Kisah Penebar Hadis Palsu di Zaman Imam Ahmad bin Hanbal

Jum'at, 08 Mei 2020 - 17:41 WIB
Ustaz DR Miftah el-Banjary, pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran. Foto/Ist
Ustaz DR Miftah el-Banjary

Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an

Kemunculan para tukang cerita yang menggandalkan hadis-hadis palsu ternyata bukan saja terjadi saat ini. Jauh sejak masa tabiut-tabien pada kisaran abad kedua dan ketiga Hijriyyah di masa Imam Ahmad bin Hanbal sudah banyak tersebar.

Imam Ahmad bin Hanbal yang ketika itu dikenal sebagai seorang pakar ahli hadis menjadi sasaran para tukang cerita yang menisbahkan periwayatan hadis pada dirinya. Banyak para tukang cerita berkedok ulama yang sejatinya tidak mengerti ilmu hadis pun bermunculan demi populiritas dan uang.

Manakala Imam Ahmad bin Hanbal sedang melaksanakan salat di Masjid Ar-Rashafah Baghdad bersama sahabatnya Yahya bin Ma'in, selang tak berapa lama kemudian berdirilah seorang tukang kisah. Ya, dari segi penampilan layaknya seorang ulama besar.

Tukang kisah itu tampil di hadapan para jamaahnya dengan mengatakan, "Telah sampai kepadaku periwayatan dari Imam Ahmad bin Handal dan Yahya bin Ma'in yang bersumber dari Abdurrazaq yang menceritakan kepada kami dari Ma'mar dari Qatadah dari Anas bin Malik dari ucapan Nabi.

Si tukang cerita menyebutkan rangkaian sanad hadis yang akan disitirnya. Lantas kemudian, mengatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang mengucapkan kalimat "Laa ilahaa ilallah", maka Allah akan menciptakan seekor burung dari setiap kata, paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari permata."

Si tukang kisah berkedok ulama itu menyampaikan hadis-hadis serupa lebih dari 20 lembar. Sedangkan si tukang kisah masih tetap semangat menyampaikan hadis-hadis yang ia nisbahkan pada kedua orang periwayat hadits yang dikenal pakarnya saat itu, Imam Ahmad dan Yahya bin Ma'in.

Imam Ahmad bin Handal serta sahabatnya Yahya bin Ma'in yang juga dikenal sebagai pakar bidang hadis menyimak tak jauh dari tukang kisah itu. Mereka berdua terkaget-kaget dan saling melemparkan pandangan keheranan.

Yahya bin Ma'in bertanya pada Imam Ahmad bin Hanbal, "Apakah benar engkau yang meriwayatkan hadis-hadis itu? Imam Ahmad bin Hanbal menggelengkan kepala kebingungan. "Demi Allah, aku belum pernah mendengar hadits seperti yang ia sebutkan".

Imam Ahmad dan Yahya bin Ma'in terdiam sampai si penceramah itu menyelesaikan ceramahnya dan jamaahnya yang takjub dengan isi ceramahnya pun bubar. Usai itu, Yahya bin Ma'in memanggil si penceramah itu dengan isyarat tangan. Si tukang kisah itu mengira bahwa ia akan menerima pemberian sesuatu atau ucapan pujian kekaguman atas pengetahuan hadis yang belum disampaikan seseorang pun, selain dirinya.

Ketika si tukang kisah itu berdiri di hadapan Imam Ahmad bin Hanbal, ia mengajukan pertanyaan, "Darimana engkau meriwayatkan hadis-hadis yang telah engkau sebutkan tadi di hadapan jamaahmu?"

Dengan penuh keyakinan si tukang kisah tadi menjawab, "Aku mendapatkan periwayatannya dari tokoh perawi hadis terkemuka di kota ini, Imam Ahmad bin Hanbal dan sahabatnya Yahya bin Ma'in. Mereka berdualah yang meriwayatkannya padaku!"

Yahya bin Ma'in menghadap orang itu seraya berkata, "Akulah Yahya bin Ma'in dan ini Imam Ahmad bin Hanbal. Demi Allah, kami belum pernah mendengar serta meriwayatkan hadis-hadis yang kau riwayatkan ini sebelumnya."

