Fatwa Ulama Terdahulu Bisa Diralat, Jika Ini yang Terjadi
Kamis, 01 Oktober 2020 - 06:28 WIB
PARA ahli fiqh yang lazimnya mengeluarkan fatwa, harus mengubah fatwa yang telah lalu untuk disesuaikan dengan perubahan zaman, tempat, tradisi dan kondisi masyarakatnya. Itu semua tentu saja tetap berdasarkan petunjuk para sahabat dan apa yang pernah dilakukan oleh para khulafa rasyidin, suri tauladan yang kita disuruh untuk mengambil petunjuk dari 'sunnah' mereka dan berpegang teguh kepadanya. (
)
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan boleh jadi, pandangan ulama terdahulu hanya sesuai untuk zaman dan kondisi pada masa itu, dan tidak sesuai lagi untuk zaman kita sekarang ini yang telah mengalami pelbagai pembaruan yang belum pernah terpikirkan oleh generasi terdahulu.
"Pendapat dan pandangan ulama terdahulu itu bisa jadi membawa kondisi yang tidak baik kepada Islam dan umat Islam, serta menjadi halangan bagi dakwah Islam," tulisnya dalam buku " Fiqh Prioritas ". ( )
Dia mencontohkan pendapat mengenai pembagian dunia kepada Dar Islam dan Dar Harb. "Yaitu suatu konsep yang pada dasarnya menganggap hubungan kaum Muslimin dengan orang bukan Muslim adalah peperangan, dan sesungguhnya perjuangan itu hukumnya fardhu kifayat atas umat... dan lain-lain," tuturnya. ( )
Pada kenyataannya, kata Al-Qardhawi, sebetulnya pendapat-pendapat seperti itu tidak sesuai untuk zaman kita sekarang ini, di samping tidak ada nash hukum Islam yang mendukung terhadap pendapat tersebut; bahkan yang ada adalah nash-nash yang menentangnya.
Islam sangat menganjurkan perkenalan sesama manusia, antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, secara menyeluruh:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal". (QS al-Hujurat: 13)
Islam juga menganggap perdamaian dan pencegahan terhadap terjadinya peperangan sebagai suatu kenikmatan. Setelah terjadinya Perang Khandaq, Allah SWT berfirman:
وَرَدَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا۟ خَيْرًا ۚ وَكَفَى ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلْقِتَالَ
"Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejenglelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang Mukmin dari peperangan..." (QS al-Ahzab: 25)
Al-Qur'an menganggap Perjanjian Hudaibiyah sebagai kemenangan yang nyata yang diberikan kepada Rasulullah SAW; dan pada masa yang sama turun surat al-Fath:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
"Sesunggguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (QS al-Fath: 1)
Dalam surat ini juga dijelaskan bahwa Rasulullah SAW dan kaum Muslimin juga diberi anugerah berupa batalnya peperangan antara kedua belah pihak; di mana Allah SWT berfirman:
وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ ۚ
"Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari(membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari(membinasakan) mereka di tengah kota Makkah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka..." (QS al-Fath: 24)
Rasulullah SAW sendiri berusaha untuk tidak mengucapkan perkataan "perang," sampai beliau bersabda, "Nama yang paling jujur adalah Harits dan Hammam, sedangkan nama yang paling buruk ialah Harb (perang) dan Murrah (pahit)."
Baca Juga
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan boleh jadi, pandangan ulama terdahulu hanya sesuai untuk zaman dan kondisi pada masa itu, dan tidak sesuai lagi untuk zaman kita sekarang ini yang telah mengalami pelbagai pembaruan yang belum pernah terpikirkan oleh generasi terdahulu.
"Pendapat dan pandangan ulama terdahulu itu bisa jadi membawa kondisi yang tidak baik kepada Islam dan umat Islam, serta menjadi halangan bagi dakwah Islam," tulisnya dalam buku " Fiqh Prioritas ". ( )
Dia mencontohkan pendapat mengenai pembagian dunia kepada Dar Islam dan Dar Harb. "Yaitu suatu konsep yang pada dasarnya menganggap hubungan kaum Muslimin dengan orang bukan Muslim adalah peperangan, dan sesungguhnya perjuangan itu hukumnya fardhu kifayat atas umat... dan lain-lain," tuturnya. ( )
Pada kenyataannya, kata Al-Qardhawi, sebetulnya pendapat-pendapat seperti itu tidak sesuai untuk zaman kita sekarang ini, di samping tidak ada nash hukum Islam yang mendukung terhadap pendapat tersebut; bahkan yang ada adalah nash-nash yang menentangnya.
Islam sangat menganjurkan perkenalan sesama manusia, antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, secara menyeluruh:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal". (QS al-Hujurat: 13)
Islam juga menganggap perdamaian dan pencegahan terhadap terjadinya peperangan sebagai suatu kenikmatan. Setelah terjadinya Perang Khandaq, Allah SWT berfirman:
وَرَدَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا۟ خَيْرًا ۚ وَكَفَى ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلْقِتَالَ
"Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejenglelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang Mukmin dari peperangan..." (QS al-Ahzab: 25)
Al-Qur'an menganggap Perjanjian Hudaibiyah sebagai kemenangan yang nyata yang diberikan kepada Rasulullah SAW; dan pada masa yang sama turun surat al-Fath:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
"Sesunggguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (QS al-Fath: 1)
Dalam surat ini juga dijelaskan bahwa Rasulullah SAW dan kaum Muslimin juga diberi anugerah berupa batalnya peperangan antara kedua belah pihak; di mana Allah SWT berfirman:
وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ ۚ
"Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari(membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari(membinasakan) mereka di tengah kota Makkah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka..." (QS al-Fath: 24)
Rasulullah SAW sendiri berusaha untuk tidak mengucapkan perkataan "perang," sampai beliau bersabda, "Nama yang paling jujur adalah Harits dan Hammam, sedangkan nama yang paling buruk ialah Harb (perang) dan Murrah (pahit)."