Memutus Mata Rantai Korupsi dengan Pendekatan Agama

Kamis, 24 September 2020 - 22:43 WIB
Asih bermakna mencintai sesama dengan menjauhkan sifat egosentrisme yang mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, sehingga setiap tindakan individu mengarah pada prinsip mutualisme atau saling menguntungkan. Puniya adalah keikhlasan mendermakan sebagian kekayaan pribadi untuk kepentingan umum dan tidak semata-mata memenuhi kepentingan pribadinya sendiri. Bhakti berarti kesungguhan dan kejujuran dalam mendarmabaktikan potensi diri bagi kemajuan dan ketertiban sosial yang dilaksanakan dengan kesadaran bahwa seluruh karya individu sesungguhnya diabdikan sebagai wujud yajña (pengorbanan suci) kepada Hyang Widhi Wasa beserta seluruh ciptaan-Nya.

Jelas sekali dikatakan oleh Sàrsamuccaya bahwa umat Hindu hendaknya mencari arta dan kama berdasarkan darma. Arta merupakan materi sebagai penopang kehidupan, kama adalah keinginan, dan darma adalah ajaran kebenaran, pandangan hidup atau tuntunan hidup manusia. Jika mendapat arta dan kama dari perbuatan yang menyimpang dari darma, maka tidak ada manfaatnya bagi kehidupan.

Contohnya, mencari arta dari korupsi , gratifikasi , dan sebagainya. Perilaku korupsi adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan darma yang dilarang oleh ajaran Hindu. Perilaku dan perbuatan korupsi akan membawa pelakunya pada penderitaan. Inilah konsep hukum karma dalam Hindu.

Kedua, perspektif agama Kristen. Di dalam Alkitab jelas sekali tertera larangan menerima gratifikasi atau suap. Ini bisa dilihat pada Ayat bacaan Keluaran 23: 8, "Gratifikasi/suap janganlah kau terima, sebab gratifikasi/suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar."

Dari perspektif Kristen, gratifikasi adalah suatu usaha atau tindakan yang dilakukan untuk memuluskan suatu pekerjaan atau suatu kepentingan dengan cara memberikan sesuatu baik berupa uang ataupun bentuk lainnya. Praktik gratifikasi memang sudah terjadi sejak zaman dahulu kala dan sepertinya sudah membudaya di negara kita.

Paulus mengungkapkan, "cinta uang" adalah motivasi terbesar orang menerima gratifikasi/suap, mereka ingin cepat menjadi kaya dengan menghalalkan segala cara sehingga tidaklah mengherankan bahwa banyak oknum pejabat yang bisa menerima gratifikasi dan suap. Hukum bisa dibeli dan keadilan bisa diputarbalikkan karena adanya gratifikasi.

Di sisi lain, ternyata pemberian gratifikasi dan praktik suap-menyuap tidak hanya terjadi dalam urusan duniawi, tetapi juga dalam bidang kerohanian. Dalam Alkitab, dikisahkan seorang penyihir bernama Simon, yang sebenarnya sudah menyatakan bertobat dan menerima Yesus. Ketika melihat bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul menumpangkan tangannya, dia (Simon) menawarkan uang kepada mereka, sembari berkata, "Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus."

Ketiga, perspektif agama Katolik. Gereja Katolik mengajarkan tentang hukum kasih, yakni kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Hukum kasih merupakan inti ajaran Yesus Kristus yang terdapat pada ketiga Injil Sinoptik: Matius 22: 37-40, Markus 12: 28-34, dan Lukas 10: 25-28.

Kasih kepada sesama manusia dapat diwujudkan dengan memberi kepada yang sangat membutuhkan. Memberi kepada sesama yang memerlukan sangat dianjurkan. Memberi yang bermakna bukan diukur dari berapa besar pemberian itu, tetapi yang bermakna diukur dari ketulusan hati. Namun, ajaran ini berbeda dengan gratifikasi.

Gratifikasi dapat diartikan juga sebagai uang suap. Hal ini dapat dilihat pada beberapa ayat dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama dapat ditemukan beberapa ayat terkait dengan gratifikasi/suap dan perlakuan korupsi. Antara lain yakni Keluaran 23: 8, Ulangan 16: 19, Mazmur 49: 6-7, dan 1 Samuel 8: 3. 1 Samuel 8: 3 mencantumkan bahwa suap memutarbalikkan keadilan, bunyi, "Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap, dan memutarbalikkan keadilan."

Dalam Perjanjian Baru, beberapa ayat terkait dengan gratifikasi/suap dan perlakuan korupsi antara lain yakni Lukas 14: 12-14, Matius 6: 2, Lukas 16: 14-15, 1 Timotius 6: 9-10, dan 2 Timotius 3: 2. Dari beberapa ayat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tersebut jelas bahwa perbuatan-perbuatan terkait gratifikasi, suap, buta akan uang, dan sejenisnya adalah perbuatan yang tercela.

Kesalehan individual yang dimiliki setiap insan sudah seharusnya diejawantahkan menjadi kesalehan sosial dengan tetap didasarkan pada nilai ajaran agama. Karena hakikatnya, nilai ajaran agama adalah agar para penganutnya berbuat baik bagi sesama, bukan malah melakukan perbuatan dosa. Korupsi dari sudut pandang manapun, merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan dan tercela. Pemberantasan korupsi termasuk di dalamnya pencegahan korupsi di negeri ini merupakan tugas setiap anak bangsa. Setiap dari kita mesti mengambil peran dari hal yang paling kecil. Baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok sosial. [ ]
(rhs)
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
لَـقَدۡ كَفَرَ الَّذِيۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰهَ ثَالِثُ ثَلٰثَةٍ‌ ۘ وَمَا مِنۡ اِلٰهٍ اِلَّاۤ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ  ؕ وَاِنۡ لَّمۡ يَنۡتَهُوۡا عَمَّا يَقُوۡلُوۡنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ
Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.

(QS. Al-Maidah Ayat 73)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More