Dua Rasa Cinta

Selasa, 03 November 2020 - 07:41 WIB
Cinta adalah asal dan poros dari ajaran agama Islam, dan cinta ini terbagi menjadi dua macam. Foto ilustrasi/ist
Cinta adalah asal dan poros dari ajaran agama Islam. Maka ketika cinta seorang hamba kepada Allah sempurna, sempurnalah keislaman orang itu dan bila berkurang, berkurang pula keislaman orang itu.

Muslimah, lantas cinta seperti apa yang harus kita miliki? Ustadz Abu Haidar As-Sundawi menjelaskannya dalam ceramah kajian Islam di laman jaringan dakwah muslim rodja. Berikut paparannya: Cinta ini ada dua macam, yakni:

1. Al-Mahabbah Al-Mukhtashar



Ini adalah cinta yang khusus yang hanya boleh ditujukan kepada Allah Ta'ala, tidak boleh ditujukan kepada sesama makhluk . Termasuk makhluk tersebut adalah para malaikat, para Nabi, baik yang masih ada atau yang sudah meninggal.

(Baca juga : Shafiyah yang Terpelajar, Penyabar dan Lemah Lembut )

Cinta yang khusus ini tidak boleh diberikan kepada mereka. Hanya khusus untuk Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah. Mahabbah yang berupa penghambaan kepada Allah, cinta yang melahirkan pengagungan kepada Allah, mengakibatkan merasa diri hina, rendah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla dan mengakibatkan lahirnya ketaatan yang mutlak kepada Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah, mahabbah yang berupa penghambaan, mahabbah yang berupa ibadah, mahabbah yang melahirkan pengagungan kepada Allah, merasa hina, rendah dan amat sangat tak ada artinya di hadapan Allah, lalu taat.

Lebih menomorsatukan perintah yang dicintaiNya daripada yang lainnya. Ini khusus kepada Allah. Kepada sesama makhluk tidak boleh ada pengagungan . Termasuk kepada para malaikat, kepada para Nabi, apalagi orang-orang biasa. Mahabbah yang melahirkan pengagungan, mahabbah yang melahirkan menghinakan diri di hadapan orang tersebut, ini tidak boleh.

(Baca juga : Perbuatan Baik yang Bisa Diamalkan untuk Orang Tua yang Sudah Wafat )

2. Mahabbah Musytarakah.

Ini mahabbah atau yang bisa dibagi. Mahabbah yang tidak tercela untuk kita share ke sesama makhluk. Bahkan kadang-kadang harus dan wajib. Seperti cinta seorang anak kepada orang tuanya, cinta orang tua kepada anaknya, cinta kepada saudara kandungnya. Itu tidaklah terlarang. Bahkan bagus.

Umpamanya cinta kepada sesama muslim yang diwajibkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak boleh ada rasa benci, memusuhi, dengki, bahkan cinta kepada sesama muslim itu kuncinya masuk surga dan salah satu bukti adanya iman kepada Allah. Berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا

“Kalian tidak akan bisa masuk surga sebelum kalian beriman dan kalian tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

(Baca juga : Ummu Habibah,Perempuan Mukminah yang Setia kepada Diennya )

Harus ada cinta seperti ini. Cinta seperti ini adalah cinta yang tidak melahirkan pengagungan kepada yang dicintainya. Cinta kepada sesama Muslim tidak boleh sampai mengagungkan saudara kita sesama Muslim. Cinta kepada orang tua tidak boleh sampai kultus kepada orang tua. Cinta seperti ini tidak boleh melahirkan sikap merendahkan diri, merasa hina di hadapan orang tersebut.

Cinta seperti ini cinta yang keberadaannya tidak menyebabkan terjerumus kedalam perbuatan syirik. Dibolehkan, bahkan tadi diharuskan untuk hal-hal tertentu.

Tetapi bila suatu saat berbenturan antara mahabbah khashah dengan mahabbah musytarakah, harus didahulukan mahabbah khashah. Kalau berbenturan antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada sesama makhluk, halus dahulukan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

(Baca juga : Kasus Kebakaran Kejagung, Bareskrim Periksa Tersangka Dirut PT APM Hari Ini )

Mahabbah khashah inilah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Al-Karim surah Al-Baqarah 165. Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Disamakan, kepada Allah cinta tapi kepada selain Allah yang mereka sembah juga cinta. Padahal kata Allah:

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّـهِ

“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah : 165)

(Baca juga : Jokowi Sudah Wanti-wanti Investasi Jangan Lewati Minus 5%, Luhut Gagal )

Berkat Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Madarijus Salikin ketika menerangkan ayat ini. Kata beliau, “Di dalam ayat ini Allah menginformasikan bahwa siapa orang yang mencintai sesuatu selain Allah seperti dia mencintai Allah berarti orang itu telah menjadikan tandingan bagi Allah dalam hal cinta dan mengagungkan.”