Si tukang kisah yang tidak mengenali dua orang tokoh ahli hadis di hadapannya berubah pucat. Ia kaget dan tak menyangka akan berhadapan dengan orang yang ia maksudkan. Ia berbohong mengatasnamakan dua orang tersebut, bahkan berbohong atas nama Rasulullah SAW .

Namun, sekali kebohongan akan tetap diikuti oleh kebohongan lainnya. Si tukang kisah dengan kepandaiannya bersilat lidah, lantas kemudian balik bertanya, "Apakah benar kalian Yahya bin Ma'in dan Ahmad bin Hanbal?"

"Ya benar!" jawab Yahya bin Ma'in.

Si tukang kisah mengubah sikapnya yang pada awalnya terlihat gugup dan tertekan laiknya seorang yang tetap tenang dan tak tampak bersalah. "Oh, aku kira kalian berdua dungu!"

Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma'in saling berpandangan. "Aku telah meriwayatkan banyak hadis dari Imam Ahmad bin Handal dan Yahya bin Ma'in, namun selain dari kalian berdua. Ada banyak nama selain Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma'in di kota ini" jawabnya setengah mengejek.

Padahal terang saja, di Kota Baghdad itu hanya ada dua nama pakar hadis kenamaan yang terpercaya kepakarannya dalam bidang periwayatan hadits-hadits shahih. Namun, si tukang kisah tetap berkilah, demi popularitas dan pengikutnya.

Akhirnya Imam Ahmad bin Hanbal menutupkan lengan jubahnya ke mukanya seraya berkata, "Pergilah engkau dari hadapanku!"

Si tukang kisah pergi dengan rasa tersinggung dan jengkel, sementara dia masih berkilah dengan mempertahankan hadis-hadis palsu demi populiritas serta khawatir kehilangan pengikutnya.

Padahal jelas-jelas Rasulullah SAW mengingatkan dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَوَّأ مَقْعَدَهُ فِي النَّارِ

"Barangsiapa yang membuat kebohongan mengatasnamakan diriku, maka hendaknya ia mempersiapkan tempatnya di neraka."

Maka hari ini, kita akan lihat betapa banyak orang yang bukan pakar hadis, hanya sekadar mengutip hadis, tidak mampu lagi membedakan mana hadis shahih, hasan, dhaif, bahkan hadits maudhu'/palsu, tampil seakan paling mengerti persoalan hadis.

Betapa banyak orang yang belum kapasitasnya tampil sebagai ulama, namun berpenampilan bak seorang ulama, namun justru apa yang ia sampaikan adalah hadis-hadis palsu yang menebarkan kebohongan serta keresahan umat yang pada akhirnya akan membuat stigma buruk terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya.

Setelah hadis palsu tentang peristiwa Dukhan yang tak terbukti, lantas selanjutnya kisah apa lagi yang akan diceritakan? Ada baiknya, umat jangan dibuat cemas dan resah dengan keilmuan yang tak berdasarkan pada sumber keilmuan yang tak jelas validitasnya.

Itulah, mengapa guru-guru kita tidak memfokuskan pada peristiwa pertanda hari kiamat, bukan mereka tidak mengerti, namun mereka menyadari bahwa umat ini lebih penting diarahkan untuk mempersiapkan tibanya peristiwa mutlak itu adanya.

Manakala seorang Arab badui mengajukan pertanyaan pada Rasulullah, "Mata taqumus saa'ah. Kapan terjadinya hari kiamat?!" Lantas Nabi balik bertanya, "Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?!"

Kiamat itu mutlak. Dukhan itu pasti. Namun, apa yang kita persiapkan menghadapinya? Insya Allah, selama kita senantiasa berbuat amal kebaikan, berzikir mengingat Allah, memanfaatkan Ramadhan kali ini penuh manfaat ibadah, insya Allah hal yang tidak diinginkan belum terjadi. (Baca Juga: Menelaah Kedudukan Hadis Kiamat di Hari Jumat 15 Ramadhan)



Wallahu A'lam
(rhs)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
اِنَّ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَالَّذِيۡنَ هَادُوۡا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصٰرٰى مَنۡ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًـا فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُوۡنَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabi'in dan orang-orang Nasrani, barangsiapa beriman kepada Allah, kepada hari kemudian, dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.

(QS. Al-Maidah Ayat 69)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More