Kelompok Sufi, Ketika Kematian Bukan Kematian, dan Kamar Pinjaman

Senin, 12 Oktober 2020 - 12:49 WIB
Ilustrasi/Ist
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti, 'orang Syria', lahir di awal abad kesepuluh. Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah ('Orang-orang Bertujuan'). ( )

Idries Shah dalam bukunya berjudul The Way of the Sufi menjelaskan komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda, sebuah permulaan yang penting. ( )


Berikut sejumlah materi yang mewakili instruksi dan tradisi Chisytiyah.

Kelompok Sufi

Sekelompok Sufi ditugaskan oleh guru mereka ke sebuah wilayah, dan menempati sebuah rumah.

Untuk menghindari perhatian yang tidak diinginkan, hanya satu orang yang bertugas -- Pemimpin -- mengajar publik. Sisanya, mengemban tugas sebagai pelayan di rumahnya.

Ketika guru ini meninggal, komunitas tersebut menyusun kembali tugas-tugas mereka, menyatakan diri mereka sebagai mistik lanjutan.

Tetapi penduduk wilayah tersebut tidak hanya mencela mereka sebagai peniru, tetapi mengatakan, "Memalukan! Lihat Bagaimana mereka merampas dan membagi warisan Guru Agung. Mengapa, pelayan-pelayan menyedihkan ini sekarang bahkan berperilaku seolah mereka kaum Sufi!"



Orang-orang awam, dengan pengalaman pemikiran yang kurang, tanpa sarana apa pun menghakimi situasi tersebut. Oleh karena itu, mereka cenderung menerima para peniru belaka, yang mengekor kepada guru dan menolak mereka yang benar-benar membawa karya mereka.

Ketika seorang guru meninggalkan komunitas, karena meninggal atau sebab lain, mungkin kegiatannya diharapkan untuk dilanjutkan -- atau mungkin pula tidak. Merupakan suatu ketamakan orang awam, kalau mereka selalu menganggap bahwa kelanjutan tersebut memang diinginkan. Merupakan kebodohan relatif mereka, kalau tidak dapat melihat sebuah kelanjutan, jika mengambil bentuk lain daripada bentuk sederhana.

Ketika Kematian Bukan Kematian

Seorang laki-laki diyakini telah meninggal, dan disiapkanlah penguburan, ketika itu ia bangun kembali.

Laki-laki itu kemudian duduk, tetapi tampak sangat terkejut melihat pemandangan sekitarnya, dan pingsan lagi. Kemudian ia dimasukkan dalam keranda, dan upacara pemakaman dimulai.



Ketika mereka tiba di kuburan, ia sadar lagi, mengangkat penutup keranda dan berteriak minta tolong.

"Tidak mungkin ia hidup lagi," ujar para pelayat. "Karena ia sudah dinyatakan meninggal oleh ahli yang berwenang."

"Tetapi aku hidup!" teriak laki-laki tersebut.

Ia pun lalu minta tolong kepada seorang ilmuwan dan ahli hukum ternama yang ikut hadir.

"Sebentar," ujar sang ilmuwan. Kemudian ia berbalik kepada para pelayat, dan menghitung mereka. "Sekarang, kita sudah mendengar sebuah pernyataan kematian. Kalian, limapuluh saksi mata, katakan kepadaku apa yang kalian anggap benar!"
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Al Aswad bin Yazid, dia berkata; Abdullah berkata, Saya pernah mendengar Nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menjadikan segala macam keinginannya hanya satu, yaitu keinginan tempat kembali (negeri Akhirat), niscaya Allah subhanahu wa ta'ala akan mencukupkan baginya keinginan dunianya. Dan barangsiapa yang keinginannya beraneka ragam pada urusan dunia, maka Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan memperdulikan dimanapun ia binasa.

(HR. Ibnu Majah No. 4096)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More