Beda Pendapat Hukum Salat Id: Sunnah, Fardhu Kifayah, dan Fardhu Ain

Sabtu, 09 Mei 2020 - 03:06 WIB
Sementara itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan (ummatnya) untuk melaksanakan salat ‘Id, memerintahkan (agar ummatnya) keluar menuju salat ‘Id.

Beliau dan kemudian di susul para Khalifahnya serta kaum Muslimin sesudahnya terus menerus melakukan salat ‘Ied. Demikian pula tidak pernah sekalipun diketahui bahwa di negei Islam salat ‘ied ditinggalkan, sedangkan salat ‘Ied termasuk syi’ar Islam yang paling agung. Firman Allah berbunyi.

Artinya : Dan hendaklah kamu bertakbir (mengagungkan) kepada Allah atas petunjuk-Nya”. [Al-Baqarah : 185].

Pada ayat itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan bertakbir pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Artinya, pada hari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan salat yang meliputi adanya takbir tambahan, sesuai dengan cara takbir pada raka’at pertama dan raka’at kedua. [Demikianlah secara ringkas apa yang dikemukakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah disertai sedikit penambahan keterangan dan pengurangan. Lihat Majmu’ Fatawa XXIV/179-183].

Imam Shana’ani, dan Shidiq Hasan Khan dalam “Ar-Raudhah An-Nadiyah” menambahkan bahwa apabila (hari) ‘Id dan Jum’at bertemu, maka (hari) ‘Id menggugurkan kewajiban salat Jum’at. Padahal salat Jum’at adalah wajib, tidak ada yang bisa menggugurkan kewajiban ini melainkan yang menggugurkannya pasti merupakan perkara yang wajib. [Lihat pula Subul as-Salam II/141].

Mereka (para ahli pendapat ketiga ini) membantah dalil yang digunakan oleh para pendukung pendapat pertama, bahwa hadis (yang mengisahkan persoalan) orang Badui Arab itu mengandung beberapa kemungkinan.

Pertama, mungkin karena orang Badui Arab itu tidak berkewajiban melaksanakan salat Jum’at, sehingga apalagi salat Id.

Kedua, mungkin pula karena hadis tentang Badui Arab itu (khusus menerangkan) masalah kewajiban salat dalam sehari dan semalam (bukan mengenai kewajiban setiap tahun). Padahal salat Id termasuk kewajiban salat yang bersifat tahunan, bukan kewajiban harian. [Kemungkinan kedua ini dikemukakan oleh Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah dalam “Kitab ash-Shalah” halaman 39].

Adapun argumentasi yang digunakan oleh mereka yang mengatakan bahwa salat Id hukumnya Fardhu Kifayah berdasarkan ayat.

Artinya : Maka dirikanlah salat karena Rabbmu dan berkorbanlah (karena Rabbmu) “. [Al-Kautsar : 2].

Atau bahwa salat ‘Id merupakan syi’ar Islam, maka dalil ini justru lebih mendukung pendapat yang mengatakan bahwa salat ‘Id hukumnya wajib ‘ain (wajib bagi tiap-tiap kepala).

Mengenai qiyas yang mereka lakukan terhadap salat jenazah bahwa salat ‘Id adalah salat yang tidak didahului azan maupun iqamat (qamat) hingga mirip dengan salat jenazah, maka qiyas itu adalah qiyas yang berlawanan dengan nash.

Ibnu Taimiyah mengatakan: ”Siapa yang berpendapat salat ‘Ied itu Fardhu Kifayah, maka perlu dikatakan kepadanya bahwa hukum Fardhu Kifayah hanya terjadi pada sesuatu yang maslahatnya dapat tercapai jika dilakukan oleh sebagian orang, misalnya menguburkan jenazah atau mengusir musuh. Sedangkan salat ‘Ied maslahatnya tidak akan tercapai jika hanya dilakukan oleh sebagian orang. Kemudian kalau maslahat salat ‘Ied ini (dapat dicapai dengan hanya sebagian orang) berapakah jumlah orang yang dibutuhkan agar maslahat salat tersebut dapat tercapai..? Maka sekalipun dapat diperkirakan jumlah tersebut, tetapi pasti akan menimbulkan pemutusan hukum secara pribadi, sehingga mungkin akan ada yang menjawab; satu orang, dua orang, tiga orang …. dan seterusnya”. [Dinukil dari Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah].

Imam Shana’ani, Imam Syaukani, Syaikh Al-Albani dan Syaikh (Muhammad bin Shalih) Al-Utsaimin berpegang kepada pendapat bahwa salat Id adalah “wajib ‘ain.

Di Lapangan atau Masjid

Pada hari raya idul fitri kita menyaksikan banyak umat Islam yang melaksanakan ibadah salat id di sebuah tanah lapang hal ini sesuai hadis rasullullah SAW yang menyatakan bahwa salat idul fitri di sebuah tanah lapang lebih afdhal daripada salat id dalam masjid

رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى

“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.” (HR Abu Said)

Menurut pendapat Imam Malik salat Id baik dilaksanakan di lapangan terbuka. Karena Nabi Muhammad SAW juga melakukan salat Id di lapangan kecuali karena ada hujan atau penghalang lainnya.

HM Cholil Nafis MA dalam tulisannya berjudul "Hukum Shalat Id di Masjid atau di Lapangan" yang dipublikasikan di laman Nahdlatul Ulama (23/9/2008) menjelaskan adapun perbedaan di antara tanah lapang dengan masjid bahwa tanah lapang berada di tempat terbuka, sedangkan masjid berada di dalam sebuah tempat (bangunan) yang tertutup.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Para malaikat malam dan para malaikat siang saling bergantian mendatangi kalian. Mereka berkumpul saat shalat Subuh dan Ashar. Kemudian naiklah para malaikat malam (yang mendatangi kalian).  Lalu, Allah bertanya kepada mereka (dan Dia lebih mengetahui semua urusan mereka): Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian meninggalkannya?  Mereka (malaikat) menjawab: Kami meninggalkan mereka sedang shalat dan ketika kami mendatangi mereka, mereka juga sedang shalat.

(HR. Nasa'i No. 481)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More