Kesukaran adalah Jalan Menuju Kemudahan
Selasa, 12 Mei 2020 - 08:47 WIB
Haikal Hassan
Dai
Sahabat dermawan, ada kisah nyata tentang dengan seorang ahli serangga dengan kepompong. Kepompong ini telah memasuki waktunya terbuka untuk menjadi kupu-kupu. Namun, karena belum kunjung keluar, ahli serangga ini membuat lubang bagi tempat keluar kepompong itu. Ditunggu dan ditunggu, namun yang akhirnya keluar bukan seekor kupu-kupu, tetapi seekor ngengat dengan sayap kecil terlipat dan dia berjalan seumur hidupnya, tidak bisa terbang. (Baca: 4 Peristiwa Bersejarah pada 17 Ramadhan, Apa Saja Sih?)
Apa artinya cerita ini?
Kisah ini membuka cakrawala kita bahwa untuk terbang kupu-kupu itu butuh sebuah kesukaran, kepedihan. Kepompong itu memang kecil lubangnya, tapi itulah sunnatullah, dia harus melaluinya. Sakit memang, tergores, tapi goresan itulah yang membuat sayap kupu-kupu itu terbuka lebar. Goresan itu memang sakit, pedih, dan membuat tubuh gempal si kepompong itu keluar cairan dan teriris-iris dengan pedih dan sakit. Itu pula yang membuat tubuhnya kempes, kecil, dan akhirnya sayapnya terbuka lebar dan mampu terbang. Subhanallah. Pelajaran ini membuat kita semakin sadar bahwa jalan menuju kemudahan itu adalah kesukaran. Dan, Allah menggandakan kalimat itu dengan fa inna ma’al ’usri yusra, inna ma’al ‘usri yusra.
Bagi kita sendiri, kalau Anda jalan menurun, apakah mudah, sulit atau biasa saja? Tentu mudah. Namun, Anda akan lebih rendah kedudukannya. Kalau jalan datar itu akan biasa, tapi Anda tidak akan naik kelas, standar, biasa, wajar, lumrah, atau segala sebutan lain. Namun, ketika Anda mendaki, apakah sulit? Tentu sulit. Tapi, dengan itu Anda lebih tinggi dari posisi sebelumnya. (Baca: Tantangan Bagi Amilin dan Amilat Zakat)
Ini gambaran kecil dan sederhana bahwa jalan mendaki itu memang sulit, tapi ketika sampai puncak kita lebih tinggi. Sebaliknya, kalau jalan biasa-biasa saja, tidak akan ke mana-mana, tidak bertambah tinggi, tidak tambah posisi. Jalan menurun mudah, tapi Anda akan meluncur ke tempat paling bawah.
Sampai kalimat fainna ma’al usri yusra, inna ma’al ‘usri yusra diulang Alah SWT karena untuk mendapatkan kemudahan itu jalan yang mesti dilalui memang harus sulit.
Dai
Sahabat dermawan, ada kisah nyata tentang dengan seorang ahli serangga dengan kepompong. Kepompong ini telah memasuki waktunya terbuka untuk menjadi kupu-kupu. Namun, karena belum kunjung keluar, ahli serangga ini membuat lubang bagi tempat keluar kepompong itu. Ditunggu dan ditunggu, namun yang akhirnya keluar bukan seekor kupu-kupu, tetapi seekor ngengat dengan sayap kecil terlipat dan dia berjalan seumur hidupnya, tidak bisa terbang. (Baca: 4 Peristiwa Bersejarah pada 17 Ramadhan, Apa Saja Sih?)
Apa artinya cerita ini?
Kisah ini membuka cakrawala kita bahwa untuk terbang kupu-kupu itu butuh sebuah kesukaran, kepedihan. Kepompong itu memang kecil lubangnya, tapi itulah sunnatullah, dia harus melaluinya. Sakit memang, tergores, tapi goresan itulah yang membuat sayap kupu-kupu itu terbuka lebar. Goresan itu memang sakit, pedih, dan membuat tubuh gempal si kepompong itu keluar cairan dan teriris-iris dengan pedih dan sakit. Itu pula yang membuat tubuhnya kempes, kecil, dan akhirnya sayapnya terbuka lebar dan mampu terbang. Subhanallah. Pelajaran ini membuat kita semakin sadar bahwa jalan menuju kemudahan itu adalah kesukaran. Dan, Allah menggandakan kalimat itu dengan fa inna ma’al ’usri yusra, inna ma’al ‘usri yusra.
Bagi kita sendiri, kalau Anda jalan menurun, apakah mudah, sulit atau biasa saja? Tentu mudah. Namun, Anda akan lebih rendah kedudukannya. Kalau jalan datar itu akan biasa, tapi Anda tidak akan naik kelas, standar, biasa, wajar, lumrah, atau segala sebutan lain. Namun, ketika Anda mendaki, apakah sulit? Tentu sulit. Tapi, dengan itu Anda lebih tinggi dari posisi sebelumnya. (Baca: Tantangan Bagi Amilin dan Amilat Zakat)
Ini gambaran kecil dan sederhana bahwa jalan mendaki itu memang sulit, tapi ketika sampai puncak kita lebih tinggi. Sebaliknya, kalau jalan biasa-biasa saja, tidak akan ke mana-mana, tidak bertambah tinggi, tidak tambah posisi. Jalan menurun mudah, tapi Anda akan meluncur ke tempat paling bawah.
Sampai kalimat fainna ma’al usri yusra, inna ma’al ‘usri yusra diulang Alah SWT karena untuk mendapatkan kemudahan itu jalan yang mesti dilalui memang harus sulit.
(ysw)