperbincangkan di Tanah Air. Bahkan menjadi viral di berbagai media sosial Tanah Air.
Ustad Ahmad Sarwat Lc, dari Rumah Fiqih Indonesia menjelaskannya sebagai berikut:
Peramal dalam bahasa Arabnya adalah‘arraf.Istilah ini mencakup setiap orang yang mengklaim mengetahui hal-hal gaib, baik tentang masa mendatang atau yang ada pada hati manusia, baik dengan cara berhubungan dengan jin, atau melihat (mengamati), atau dengan menggaris-garis di pasir atau membaca alas gelas minum atau dengan cara lainnya.
Perbuatan menjadi peramal adalah perbuatan dosa . Dan tidak ada peramal kalau tidak ada orang yang datang minta diramal. Karena itu, hadis nabi bukan hanya melarang praktek meramal, tetapi mendatangi peramal pun juga dosa.
Dan Inilah konsekuensi hukum Islam bila mempercayai sebuah ramalan :
Siapa yang mendatangi ‘arraf lalu ia menanyakan sesuatu dan membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. (HR Muslii dan Ahmad)
Sebab, di antara (ajaran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah bahwa hal-hal yang gaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah.
Allah berfirman:
Qul laa ya'lamu mman fis sammaawaati wal ardil ghaiba illal laah; wa maa yash'uruuna aiyaana yub'asuun
Artinya : "Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah." (QS An-Naml 65)
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya selain Dia sendiri. (QS AI-An’am: 59)
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya. (QS Jin: 26 - 27)
Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tidak mengetahui hal-hal ghaib kecuali yang diberitahukan Allah kepadanya melalui wahyu, karenanya Allah berfirman kepadanya:
Katakanlah, “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bag’i diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah, dan sekiranya aku men getahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS Al-A’raf: 188)
Begitu juga jin, yang oleh para tukang sihir dan dukun dimintai pertolongan, mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui hal-hal gaib. Al-Qur’an menceritakan bahwa jin-jin Nabi Sulaiman ‘alaihis-salam tidak mengetahui kematian beliau.
Maka tatkala ia (Sulaiman ‘alaihis-salam) tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka men getahui yang ghaib, tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.(QS Saba’: 14).
Soal ramalan ini, tengah ramai diperbincangkan di Tanah Air. Bahkan menjadi viral di berbagai media sosial Tanah Air.
Ustad Ahmad Sarwat Lc, dari Rumah Fiqih Indonesia menjelaskannya sebagai berikut:
Peramal dalam bahasa Arabnya adalah‘arraf.Istilah ini mencakup setiap orang yang mengklaim mengetahui hal-hal gaib, baik tentang masa mendatang atau yang ada pada hati manusia, baik dengan cara berhubungan dengan jin, atau melihat (mengamati), atau dengan menggaris-garis di pasir atau membaca alas gelas minum atau dengan cara lainnya.
Perbuatan menjadi peramal adalah perbuatan dosa . Dan tidak ada peramal kalau tidak ada orang yang datang minta diramal. Karena itu, hadis nabi bukan hanya melarang praktek meramal, tetapi mendatangi peramal pun juga dosa.
Dan Inilah konsekuensi hukum Islam bila mempercayai sebuah ramalan :
1. Salatnya Tidak Diterima 40 Hari
Disebutkan bahwa salatnya tidak diterima sebanyak empat puluh hari.Nauzu billahi min zalik. Rasulullah saw bersabda:Siapa yang mendatangi ‘arraf lalu ia menanyakan sesuatu dan membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. (HR Muslii dan Ahmad)
2. Kufur kepada Agama Islam
Barangsiapa mendatangi Kahin (dukun), lalu membenarkan apa yang diucapkannya, niscaya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. (HR Abu Daud, at-Tirmidz Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi)Sebab, di antara (ajaran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah bahwa hal-hal yang gaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah.
Allah berfirman:
قُلْ لَّا يَعۡلَمُ مَنۡ فِى السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ الۡغَيۡبَ اِلَّا اللّٰهُؕ وَمَا يَشۡعُرُوۡنَ اَيَّانَ يُبۡعَثُوۡنَ
Qul laa ya'lamu mman fis sammaawaati wal ardil ghaiba illal laah; wa maa yash'uruuna aiyaana yub'asuun
Artinya : "Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah." (QS An-Naml 65)
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya selain Dia sendiri. (QS AI-An’am: 59)
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya. (QS Jin: 26 - 27)
Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tidak mengetahui hal-hal ghaib kecuali yang diberitahukan Allah kepadanya melalui wahyu, karenanya Allah berfirman kepadanya:
Katakanlah, “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bag’i diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah, dan sekiranya aku men getahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS Al-A’raf: 188)
Begitu juga jin, yang oleh para tukang sihir dan dukun dimintai pertolongan, mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui hal-hal gaib. Al-Qur’an menceritakan bahwa jin-jin Nabi Sulaiman ‘alaihis-salam tidak mengetahui kematian beliau.
Maka tatkala ia (Sulaiman ‘alaihis-salam) tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka men getahui yang ghaib, tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.(QS Saba’: 14).
Lihat Juga :