Kisah Terompah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani yang Bikin Perampok Mati Ketakutan
Kamis, 05 November 2020 - 05:00 WIB
Hari itu tercatat sebagai Ahad 3 Safar 555 H. Syaikh Abdul Qadir al-Jilani baru saja selesai berwudhu . Dengan terompah yang masih basah dia berjalan menuju sajadahnya yang telah terhampar di lantai masjid . Beliau menunaikan salat sunnah dua rakaat sementara beberapa muridnya duduk penuh ta'zim menunggu tak jauh dari sang mursid itu berada. (
)
Setelah mengucap salam dan baru saja melafalkan beberapa zikir , tiba-tiba ia melontarkan terompahnya ke angkasa sambil berteriak keras, belum lagi terlenyap keterkejutan para santri, syaikh kembali lagi melemparkan terompah yang satunya kembali ke angkasa, sepasang terompah itupun lenyap ke angkasa, kemudian sang mursid melanjutkan zikir kembali seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Bagi yang belum tahu, terompah adalah lapik kaki yang dibuat dari kulit, karet atau kayu yang dilengkapi dengan tali kulit sebagai penguat, atau kayu bertudung bulat, tempat ibu jari kaki dan jari kaki tengah menjepit.
Dua puluh tiga hari kemudian, dua santrinya yang bernama Syaikh Abu Usman dan Syaikh Muhamad Abdul Haqqi dikejutkan dengan kedatangan serombongan khafilah dagang di pintu gerbang madrasah mereka. Mereka menyatakan ingin bertemu dengan sang guru untuk menyampaikan nazar. ( )
Syaih Abu Usman pun menghadap Syaikh Abdul Qadir al-Jilani menyampaikan pesan tamunya. Dengan tenang Syaikh mengatakan pada Abu Usman agar menerima apa yang akan diberikan tamunya. Khafilah tersebut memberikan hadiah terdiri atas perhiasan emas dan pakaian dari sutera , serta sepasang terompah tua yang sangat dikenal oleh kedua murid Syaikh Abdul Qadir sebagai terompah gurunya.
“Bagaimana terompah guru kami berada di tangan kalian?” tanya keduanya terheran-heran.
Pemimpin kafilah itupun berkisah. Pada 3 shafar 555 H, mereka dihadang gerombolan perampok di sebuah gurun pasir di luar Jazirah Arab. Karena ketakutan, semua anggota anggota melarikan diri meninggalkan sebagian barang dagangan mereka. ( )
Namun tiba-tiba mereka berhenti, karena di depan mereka mulut jurang menganga lebar. Sementara gerombolan perampok semakin mendekat sambil sorak sorai mereka mengejar anggota kafilah yang membawa lari sia-sia dagangan.
Apa boleh buat anggota kafilah itupun pasrah, di tengah ketakutan yang mencekam, pemimpin kafilah itu berdoa, ”ya Allah, dengan berkah Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, selamatkanlah kami. Jika selamat kami bernazar kami akan memberikan hadiah pada beliau.”
Ajaib tiba-tiba sorak sorai para perampok itu berhenti, berganti dengan teriakan histeris ketakutan. Dan sesaat kemudian sepi, hening. Tak lama setelah itu kepala perampok mendatangi kafilah dagang dengan wajah ketakutan. Katanya dengan suara gemetar terbata-bata, ”Saudaraku, ikutlah denganku, ambilah kembali barang-barang kalian yang kamu rampok, dan tolong ampuni kami.”
)
Para anggota kafilah terheran-heran dan saling berpandangan. Dengan takut mereka mengikuti si perampok sampai di tempat semula mereka meninggalkan barang dagangan, mereka menyaksikan pemandangan yang lebih aneh lagi.
Dua orang tetua mereka tewas dengan kepala luka parah. Di sebelah masing-masing tergeletak sebuah terompah yang masih basah, sementara sebagian anggota perampok terduduk lemas dengan wajah ketakutan.
Menurut salah seorang perampok ketika mereka tengah berpesta pora, tiba-tiba sebuah terompah melesat dan menghantam salah seorang kepala begal.
Belum hilang keterkejutan mereka, tiba-tiba sebuah terompah lagi melesat dan menghantam kepala pemimpin begal lainnya keduanya tewas seketika. “Melesatnya terompah itu diiringi dengan teriakan yang keras yang membuat lutut kami gemetar dan terduduk lemas,” katanya.( )
Pada pengikut Syaikh Abdul Qadir menyebut kisah tersebut sebagai karamah beliau. Dan masih banyak lagi kisah karamah penggagas tarekat Qadiriyyah yang mendunia ini. Bahkan, dalam salah satu manaqibnya, An-Nurrul Burhan Fi Manaqib Sultanil Awliya‟ Syaikh Abdil Qodir Al-Jilani, terdapat satu bab khusus yang mengisahkan beberapa karamah khusus sang wali yang disaksikan oleh beberapa orang.
