Di Lembah Kedua: Pikiran Tak Bisa Tinggal Bersama Kedunguan Cinta

Sabtu, 19 September 2020 - 13:37 WIB
Seorang Pengemis Mencintai Ayaz

Seorang darwis yang miskin suatu kali jatuh cinta pada Ayaz, dan kabar itu pun segera tersiar. Bila Ayaz berkuda di jalan yang bertaburkan wangian kesturi, darwis itu biasa menunggu dan kemudian lari mendapatkannya, lalu menatap padanya bagai pemain polo memancangkan matanya ke arah bola.

Akhirnya orang-orang pun melaporkan pada Mahmud tentang pengemis yang mencintai Ayaz ini. Suatu hari, ketika Ayaz berkuda bersama sultan, maka sultan berhenti dan memandang darwis itu dan terlihat olehnya bahwa jiwa Ayaz bagai sebutir gandum dan wajah darwis itu bagai bulatan tepung adonan yang melingkungi butir gandum itu.

Tampak padanya bahwa punggung pengemis itu bungkuk bagai tongkat pemukul bola polo, dan kepalanya berputar-putar sepenuhnya bagai bola dalam permainan polo.

Mahmud berkata, "Pengemis malang, inginkah kau minum dari satu gelas bersama Sultan?"

"Meskipun Tuan sebut hamba ini pengemis," jawab darwis itu, "namun hamba tak kalah dengan Tuanku dalam permainan cinta. Cinta dan kemiskinan sejalan. Tuan orang yang berdaulat, dan hati Tuan bercahaya; tetapi untuk cinta, hati yang menyala seperti hamba ini perlu. Cinta Tuan kelewat biasa. Hamba menderita kesedihan karena perpisahan. Tuan bersama sang kekasih; tetapi dalam bercinta kita harus mengenal bagaimana menderita kesedihan karena perpisahan."

Sultan pun berkata, "O kau yang telah menarik diri dari kehidupan yang biasa, cinta bagimu bagai permainan polo?"

"Begitulah," jawab pengemis itu, "karena bola selalu bergerak, seperti hamba, dan hamba pun seperti bola itu. Bola dan hamba punya kepala yang berpusing, meskipun kami tak bertangan maupun berkaki. Kami dapat bersama-sama membicarakan penderitaan yang ditimbulkan oleh tongkat pemukul pada kami; tetapi bola itu lebih beruntung daripada hamba, karena kuda menyentuhnya dengan kakinya setiap kali. Bola itu menerima pukulan tongkat pemukul pada badannya, tetapi hamba merasakan pukulan-pukulan itu dalam hati hamba."

"Darwis yang miskin," kata Sultan, "kau membanggakan kemiskinanmu, tetapi mana bukti yang dapat kauperlihatkan?"

"Hamba korbankan segalanya demi cinta," jawab darwis itu, "itulah tanda kemiskinan rohani hamba. Dan bila Tuan, o Mahmud, pernah menghayati cinta yang sebenarnya, korbankanlah hidup Tuan untuk itu; bila tidak, Tuan tak berhak bicara tentang cinta."

Setelah berkata demikian, ia pun mati, dan dunia menjadi gelap bagi Mahmud.

Seorang Arab di Persia

Suatu kali seorang Arab pergi ke Persia dan heran melihat adat kebiasaan negeri itu. Pada suatu hari kebetulan ia melalui permukiman sekelompok kaum Qalandar dan melihat beberapa laki-laki yang tak bicara sepatah kata pun.

Mereka tak punya istri dan tak punya sekeping obol pun, tetapi mereka berhati suci dan bersih. Masing-masing memegang sebuah botol berisi anggur pekat yang dituangkannya dengan hati-hati sebelum duduk. Orang Arab itu merasa senang dengan mereka; ia pun berhenti dan pada saat itu hati dan pikirannya tertuju ke jalan itu.

Melihat ini kaum Qalandar itu berkata, "Masuklah, o orang yang tak berarti!"

Maka begitulah, mau tak mau ia pun masuk. Ia diberi sepiala anggur dan segera ia pun tak sadarkan diri. Ia jadi mabuk dan kekuatannya hilang. Emas dan perak serta barang-barangnya yang berharga diambil oleh salah seorang dari kaum Qalandar, dan kepadanya diberikan anggur lebih banyak lagi, dan akhirnya ia pun dilemparkan ke luar rumah.



Kemudian orang Arab itu pun pulang ke negerinya sendiri, bermata sebelah dan miskin, keadaannya berubah dan bibirnya kering. Setiba di tempat kelahirannya, kawan-kawannya bertanya padanya, "Ada apa? Kau pengapakan uang dan barang-barangmu yang berharga itu? Apakah dicuri orang ketika kau tidur? Adakah kau telah berbuat buruk di Persia? Ceritakan pada kami! Mungkin kami dapat menolongmu!"

"Aku ngeloyor ke sana-sini di jalan," katanya, "dan tiba-tiba saja aku bertemu dengan kaum Qalandar. Tak ada yang kuketahui lagi kecuali bahwa aku telah kehilangan semua milikku dan kini aku tak punya apa-apa lagi." Mereka minta padanya agar memberikan gambaran tentang kaum Qalandar itu. Jawabnya hanya, "Orang-orang itu cuma mengatakan padaku, 'Masuklah'."

Orang Arab itu seterusnya tetap dalam keadaan heran dan tercengang, seperti anak kecil, dan melongo karena kata "Masuklah".
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Jabir bin Abdillah dia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Dan doa yang paling utama adalah Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 3790)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More