Mengapa Bahasa Arab Dipilih sebagai Bahasa Al-Qur'an?
Sabtu, 09 Mei 2020 - 08:30 WIB
Contoh lainnya, tampak terlihat pada ketelitian dalam pemilihan diksi katanya. Pada surah al-‘Raf ayat 172, Allah Swt berfirman:
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
"Bukankah Aku Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘balaa.. ya"
Menurut sahabat Nabi, Ibnu Abbas, jika kata "balaa" (بَلَى) pada ayat ini ditukar dengan "Na’am" (نَعَم), maka yang menjawab seperti itu akan berpotensi kafir, karena "na’am" digunakan sebagai jawaban untuk membenarkan satu pertanyaan, baik pertanyaan itu dengan redaksi positif maupun negatif.
"Bukankah Aku Tuhan kamu?" bila dijawab dengan 'Na’am', maka ini berarti membenarkan redaksi yang bersifat negasi itu, sehingga jawaban ini berarti: "Benar Engkau bukan Tuhanku." Demikian dinukil oleh Zarkasyi dalam kitabnya "al-Burhan fi Ulum Al-Qur'an ".
Akan tetapi, karena jawaban pada ayat itu adalah "Balaa" (بَلَى) yang digunakan untuk mengiyakan dalam bentuk yang positif, walaupun redaksinya dalam bentuk negasi, maka pembenaran tersebut adalah mengiyakan pertanyaan itu setelah sebelumnya membuang bentuk negasinya.
Redaksi negasi dalam redaksi ayat tersebut adalah "Bukankah", ini yang ditiadakan, sehingga seakan-akan bunyi ayatnya, "Aku Tuhanmu" dan jawabannya adalah 'Ya' (Engkaulah Tuhan kami).
Demikian kemahaluasan bahasa Arab yang menjadikannya layak dan patut terpilih sebagai bahasa yang mampu menampung wahyu Ilahiyyah yang tak akan mengalami perubahan, baik semenjak 14 abad lalu hingga akan tetap relevan sampai akhir zaman.
Maka, pesan essensial dalam setiap peringatan Nuzul Qur'an adalah haruslah adanya semangat bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari bahasa Arab dalam rangka mempelajari serta memahami kitab suci Al-Qur'an Al-Karim .
Tanpa pendekatan bahasa Arab , mustahil Al-Qur'an benar-benar mampu dipahami sebagaimana mestinya dia diturunkan sebagai petunjuk serta cahaya bagi orang yang mengikuti petunjuk cahaya tersebut. (Baca Juga: Inilah Kelebihan Bahasa Arab Dibanding Bahasa Lainnya di Dunia)
Wallahu A'lam
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
"Bukankah Aku Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘balaa.. ya"
Menurut sahabat Nabi, Ibnu Abbas, jika kata "balaa" (بَلَى) pada ayat ini ditukar dengan "Na’am" (نَعَم), maka yang menjawab seperti itu akan berpotensi kafir, karena "na’am" digunakan sebagai jawaban untuk membenarkan satu pertanyaan, baik pertanyaan itu dengan redaksi positif maupun negatif.
"Bukankah Aku Tuhan kamu?" bila dijawab dengan 'Na’am', maka ini berarti membenarkan redaksi yang bersifat negasi itu, sehingga jawaban ini berarti: "Benar Engkau bukan Tuhanku." Demikian dinukil oleh Zarkasyi dalam kitabnya "al-Burhan fi Ulum Al-Qur'an ".
Akan tetapi, karena jawaban pada ayat itu adalah "Balaa" (بَلَى) yang digunakan untuk mengiyakan dalam bentuk yang positif, walaupun redaksinya dalam bentuk negasi, maka pembenaran tersebut adalah mengiyakan pertanyaan itu setelah sebelumnya membuang bentuk negasinya.
Redaksi negasi dalam redaksi ayat tersebut adalah "Bukankah", ini yang ditiadakan, sehingga seakan-akan bunyi ayatnya, "Aku Tuhanmu" dan jawabannya adalah 'Ya' (Engkaulah Tuhan kami).
Demikian kemahaluasan bahasa Arab yang menjadikannya layak dan patut terpilih sebagai bahasa yang mampu menampung wahyu Ilahiyyah yang tak akan mengalami perubahan, baik semenjak 14 abad lalu hingga akan tetap relevan sampai akhir zaman.
Maka, pesan essensial dalam setiap peringatan Nuzul Qur'an adalah haruslah adanya semangat bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari bahasa Arab dalam rangka mempelajari serta memahami kitab suci Al-Qur'an Al-Karim .
Tanpa pendekatan bahasa Arab , mustahil Al-Qur'an benar-benar mampu dipahami sebagaimana mestinya dia diturunkan sebagai petunjuk serta cahaya bagi orang yang mengikuti petunjuk cahaya tersebut. (Baca Juga: Inilah Kelebihan Bahasa Arab Dibanding Bahasa Lainnya di Dunia)
Wallahu A'lam
(rhs)