Hidup Mengalami Takdir Buruk, Bagaimana Menyikapinya?
Rabu, 23 Desember 2020 - 06:19 WIB
دَعْوَىٰهُمْ فِيهَا سُبْحَٰنَكَ ٱللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَٰمٌ ۚ وَءَاخِرُ دَعْوَىٰهُمْ أَنِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Do’a mereka di dalamnya ialah subhanakallahumma dan salam penghormatan mereka ialah salam. Dan penutup doa mereka ialah segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.” (QS Yunus: 10).
6. Pandangan peribadatan
Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekadar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdir-Nya atasnya sebagai milik dan hamba-Nya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdir-Nya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’i-Nya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.
(Baca juga: Reshuffle Dinilai Lebih Kuat Muatan Politis, Ini Alasannya )
Seorang mukmin hendaknya meyakini bahwa ia hanyalah milik Allah sehingga ia percaya bahwa Allah berhak mengaturnya dengan bentuk pengaturan bagaimanapun. Ia ridha dengan segala pengaturan dan takdir yang diputukan atasnya. Sikap seperti inilah yang dimaksud benar-benar menghamba kepada Allah semata.
Dalam keadaan bagaimanapun, seorang mukmin sadar bahwa dirinya seorang hamba yang dituntut untuk mempersembahkan ibadahnya dan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam keadaan senang dan lapang, seorang hamba tetap dituntut untuk peribadah dan menyembah kepada-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
إِن كُلُّ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ إِلَّآ ءَاتِى ٱلرَّحْمَٰنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS Maryam: 93).
Wallahu ‘alam.
“Do’a mereka di dalamnya ialah subhanakallahumma dan salam penghormatan mereka ialah salam. Dan penutup doa mereka ialah segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.” (QS Yunus: 10).
6. Pandangan peribadatan
Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekadar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdir-Nya atasnya sebagai milik dan hamba-Nya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdir-Nya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’i-Nya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.
(Baca juga: Reshuffle Dinilai Lebih Kuat Muatan Politis, Ini Alasannya )
Seorang mukmin hendaknya meyakini bahwa ia hanyalah milik Allah sehingga ia percaya bahwa Allah berhak mengaturnya dengan bentuk pengaturan bagaimanapun. Ia ridha dengan segala pengaturan dan takdir yang diputukan atasnya. Sikap seperti inilah yang dimaksud benar-benar menghamba kepada Allah semata.
Dalam keadaan bagaimanapun, seorang mukmin sadar bahwa dirinya seorang hamba yang dituntut untuk mempersembahkan ibadahnya dan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam keadaan senang dan lapang, seorang hamba tetap dituntut untuk peribadah dan menyembah kepada-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
إِن كُلُّ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ إِلَّآ ءَاتِى ٱلرَّحْمَٰنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS Maryam: 93).
Wallahu ‘alam.
(wid)