Derajat Kemuliaan Ibu dalam Pandangan Al-Qur'an

Rabu, 30 September 2020 - 19:08 WIB
Ketika Al Qur’an hendak memberitakan kepada kita dalamnya cinta ibu kepada anak-anaknya, dan besarnya kasih sayang dan kelembutannya kepada mereka, kembali Al-Quran menyebutnya dengan kata umm. Foto ilustrasi/ist
Seorang anak yang orang tuanya masih hidup tapi sedikit amal baktinya, maka Islam menyebut anak tersebut termasuk golongan yang merugi. Berbakti terhadap orang tua, terutama ibu , sangat besar pahalanya di sisi Allah Ta'ala. Islam menempatkan ibu dalam derajat kemuliaan yang lebih besar daripada ayah.

Begitulah yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan disebutkan berulang kali di berbagai surah dalam Al-Qur'an. Di antaranya sebagaimana tercantum dalam surah Luqman ayat 14 yang menyebutkan bahwa seorang ibu mengalami tiga fase kepayahan, mulai dari fase kehamilan , kemudian melahirkan , lalu menyusui.

Karena itu, ibu berhak mendapatkan kebaikan tiga kali lebih besar dibandingkan ayah. Sebagaimana jawaban yang disampaikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam saat ada salah seorang sahabat bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, kepada siapakah seharusnya aku harus berbakti pertama kali?”. Nabi memberikan jawaban dengan ucapan “Ibumu” sampai diulangi tiga kali, baru kemudian yang keempat Nabi mengatakan “Ayahmu” (HR. Bukhari dan Muslim).

(Baca juga : Apa Hakikat Syariat Itu? Inilah Pandangan Syaikul Islam Ibnu Taimiyah )

Sungguh, berbakti kepada ibu merupakan ibadah yang sangat agung. Bahkan, kebaikan sebesar apapun rasanya belumlah cukup untuk membalas budi baiknya. Di dalam Al-Qur'an, ada dua kata yang selalu dipakai untuk menyebut seorang ibu yakni 'umm' dan 'walidah'.



Kata “umm”, digunakan Al-Qur’an untuk menyebutkan sumber yang baik dan suci untuk hal yang besar dan penting. Maka Makkah Al Mukarramah disebut “Ummul Qura” karena kota ini adalah tempat turunnya risalah yang diberikan Allah azza wa Jalla kepada Islam, yang merupakan inti ajaran para rasul dan semua risalah.

Allah Ta'ala berfirman,

وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا ۚ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۖ وَهُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.” (QS. Al An’am : 92)

(Baca juga : Surat Al-Kautsar, Surat Terpendek yang Keutamaannya Banyak )

Imam As Suddi mengatakan, disebut Ummul Qura’, kerena Makkah rumah yang pertama kali dibangun di tempat itu. Allah juga menyebutkan kata “umm” untuk sesuatu yang menghimpun ilmu-Nya, yaitu pada lafaz “Ummul Kitab”.

Allah Ta'ala berfirman,

يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar Raad : 39)

Pada kerangka inilah, Al Qur’an kemudian membedakan antara kata “umm” dan “walidah”, di mana Allah menyebut “walidah” kepada perempuan yang melahirkan anak, tanpa melihat karakter dan sifatnya yang baik atau yang buruk. Karena ternyata ada juga segelintir ibu yang tak punya hati terhadap anaknya.

Kata “walidah” digunakan hanya karena adanya proses melahirkan, baik bagi manusia maupun makhluk lain, dengan keadaan-keadaan yang menyertainya; hamil dan menyusui, seperti firman Allah,

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 233)

(Baca juga : Pertumbuhan Kredit Perbankan Kembali Melambat di Bawah 1% )
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terbiasa membaca doa: YA MUQALLIBAL QULUUB TSABBIT QALBII 'ALAA DIINIKA (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu). Kemudian aku pun bertanya, Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang anda bawa. Lalu apakah anda masih khawatir kepada kami? Beliau menjawab: Ya, karena sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Dia bolak-balikkan menurut yang dikehendaki-Nya.

(HR. Tirmidzi No. 2066)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More