Setan Senang Melihat Orang Beriman Bersedih
Selasa, 08 September 2020 - 19:44 WIB
Senang dan sedih adalah fitrah perasaan manusia yang mewarnai kehidupannya. Namun, tidak ada seorang manusia pun yang terus merasa senang , dan tidak pula terus dalam duka dan kesedihan . Keduanya, akan datang silih berganti. Semuanya merasakan senang dan duka datang silih berganti.
Allah menciptakan kesenangan agar manusia menyadari nikmatnya kebahagiaan , sehingga ia bersyukur dan berbagi. Sebaliknya, Allah berikan kesedihan, agar ia tunduk bersimpuh di hadapan-Nya agar tidak menyombongkan diri. (Baca juga : Mengapa Jodoh Tak Kunjung Datang? )
Sebagai seorang muslim, perlu kita sadari bahwa kesenangan dunia dan kesengsaraannya adalah ujian dari Allah Ta'ala. Apakah kita, bisa menjadi hamba yang bersyukur saat diberi nikmat dan sabar saat diberi cobaan, ataukah sebaliknya. Karena dunia ini adalah daarul ibtilaa’ (negeri tempat ujian dan cobaan).
Allah Ta'ala berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35).
(Baca juga : Bagaimana Meraih Keberkahan dalam Makanan? )
Juga firman Allah Ta'ala :
وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ
“Dialah Allah yang menjadikan seorang tertawa dan menangis” (QS. An-Najm: 43).
Manusia sedih berdasarkan tingkat berpikirnya. Susahnya orang kecil tidak seperti susahnya orang besar. Karena itu, kesedihan itu kembalinya kepada faktor-faktor tertentu. Kesedihan dapat menimpa kepada segala lapisan orang, baik dia orang biasa, orang lemah keperibadian atau orang kuat dan sehat.
Tapi pada hakekatnya, ketika seseorang dihadapkan kepada ujian, pasti dia berfikir bagaimana cara menanggulanginya. Mampukan dia atau tidak. Ini pertanda bahwa di dalam hidupnya dia harus menjawab segala macam ujian. Tidak semua yang diharapkan pasti diperolehnya.
(Baca juga : Istri Tak Taat, Suami Berhak Tidak Menafkahi? )
Di dalam kehidupan ini banyak hal-hal yang datangnya secara spontanitas . Tidak terduga sebelumnya, terkadang kehilangan orang yang dihormati dan dicintai. Terkadang kehilangan harta, keluarga, bahkan harus meninggalkan tanah air. Tabiat kehidupan di dunia sama pula dengan tabiat manusia itu sendiri yang serba penuh ujian dan kesedihan.
Allah Ta'ala berfirman di dalam Al-Qur’an :
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.(QS Al-Baqarah :155).
(Baca juga : Harga Vaksin Merah Putih Ditaksir Rp74.087 Perdosis )
Kalau manusia pada umumnya pasti mendapatkan ujian, betapa pula orang mukmin yang pasti lebih besar pula dia untuk mendapatkan ujian. Oleh karena itu, tidaklah tercela bila seorang merasa sedih. Itu adalah naluri.
Sedih yang Terpuji dan Tercela
Allah menciptakan kesenangan agar manusia menyadari nikmatnya kebahagiaan , sehingga ia bersyukur dan berbagi. Sebaliknya, Allah berikan kesedihan, agar ia tunduk bersimpuh di hadapan-Nya agar tidak menyombongkan diri. (Baca juga : Mengapa Jodoh Tak Kunjung Datang? )
Sebagai seorang muslim, perlu kita sadari bahwa kesenangan dunia dan kesengsaraannya adalah ujian dari Allah Ta'ala. Apakah kita, bisa menjadi hamba yang bersyukur saat diberi nikmat dan sabar saat diberi cobaan, ataukah sebaliknya. Karena dunia ini adalah daarul ibtilaa’ (negeri tempat ujian dan cobaan).
Allah Ta'ala berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Wahai manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan, untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali” (QS. Al-Anbiya: 35).
(Baca juga : Bagaimana Meraih Keberkahan dalam Makanan? )
Juga firman Allah Ta'ala :
وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ
“Dialah Allah yang menjadikan seorang tertawa dan menangis” (QS. An-Najm: 43).
Manusia sedih berdasarkan tingkat berpikirnya. Susahnya orang kecil tidak seperti susahnya orang besar. Karena itu, kesedihan itu kembalinya kepada faktor-faktor tertentu. Kesedihan dapat menimpa kepada segala lapisan orang, baik dia orang biasa, orang lemah keperibadian atau orang kuat dan sehat.
Tapi pada hakekatnya, ketika seseorang dihadapkan kepada ujian, pasti dia berfikir bagaimana cara menanggulanginya. Mampukan dia atau tidak. Ini pertanda bahwa di dalam hidupnya dia harus menjawab segala macam ujian. Tidak semua yang diharapkan pasti diperolehnya.
(Baca juga : Istri Tak Taat, Suami Berhak Tidak Menafkahi? )
Di dalam kehidupan ini banyak hal-hal yang datangnya secara spontanitas . Tidak terduga sebelumnya, terkadang kehilangan orang yang dihormati dan dicintai. Terkadang kehilangan harta, keluarga, bahkan harus meninggalkan tanah air. Tabiat kehidupan di dunia sama pula dengan tabiat manusia itu sendiri yang serba penuh ujian dan kesedihan.
Allah Ta'ala berfirman di dalam Al-Qur’an :
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.(QS Al-Baqarah :155).
(Baca juga : Harga Vaksin Merah Putih Ditaksir Rp74.087 Perdosis )
Kalau manusia pada umumnya pasti mendapatkan ujian, betapa pula orang mukmin yang pasti lebih besar pula dia untuk mendapatkan ujian. Oleh karena itu, tidaklah tercela bila seorang merasa sedih. Itu adalah naluri.
Sedih yang Terpuji dan Tercela