Seputar Tahlil: Beda Pendapat Para Ulama dan Bacaan Lengkap
Rabu, 09 Desember 2020 - 18:15 WIB
KATA “ tahlil ” secara bahasa berasal dari kata hallala (هَلَّلَ) yuhallilu ( يُهَلِّلُ ) tahlilan ( تَهْلِيْلاً ) artinya adalah membaca “Laila illallah.” Istilah ini kemudian merujuk pada sebuah tradisi membaca kalimat dan doa- doa tertentu yang diambil dari ayat al- Qur’an , dengan harapan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang meninggal dunia. Sebagaimana kata “Tahlil” secara harfiah memiliki arti berzikir dengan mengacap kalimat tauhid , yaitu “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah).
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah kepada mayit. ( )
Pertama, ulama mazhab Hanafi , sebagian ulama mazhab Maliki , ulama mazhab Syafi’i , dan ulama mazhab Hanbali menegaskan, menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an serta kalimat thayyibah kepada mayit hukumnya boleh, dan pahalanya sampai kepada sang mayit.
Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa salat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an, zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 5, h. 131).
Sedangkan, Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyebutkan jika seseorang membaca Al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173).
Senada dengan kedua ulama di atas, imam Nawawi dari mazhab Syafi’i menuturkan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk mengucapkan salam kepada (penghuni) kubur, serta mendoakan mayit yang diziarahi dan semua penghuni kubur. ( )Salam serta doa lebih diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam hadis Nabi. Begitu pula, disunnahkan membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an, dan berdoa untuk mereka setelahnya. (Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 311).
Syaikh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali juga berpendapat apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah.
"Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya)," ujarnya. (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 5, h. 79).
Di antara ulama yang membolehkan menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah kepada mayit adalah Syaikh Ibnu Taimiyyah .
Dalam kitab Majmu’ul Fatawa disebutkan adapun bacaan, sedekah, dan sebagainya, berupa amal-amal kebaikan, maka tidak ada perselisihan di antara para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah akan sampainya pahala ibadah harta, seperti sedekah dan pembebasan (memerdekakan budak).
Sebagaimana sampai kepada mayit juga, pahala doa, istighfar, salat jenazah, dan doa di samping kuburannya.(Lihat: Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah, Majmu’ul Fatawa, juz 24, h. 366).
Hanya saja, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan, pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit, karenanya hal itu tidak diperbolehkan. ( )
Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menulis pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki adalah bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada mayit.
Pendapat ini diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya, dan Syekh Ibnu Abi Jamrah. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173).
Dari paparan di atas, para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah kepada mayit.
Dalil-Dalil Tahlil
Tahlil dilakukan antara lain mendasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Hadist tersebut menjelaskan tentang Nabi Muhammad yang ingin memintakan ampunan kepada Allah saat Siti Aisyah nantinya wafat. Hadis tersebut berbunyi,
قَالَتْ عَائِشَةُ وَارَأْسَاهْ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « ذَاكِ لَوْ كَانَ وَأَنَا حَىٌّ ، فَأَسْتَغْفِرُ لَكِ وَأَدْعُو لَكِ » (البخارى )
Artinya: “Aisyah berkata: ‘Aduh kepalaku sakit’. Rasulullah bersabda: ‘Jika kamu wafat dan saya masih hidup, maka saya mintakan ampunan untukmu dan akan mendoakanmu” (HR al-Bukhari).
Juga sebuah dalil yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya, yang berbunyi:
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah kepada mayit. ( )
Pertama, ulama mazhab Hanafi , sebagian ulama mazhab Maliki , ulama mazhab Syafi’i , dan ulama mazhab Hanbali menegaskan, menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an serta kalimat thayyibah kepada mayit hukumnya boleh, dan pahalanya sampai kepada sang mayit.
Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa salat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an, zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 5, h. 131).
Sedangkan, Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyebutkan jika seseorang membaca Al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173).
Senada dengan kedua ulama di atas, imam Nawawi dari mazhab Syafi’i menuturkan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk mengucapkan salam kepada (penghuni) kubur, serta mendoakan mayit yang diziarahi dan semua penghuni kubur. ( )Salam serta doa lebih diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam hadis Nabi. Begitu pula, disunnahkan membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an, dan berdoa untuk mereka setelahnya. (Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 311).
Syaikh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali juga berpendapat apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah.
"Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya)," ujarnya. (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 5, h. 79).
Di antara ulama yang membolehkan menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah kepada mayit adalah Syaikh Ibnu Taimiyyah .
Dalam kitab Majmu’ul Fatawa disebutkan adapun bacaan, sedekah, dan sebagainya, berupa amal-amal kebaikan, maka tidak ada perselisihan di antara para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah akan sampainya pahala ibadah harta, seperti sedekah dan pembebasan (memerdekakan budak).
Sebagaimana sampai kepada mayit juga, pahala doa, istighfar, salat jenazah, dan doa di samping kuburannya.(Lihat: Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah, Majmu’ul Fatawa, juz 24, h. 366).
Hanya saja, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan, pahala bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit, karenanya hal itu tidak diperbolehkan. ( )
Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menulis pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki adalah bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada mayit.
Pendapat ini diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya, dan Syekh Ibnu Abi Jamrah. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173).
Dari paparan di atas, para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan bacaan Al-Qur’an dan kalimat thayyibah kepada mayit.
Dalil-Dalil Tahlil
Tahlil dilakukan antara lain mendasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Hadist tersebut menjelaskan tentang Nabi Muhammad yang ingin memintakan ampunan kepada Allah saat Siti Aisyah nantinya wafat. Hadis tersebut berbunyi,
قَالَتْ عَائِشَةُ وَارَأْسَاهْ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « ذَاكِ لَوْ كَانَ وَأَنَا حَىٌّ ، فَأَسْتَغْفِرُ لَكِ وَأَدْعُو لَكِ » (البخارى )
Artinya: “Aisyah berkata: ‘Aduh kepalaku sakit’. Rasulullah bersabda: ‘Jika kamu wafat dan saya masih hidup, maka saya mintakan ampunan untukmu dan akan mendoakanmu” (HR al-Bukhari).
Juga sebuah dalil yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya, yang berbunyi: