Tragis, Nyawa Khalifah Ali Dijadikan Mahar Oleh Abdul Rahman bin Muljam
Minggu, 14 Februari 2021 - 19:37 WIB
SEKELOMPOK orang-orang Khawarij berkumpul memperbincangkan nasib sanak famili dan teman-teman mereka yang telah mati terbunuh dalam berbagai peperangan. Mereka berpendapat, bahwa tanggung-jawab atas terjadinya pertumpahan darah selama ini harus dipikul oleh tiga orang: Ali bin Abi Thalib , Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Al Ash .
Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menceritakan tiga orang itu oleh mereka disebut dengan istilah "pemimpin-pemimpin yang sesat".
Salah seorang di antara yang sedang berkumpul itu, bernama Albarak bin Abdullah. Ia bangkit berdiri sambil berkata: "Akulah yang akan membikin beres Muawiyah bin Abi Sufyan!"
Teriakan Albarak itu diikuti oleh Amr bin Bakr dengan kata-kata: "Aku yang membikin beres Amr bin Al Ash!"
Abdurrahman bin Muljam tak mau ketinggalan. Ia berteriak: "Akulah yang akan membikin beres Ali bin Abi Thalib!"
Tiga orang tersebut kemudian bersepakat untuk melaksanakan pembunuhan dalam satu malam terhadap tiga orang calon korban: Ali bin Abu Thalib r.a., Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Al Ash.
Terdorong oleh kekacauan akidah dan semangat balas dendam, tiga orang Khawarij itu bertekad hendak cepat-cepat melaksanakan rencana mereka.
Al Hamid Al Husaini menceritakan, berangkatlah Abdurrahman bin Muljam meninggalkan Makkah menuju Kufah. Setibanya di Kufah, ia singgah di rumah salah seorang teman-lamanya.
Di situ ia bertemu dengan seorang gadis bernama Qitham binti Al Akhdar. Paras gadis ini elok dan cantik. Tidak ada gadis lain di daerah itu yang mengungguli kecantikan parasnya. Ayah dan saudara lelaki Qitham adalah orang-orang Khawarij yang mati terbunuh dalam perang Nehrawan. Waktu melihat kecantikan gadis itu, Abdurrahman bin Muljam sangat terpesona dan tergiur hatinya.
Dengan terus terang ia bertanya kepada Qitham, bagaimana pendapat gadis jelita itu kalau ia mengajukan lamaran untuk dijadikan isteri.
Qitham ketika itu menyahut: "Maskawin apa yang dapat kauberikan kepadaku?"
"Terserah kepadamu, apa yang kauinginkan," jawab Abdurrahman bin Muljam.
"Aku hanya minta supaya engkau sanggup memberi empat macam," sahut gadis itu menjelaskan: "Uang sebesar 3.000 dirham, seorang budak lelaki dan seorang budak perempuan dan kesanggupanmu membunuh Ali bin Abi Thalib!"
Mengenai permintaanmu yang berupa uang 3.000 dirham, seorang budak lelaki dan seorang budak perempuan, aku pasti dapat memenuhinya," jawab Abdurrahman, "tetapi tentang membunuh Ali bin Abi Thalib, bagaimana aku bisa menjamin?"
"Engkau harus bisa mengintai kelengahannya," ujar Qitham. "Jika engkau berhasil membunuh dia, aku dan engkau akan bersama-sama merasa lega dan engkau akan dapat hidup di sampingku selama-lamanya!"
Sebenarnya, sebelum Abdurrahman bertemu dengan Qitham binti Al Akhdar, ia sudah mulai bimbang melaksanakan niat membunuh Ali bin Abu Thalib r.a. Sebab, tidaklah mudah bagi dirinya melaksanakan pembunuhan itu. Perbuatan itu merupakan tindakan petualangan yang berbahaya bagi keselamatan jiwanya.
Akan tetapi suratan takdir rupanya mengendaki supaya Abdurrahman lebih bertambah berani, hilang keraguannya dan nekad berbuat dosa yang amat jahat. Tampaknya takdir membiarkan tangan Abdurrahman nyelonong bagaikan anak-panah terlepas dari busurnya.
Secara kebetulan ia seolah-olah digiring singgah ke rumah teman lamanya dan dipertemukan dengan seorang gadis bernama Qitham!
Setelah terjadi pembicaraan tentang maskawin, akhirnya Abdurrahman mernberikan jawaban terakhir: "Permintaanmu tentang pembunuhan Ali bin Abi Thalib akan kupenuhi."
Sebagaimana tersebut di atas tadi Al-Barak bin Abdullah, Amr bin Bakr dan Abdurrahman bin Muljam, telah sepakat hendak melasanakan pembunuhan serentak dalam satu malam, pada waktu subuh. Tetapi terjadi satu kebetulan yang agak aneh juga, karena tragedi yang ditimbulkan oleh tiga orang komplotan tersebut ternyata berakhir dengan akibat yang berlainan.
Amr bin Al-Ash secara kebetulan tidak mengalami nasib seperti yang dialami temannya. Cerita tentang peristiwanya itu sebagai berikut: "Pada malam terjadinya peristiwa itu, Amr bin Al-Ash merasa terganggu kesehatannya. Ia tidak keluar bersembahyang di masjid dan tidak juga untuk keperluan lainnya. Ia memerintahkan seorang petugas keamanan, bernama Kharijah bin Hudzafah, supaya mengimami salat subuh jama'ah sebagai penggantinya.
Amr bin Bakr menduga, bahwa Kharijah itu adalah Amr bin Al-Ash. Amr bin Bakr segera menyelinap dan mendekat, kemudian Kharijah ditikam dengan senjata tajam. Seketika itu juga Kharijah meninggal dan Amr bin Bakr sendiri tertangkap basah.
Waktu dihadapkan kepada Amr bin Al Ash, ia (Amr bin Al Ash) berkata kepadanya: "Engkau menghendaki nyawaku, tetapi Allah ternyata menghendaki nyawa Kharijah bin Hudzafah!"
Setelah itu ia memerintahkan supaya Amr bin Bakr segera dibunuh. Adapun Muawiyah yang menjadi sasaran Al-Barak bin Abdullah, pada saat ia sedang lengah, ditikam oleh Al-Barak. Mujur bagi Muawiyah. Ia tidak mati, sebab tikaman itu hanya mengenai samping pantatnya. Hal itu dimungkinkan karena sejak terbukanya permusuhan antara Ali bin Abu Thalib r.a. dengan dirinya, Muawiyah selalu mengenakan baju berlapis besi.
Al-Barak tertangkap dan ia dihadapkan kepada Muawiyah. Mengenai peristiwa ini terdapat penulisan sejarah yang agak berlainan.
Abu Faraj Al-Ashfahaniy mengatakan: "Waktu Al-Barak dihadapkan kepada Muawiyah, ia berkata: "Aku membawa berita untukmu."
Muawiyah bertanya: "Berita Apa?"
Al-Barak lalu menceritakan apa yang pada malam itu dilakukan oleh dua orang temannya. "Malam itu…," katanya, "…Ali bin Abi Thalib akan mati dibunuh. Biarlah aku kau tahan dulu. Jika benar ia mati terbunuh, terserahlah apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku. Tetapi jika ternyata ia tidak berhasil dibunuh, aku berjanji kepadamu, akulah yang akan membunuhnya. Lantas aku akan kembali lagi kepadamu menyerahkan diri. Selanjutnya terserah hukuman apa yang akan kau jatuhkan atas diriku!" (Bersambung)
Baca Juga
Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menceritakan tiga orang itu oleh mereka disebut dengan istilah "pemimpin-pemimpin yang sesat".
Salah seorang di antara yang sedang berkumpul itu, bernama Albarak bin Abdullah. Ia bangkit berdiri sambil berkata: "Akulah yang akan membikin beres Muawiyah bin Abi Sufyan!"
Teriakan Albarak itu diikuti oleh Amr bin Bakr dengan kata-kata: "Aku yang membikin beres Amr bin Al Ash!"
Abdurrahman bin Muljam tak mau ketinggalan. Ia berteriak: "Akulah yang akan membikin beres Ali bin Abi Thalib!"
Tiga orang tersebut kemudian bersepakat untuk melaksanakan pembunuhan dalam satu malam terhadap tiga orang calon korban: Ali bin Abu Thalib r.a., Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Al Ash.
Terdorong oleh kekacauan akidah dan semangat balas dendam, tiga orang Khawarij itu bertekad hendak cepat-cepat melaksanakan rencana mereka.
Al Hamid Al Husaini menceritakan, berangkatlah Abdurrahman bin Muljam meninggalkan Makkah menuju Kufah. Setibanya di Kufah, ia singgah di rumah salah seorang teman-lamanya.
Di situ ia bertemu dengan seorang gadis bernama Qitham binti Al Akhdar. Paras gadis ini elok dan cantik. Tidak ada gadis lain di daerah itu yang mengungguli kecantikan parasnya. Ayah dan saudara lelaki Qitham adalah orang-orang Khawarij yang mati terbunuh dalam perang Nehrawan. Waktu melihat kecantikan gadis itu, Abdurrahman bin Muljam sangat terpesona dan tergiur hatinya.
Dengan terus terang ia bertanya kepada Qitham, bagaimana pendapat gadis jelita itu kalau ia mengajukan lamaran untuk dijadikan isteri.
Qitham ketika itu menyahut: "Maskawin apa yang dapat kauberikan kepadaku?"
"Terserah kepadamu, apa yang kauinginkan," jawab Abdurrahman bin Muljam.
