Dahsyatnya Kesabaran Nabi Muhammad dan Kaum Muslimin Ketika Diboikot 3 Tahun
Selasa, 09 Februari 2021 - 15:43 WIB
Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat, apalagi keadaannya berada dalam kondisi terasing, terpenjara, bahkan tersiksa dengan ketiadaan makanan dan kebutuhan pokok. Begitulah ujian yang dihadapi Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersama kaum muslimin ketika diboikot oleh Kafir Quraisy pimpinan Abu Jahal.
Kaum kafir Quraisy benar-benar memusuhi Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم karena dakwah Islam yang kian menyebar di kalangan Makkah. Bukit Abu Qubays, bagian Makkah sebelah timur menjadi saksi bisu peristiwa memilukan itu. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, yaitu sejak tahun ke-7 kenabian sampai tahun ke-10.
Baca Juga: Kisah Rasulullah Ketika Diganggu dan Disakiti Abu Jahal
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan sahabatnya diboikot di Syi'ib (kediaman) Abu Thalib. Letaknya di kaki bukit Abu Qubays, bagian Mekkah sebelah timur. Dekat dengan bukit Shofa. Syi'ib Abu Thalib berbentuk sebuah pelataran sempit yang dikelilingi dinding batu terjal lagi tinggi, tidak dapat dipanjat. Orang hanya dapat masuk keluar dari sebelah barat melalui celah sempit setinggi kurang dari dua meter, yang hanya dapat dilewati unta dengan susah payah.
Di tempat pengasingan itu, Nabi صلى الله عليه وسلم ditemani pamannya Abu Thalib dan para sahabat terkemuka. Kemudian, beliau ditemani oleh Sayyidina Hamzah dan Umar Bin Khattab radhiyallahu 'anhu yang baru saja masuk Islam.
Selama di tanah tandus yang panas itu, mereka hanya makan sesekali. Banyak anak yang kelaparan bahkan tak sedikit yang jatuh sakit. Pasokan makanan distop untuk mereka. Tak ada yang berani memberi bantuan kecuali mau menerima perlakuan sadis dari Abu Jahal dan kawan-kawannya.
Dalam Sirah Nabawi karya Syekh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury yang bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum diceritakan, segala cara sudah ditempuh kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi. Kepanikan kaum musyrikin Makkah mencapai puncaknya, ditambah lagi mereka mengetahui bahwa Bani Hasyim dan Bani 'Abdul Muththalib berkeras akan menjaga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membelanya mati-matian apapun resikonya.
Perjanjian Pemboikotan
Kaum musyrikin Makkah akhirnya berkumpul di kediaman Bani Kinanah di lembah al-Mahshib dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib. Kemudian tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, tidak berbaur, tidak berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Rasulullah untuk dibunuh. Mereka mendokumentasikan hal itu di atas sebuah shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah: "Bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka kecuali bila mereka menyerahkan Nabi Muhammad untuk dibunuh."
Perjanjian itu digantungkan di rongga Ka'bah, namun Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib baik yang masih kafir maupun yang sudah beriman selain Abu Lahab tetap berpihak untuk membela Rasulullah. Mereka akhirnya tertahan di kediaman Abu Thalib pada malam bulan Muharram tahun ke-7 dari Bi'tsah (diutusnya beliau sebagai Rasul).
Adapun isi perjanjian itu adalah:
1. Mereka tidak menikah dengan wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.
2. Mereka tidak minikahkan putri-putri mereka dengan orang-orang Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.
3. Mereka tidak menjual sesuatu apa pun kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.
4. Mereka tidak membeli sesuatu apa pun dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib. (Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam I, Darul Falah, 2004)
3 Tahun di Kediaman Abu Thalib
Pemboikotan semakin diperketat sehingga makanan dan stok pun habis. Sementara kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Makkah atau dijual kecuali mereka segera memborongnya. Tindakan ini membuat kondisi Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib semakin kepayahan dan memprihatinkan.
Mereka terpaksa memakan dedaunan dan kulit-kulit. Selain itu, jeritan kaum wanita dan tangis bayi-bayi yang mengerang kelaparan pun terdengar di balik kediaman tersebut. Tidak ada yang sampai ke tangan mereka kecuali secara sembunyi-sembunyi, dan merekapun tidak keluar rumah untuk membeli keperluan keseharian kecuali pada Asyhur al-Hurum (bulan-bulan yang diharamkan berperang).
Mereka membelinya dari rombongan yang datang dari luar Makkah, akan tetapi penduduk Makkah menaikkan harga barang-barang kepada mereka beberapa kali lipat agar mereka tidak mampu membelinya. Benar-benar derita yang sulit bagi Nabi dan para sahabat.