Karamah-karamah Syaikh memang melegenda, hingga tak jarang masyarakat awam menyebutkan namanya sebagai upaya mendapatkan keluarbiasaan atau kesaktian. Beberapa perguruan tinggi bela diri Islam konon menjadikan bacaan Syaikh Abdul Qodir sebagai ritual untuk menyempurnakan ilmu kesaktian.( )
Setelah mengucap salam dan baru saja melafalkan beberapa zikir , tiba-tiba ia melontarkan terompahnya ke angkasa sambil berteriak keras, belum lagi terlenyap keterkejutan para santri, syaikh kembali lagi melemparkan terompah yang satunya kembali ke angkasa, sepasang terompah itupun lenyap ke angkasa, kemudian sang mursid melanjutkan zikir kembali seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Bagi yang belum tahu, terompah adalah lapik kaki yang dibuat dari kulit, karet atau kayu yang dilengkapi dengan tali kulit sebagai penguat, atau kayu bertudung bulat, tempat ibu jari kaki dan jari kaki tengah menjepit.
Dua puluh tiga hari kemudian, dua santrinya yang bernama Syaikh Abu Usman dan Syaikh Muhamad Abdul Haqqi dikejutkan dengan kedatangan serombongan khafilah dagang di pintu gerbang madrasah mereka. Mereka menyatakan ingin bertemu dengan sang guru untuk menyampaikan nazar. ( )
Syaih Abu Usman pun menghadap Syaikh Abdul Qadir al-Jilani menyampaikan pesan tamunya. Dengan tenang Syaikh mengatakan pada Abu Usman agar menerima apa yang akan diberikan tamunya. Khafilah tersebut memberikan hadiah terdiri atas perhiasan emas dan pakaian dari sutera , serta sepasang terompah tua yang sangat dikenal oleh kedua murid Syaikh Abdul Qadir sebagai terompah gurunya.
“Bagaimana terompah guru kami berada di tangan kalian?” tanya keduanya terheran-heran.
Pemimpin kafilah itupun berkisah. Pada 3 shafar 555 H, mereka dihadang gerombolan perampok di sebuah gurun pasir di luar Jazirah Arab. Karena ketakutan, semua anggota anggota melarikan diri meninggalkan sebagian barang dagangan mereka. ( )
Namun tiba-tiba mereka berhenti, karena di depan mereka mulut jurang menganga lebar. Sementara gerombolan perampok semakin mendekat sambil sorak sorai mereka mengejar anggota kafilah yang membawa lari sia-sia dagangan.
Apa boleh buat anggota kafilah itupun pasrah, di tengah ketakutan yang mencekam, pemimpin kafilah itu berdoa, ”ya Allah, dengan berkah Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, selamatkanlah kami. Jika selamat kami bernazar kami akan memberikan hadiah pada beliau.”
Ajaib tiba-tiba sorak sorai para perampok itu berhenti, berganti dengan teriakan histeris ketakutan. Dan sesaat kemudian sepi, hening. Tak lama setelah itu kepala perampok mendatangi kafilah dagang dengan wajah ketakutan. Katanya dengan suara gemetar terbata-bata, ”Saudaraku, ikutlah denganku, ambilah kembali barang-barang kalian yang kamu rampok, dan tolong ampuni kami.”
Baca Juga
Para anggota kafilah terheran-heran dan saling berpandangan. Dengan takut mereka mengikuti si perampok sampai di tempat semula mereka meninggalkan barang dagangan, mereka menyaksikan pemandangan yang lebih aneh lagi.
Dua orang tetua mereka tewas dengan kepala luka parah. Di sebelah masing-masing tergeletak sebuah terompah yang masih basah, sementara sebagian anggota perampok terduduk lemas dengan wajah ketakutan.
Menurut salah seorang perampok ketika mereka tengah berpesta pora, tiba-tiba sebuah terompah melesat dan menghantam salah seorang kepala begal.
Belum hilang keterkejutan mereka, tiba-tiba sebuah terompah lagi melesat dan menghantam kepala pemimpin begal lainnya keduanya tewas seketika. “Melesatnya terompah itu diiringi dengan teriakan yang keras yang membuat lutut kami gemetar dan terduduk lemas,” katanya.( )
Pada pengikut Syaikh Abdul Qadir menyebut kisah tersebut sebagai karamah beliau. Dan masih banyak lagi kisah karamah penggagas tarekat Qadiriyyah yang mendunia ini. Bahkan, dalam salah satu manaqibnya, An-Nurrul Burhan Fi Manaqib Sultanil Awliya‟ Syaikh Abdil Qodir Al-Jilani, terdapat satu bab khusus yang mengisahkan beberapa karamah khusus sang wali yang disaksikan oleh beberapa orang.
Karamah-karamah Syaikh memang melegenda, hingga tak jarang masyarakat awam menyebutkan namanya sebagai upaya mendapatkan keluarbiasaan atau kesaktian. Beberapa perguruan tinggi bela diri Islam konon menjadikan bacaan Syaikh Abdul Qodir sebagai ritual untuk menyempurnakan ilmu kesaktian.( )
(mhy)