Jadi kecintaan kepada yang lain tidak boleh menyemai kecintaan kepada Allah. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitab tafsirnya bahwa di dalam ayat ini Allah menerangkan keadaan orang-orang yang musyrik di dunia dan menerangkan adzab yang Allah akan timpakan kepada mereka di akhirat. Ketika orang musyrik menjadikan tandingan bagi Allah berupa sesembahan, berupa patung-patung, mereka mencintai patung-patung sesembahan itu seperti mereka mencintai Allah.

(Baca juga : Cuaca Jakarta Hari Ini, Waspadai Hujan Disertai Petir dan Angin Kencang )

Maknanya mereka menyamakan patung sesembahan dengan Allah dalam hal cinta dan pengagungan. Seperti yang kita sudah jelaskan, orang Musyrik juga menyembah kepada Allah dengan cara mereka sendiri. Kenapa disebut Musyrik? Karena selain menyembah kepada Allah, mereka juga punya sesembahan yang lain. Mereka menyamakan cinta mereka kepada sesembahan seperti cinta mereka kepada Allah, mengagungkan sesembahan seperti pengagungan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ini pula yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Kata beliau, Allah menceritakan penyamaan yang mereka lakukan dalam hal cinta. Cinta kepada Allah, juga cinta kepada berhala dengan kadar kecintaan yang sama. Ini diterangkan oleh Allah dalam surah Asy-Syu’ara ayat 97-98, berkata orang-orang musyrik nanti di akhirat:

تَاللَّـهِ إِن كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿٩٧﴾ إِذْ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٩٨﴾

“Demi Allah, dulu kita benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Karena kami dahulu ketika di dunia menyamakan kalian (berhala-berhala) dengan Allah Rabbul ‘Alamin.” (QS. Asy-Syu’ara : 97-98)

(Baca juga : BREAKING-Serangan Teror Guncang Wina, Total Ada 6 Lokasi )

Disamakan, termasuk dalam hal mahabbah. Adapun makna atau tafsiran ayat:

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّـهِ

“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)

Maknanya, lebih besar dibanding kecintaan para penyembah berhala kepada tandingan-tandingan yang mereka jadikan sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka cinta kepada berhala-berhala, mereka mereka juga cinta kepada Allah, disamakan. Adapun orang beriman, kadar kecintaannya kepada Allah jauh lebih besar, lebih hebat, lebih kuat dibanding kecintaan orang-orang musyrik kepada berhala atau kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ini makna dari ayat tersebut. Sudah juga kita terangkan bahwa mahabbah kepada Allah yang disebut dengan mahabbah Al-Ubudiyah, wajib didahulukan dibanding mahabbah musytarokah. Seperti mencintai orang tua, anak-anak, istri atau suami, mencintai harta, mencintai sahabat, mencintai semua itu tidaklah terlarang. Bahkan harus. Tapi kecintaan kita kepada mereka tidak boleh lebih besar daripada cinta kita kepada Allah.

(Baca juga : Kontroversial, Studi Sebut Sekolah Bisa Dibuka karena Bukan Hotspot COVID-19 )

Siapa yang lebih mencintai makhluk, baik itu orang tua, anak-anak, pasangan hidup, bahkan harta, dibanding kecintaan kepada Allah, Allah akan turunkan adzab. Allah ancam di dalam Al-Qur’an, surah At-Taubah ayat ke-24:

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّـهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾

“Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah : 24)

Dalam ayat ini Allah mengancam orang-orang yang lebih mendahulukan kecintaan dengan cinta kepada sesama makhluk daripada cinta kepada Allah dan rasulNya. Mencintai amalan-amalan yang lebih disukai oleh hawa nafsunya daripada mencintai amalan-amalan yang dicintai oleh Allah dan rasulNya. Ada ancaman untuk itu. Dan ini menunjukkan terlarangnya mencintai sesama makhluk dengan kadar melebihi cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wallahu A'lam
(wid)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Para malaikat malam dan para malaikat siang saling bergantian mendatangi kalian. Mereka berkumpul saat shalat Subuh dan Ashar. Kemudian naiklah para malaikat malam (yang mendatangi kalian).  Lalu, Allah bertanya kepada mereka (dan Dia lebih mengetahui semua urusan mereka): Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian meninggalkannya?  Mereka (malaikat) menjawab: Kami meninggalkan mereka sedang shalat dan ketika kami mendatangi mereka, mereka juga sedang shalat.

(HR. Nasa'i No. 481)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More