Hakim bin Hizam pernah membawa gandum untuk diberikan kepada bibinya, Sayyidah Khadijah radhiallaahu 'anha (istri Nabi Muhammad), namun suatu ketika dia dihadang oleh Abu Jahal dan diinterogasi olehnya guna mencegah upayanya. Untung saja, ada Abu al-Bukhturiy menengahi dan membiarkannya lolos membawa gandum itu kepada bibinya.
Kaum kafir Quraisy benar-benar memusuhi Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم karena dakwah Islam yang kian menyebar di kalangan Makkah. Bukit Abu Qubays, bagian Makkah sebelah timur menjadi saksi bisu peristiwa memilukan itu. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, yaitu sejak tahun ke-7 kenabian sampai tahun ke-10.
Baca Juga: Kisah Rasulullah Ketika Diganggu dan Disakiti Abu Jahal
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan sahabatnya diboikot di Syi'ib (kediaman) Abu Thalib. Letaknya di kaki bukit Abu Qubays, bagian Mekkah sebelah timur. Dekat dengan bukit Shofa. Syi'ib Abu Thalib berbentuk sebuah pelataran sempit yang dikelilingi dinding batu terjal lagi tinggi, tidak dapat dipanjat. Orang hanya dapat masuk keluar dari sebelah barat melalui celah sempit setinggi kurang dari dua meter, yang hanya dapat dilewati unta dengan susah payah.
Di tempat pengasingan itu, Nabi صلى الله عليه وسلم ditemani pamannya Abu Thalib dan para sahabat terkemuka. Kemudian, beliau ditemani oleh Sayyidina Hamzah dan Umar Bin Khattab radhiyallahu 'anhu yang baru saja masuk Islam.
Selama di tanah tandus yang panas itu, mereka hanya makan sesekali. Banyak anak yang kelaparan bahkan tak sedikit yang jatuh sakit. Pasokan makanan distop untuk mereka. Tak ada yang berani memberi bantuan kecuali mau menerima perlakuan sadis dari Abu Jahal dan kawan-kawannya.
Dalam Sirah Nabawi karya Syekh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury yang bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum diceritakan, segala cara sudah ditempuh kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi. Kepanikan kaum musyrikin Makkah mencapai puncaknya, ditambah lagi mereka mengetahui bahwa Bani Hasyim dan Bani 'Abdul Muththalib berkeras akan menjaga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membelanya mati-matian apapun resikonya.
Perjanjian Pemboikotan
Kaum musyrikin Makkah akhirnya berkumpul di kediaman Bani Kinanah di lembah al-Mahshib dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib. Kemudian tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, tidak berbaur, tidak berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Rasulullah untuk dibunuh. Mereka mendokumentasikan hal itu di atas sebuah shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah: "Bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka kecuali bila mereka menyerahkan Nabi Muhammad untuk dibunuh."
Perjanjian itu digantungkan di rongga Ka'bah, namun Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib baik yang masih kafir maupun yang sudah beriman selain Abu Lahab tetap berpihak untuk membela Rasulullah. Mereka akhirnya tertahan di kediaman Abu Thalib pada malam bulan Muharram tahun ke-7 dari Bi'tsah (diutusnya beliau sebagai Rasul).
Adapun isi perjanjian itu adalah:
1. Mereka tidak menikah dengan wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.
2. Mereka tidak minikahkan putri-putri mereka dengan orang-orang Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.
3. Mereka tidak menjual sesuatu apa pun kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib.
4. Mereka tidak membeli sesuatu apa pun dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib. (Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam I, Darul Falah, 2004)
3 Tahun di Kediaman Abu Thalib
Pemboikotan semakin diperketat sehingga makanan dan stok pun habis. Sementara kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Makkah atau dijual kecuali mereka segera memborongnya. Tindakan ini membuat kondisi Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib semakin kepayahan dan memprihatinkan.
Mereka terpaksa memakan dedaunan dan kulit-kulit. Selain itu, jeritan kaum wanita dan tangis bayi-bayi yang mengerang kelaparan pun terdengar di balik kediaman tersebut. Tidak ada yang sampai ke tangan mereka kecuali secara sembunyi-sembunyi, dan merekapun tidak keluar rumah untuk membeli keperluan keseharian kecuali pada Asyhur al-Hurum (bulan-bulan yang diharamkan berperang).
Mereka membelinya dari rombongan yang datang dari luar Makkah, akan tetapi penduduk Makkah menaikkan harga barang-barang kepada mereka beberapa kali lipat agar mereka tidak mampu membelinya. Benar-benar derita yang sulit bagi Nabi dan para sahabat.
Hakim bin Hizam pernah membawa gandum untuk diberikan kepada bibinya, Sayyidah Khadijah radhiallaahu 'anha (istri Nabi Muhammad), namun suatu ketika dia dihadang oleh Abu Jahal dan diinterogasi olehnya guna mencegah upayanya. Untung saja, ada Abu al-Bukhturiy menengahi dan membiarkannya lolos membawa gandum itu kepada bibinya.