"Aku hanya minta supaya engkau sanggup memberi empat macam," sahut gadis itu menjelaskan: "Uang sebesar 3.000 dirham, seorang budak lelaki dan seorang budak perempuan dan kesanggupanmu membunuh Ali bin Abi Thalib!"
Mengenai permintaanmu yang berupa uang 3.000 dirham, seorang budak lelaki dan seorang budak perempuan, aku pasti dapat memenuhinya," jawab Abdurrahman, "tetapi tentang membunuh Ali bin Abi Thalib, bagaimana aku bisa menjamin?"
"Engkau harus bisa mengintai kelengahannya," ujar Qitham. "Jika engkau berhasil membunuh dia, aku dan engkau akan bersama-sama merasa lega dan engkau akan dapat hidup di sampingku selama-lamanya!"
Sebenarnya, sebelum Abdurrahman bertemu dengan Qitham binti Al Akhdar, ia sudah mulai bimbang melaksanakan niat membunuh Ali bin Abu Thalib r.a. Sebab, tidaklah mudah bagi dirinya melaksanakan pembunuhan itu. Perbuatan itu merupakan tindakan petualangan yang berbahaya bagi keselamatan jiwanya.
Akan tetapi suratan takdir rupanya mengendaki supaya Abdurrahman lebih bertambah berani, hilang keraguannya dan nekad berbuat dosa yang amat jahat. Tampaknya takdir membiarkan tangan Abdurrahman nyelonong bagaikan anak-panah terlepas dari busurnya.
Secara kebetulan ia seolah-olah digiring singgah ke rumah teman lamanya dan dipertemukan dengan seorang gadis bernama Qitham!
Setelah terjadi pembicaraan tentang maskawin, akhirnya Abdurrahman mernberikan jawaban terakhir: "Permintaanmu tentang pembunuhan Ali bin Abi Thalib akan kupenuhi."
Sebagaimana tersebut di atas tadi Al-Barak bin Abdullah, Amr bin Bakr dan Abdurrahman bin Muljam, telah sepakat hendak melasanakan pembunuhan serentak dalam satu malam, pada waktu subuh. Tetapi terjadi satu kebetulan yang agak aneh juga, karena tragedi yang ditimbulkan oleh tiga orang komplotan tersebut ternyata berakhir dengan akibat yang berlainan.
Amr bin Al-Ash secara kebetulan tidak mengalami nasib seperti yang dialami temannya. Cerita tentang peristiwanya itu sebagai berikut: "Pada malam terjadinya peristiwa itu, Amr bin Al-Ash merasa terganggu kesehatannya. Ia tidak keluar bersembahyang di masjid dan tidak juga untuk keperluan lainnya. Ia memerintahkan seorang petugas keamanan, bernama Kharijah bin Hudzafah, supaya mengimami salat subuh jama'ah sebagai penggantinya.
Amr bin Bakr menduga, bahwa Kharijah itu adalah Amr bin Al-Ash. Amr bin Bakr segera menyelinap dan mendekat, kemudian Kharijah ditikam dengan senjata tajam. Seketika itu juga Kharijah meninggal dan Amr bin Bakr sendiri tertangkap basah.
Waktu dihadapkan kepada Amr bin Al Ash, ia (Amr bin Al Ash) berkata kepadanya: "Engkau menghendaki nyawaku, tetapi Allah ternyata menghendaki nyawa Kharijah bin Hudzafah!"
Setelah itu ia memerintahkan supaya Amr bin Bakr segera dibunuh. Adapun Muawiyah yang menjadi sasaran Al-Barak bin Abdullah, pada saat ia sedang lengah, ditikam oleh Al-Barak. Mujur bagi Muawiyah. Ia tidak mati, sebab tikaman itu hanya mengenai samping pantatnya. Hal itu dimungkinkan karena sejak terbukanya permusuhan antara Ali bin Abu Thalib r.a. dengan dirinya, Muawiyah selalu mengenakan baju berlapis besi.
Al-Barak tertangkap dan ia dihadapkan kepada Muawiyah. Mengenai peristiwa ini terdapat penulisan sejarah yang agak berlainan.
Abu Faraj Al-Ashfahaniy mengatakan: "Waktu Al-Barak dihadapkan kepada Muawiyah, ia berkata: "Aku membawa berita untukmu."
Muawiyah bertanya: "Berita Apa?"
Al-Barak lalu menceritakan apa yang pada malam itu dilakukan oleh dua orang temannya. "Malam itu…," katanya, "…Ali bin Abi Thalib akan mati dibunuh. Biarlah aku kau tahan dulu. Jika benar ia mati terbunuh, terserahlah apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku. Tetapi jika ternyata ia tidak berhasil dibunuh, aku berjanji kepadamu, akulah yang akan membunuhnya. Lantas aku akan kembali lagi kepadamu menyerahkan diri. Selanjutnya terserah hukuman apa yang akan kau jatuhkan atas diriku!" (Bersambung)
(mhy)