Akhir Tragis Muhammad bin Abu Bakar, Pilunya Hati Siti Aisyah, Ali bin Abu Thalib dan Asma

Sabtu, 13 Februari 2021 - 20:31 WIB
loading...
Akhir Tragis Muhammad bin Abu Bakar, Pilunya Hati  Siti Aisyah, Ali bin Abu Thalib dan Asma
Ilustrasi/Ist
A A A
MUAWIYAH bin Hudaij mengayunkan pedangnya ke leher Muhammad bin Abu Bakar . Maka sahidlah putra Abu Bakar itu. Selanjutnya, dengan kejam Muawiyah menjejalkan jenazah Muhammad ke dalam perut keledai, kemudian dibakar sampai hangus.



Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menceritakan, mendengar saudaranya mengalami nasib malang, Sitti Aisyah r.a . tersayat-sayat hatinya dan sangat sedih. Tiap selesai salat ia selalu mohon kepada Allah SWT supaya menjatuhkan azab kepada Muawiyah bin Abi Sufyan , Amr bin Al Ash , Muawiyah bin Hudaij.

Sepeninggal Muhammad Bin Abu Bakar, keluarga yang ditinggalkan diambil alih tanggung jawabnya oleh Sitti Aisyah r.a., termasuk Al-Qasim bin Muhammad .

Menurut berbagai sumber riwayat, sejak terjadinya pembunuhan terhadap Muhammad bin Abu Bakar, Sitti Aisyah tidak mau lagi makan panggang daging sampai akhir hayatnya.

Tiap teringat kepada saudaranya, ia menyumpah-nyumpah: "Binasalah Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr bin Al Ash, Muawiyah bin Hudaij!"

Sedangkan Asma binti 'Umais, ibu Muhammad, ketika mendengar kemalangan menimpa anak kandungnya, ia muntah darah dalam mushalla, akibat menahan marah dan dendam.

Waktu Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a . mendengar berita tewasnya Muhammad bin Abu Bakar, ia sangat pilu dan sedih. Tindakan buas terhadap Muhammad itu terbayang-bayang di pelupuk matanya. Dalam suatu khutbahnya sesudah kejadian itu ia mengatakan:

"Mesir sekarang telah ditaklukkan oleh orang-orang durhaka dan pemimpin-pemimpin zalim lagi bathil. Mereka itu ialah orang-orang yang selama ini berusaha membendung jalan menuju kebenaran Allah, dan orang-orang yang hendak menyelewengkan agama Islam."

"Muhammad bin Abu Bakar telah gugur sebagai pahlawan syahid. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya. Perhitungan tentang kematiannya itu kita serahkan kepada Allah."

"Demi Allah," kata Ali bin Abu Thalib r.a. selanjutnya. "Sebagaimana kuketahui ia memang seorang yang penuh tawakkal kepada Allah dan rela menerima takdir Ilahi. Ia telah berbuat untuk memperoleh pahala. Ia seorang yang sangat benci kepada segala bentuk kedurhakaan, dan sangat mencintai jalan hidup orang-orang beriman."



"Demi Allah, aku tidak menyesali diriku karena tidak sanggup berbuat. Aku tahu benar bagaimana beratnya risiko penderitaan dalam peperangan. Aku sanggup dan berani menghadapi perang, aku mengerti bagaimana harus bertindak tegas, dan aku pun mempunyai pendapat yang tepat."

"Oleh karena itu aku berseru kepada kalian untuk memperoleh bala bantuan dan pertolongan. Tetapi kalian tidak mau mendengarkan perkataanku, tidak mau mentaati perintahku, sehingga urusan yang kita hadapi ini berakibat sangat buruk."

"Kurang lebih 50 hari yang lalu, kalian kuajak membantu saudara-saudara kalian di Mesir, tetapi kalian maju mundur. Kalian merasa berat seperti orang-orang yang memang tidak mempunyai niat berjuang, yaitu orang-orang yang tidak pernah berpikir ingin memperoleh imbalan pahala."

"Akhirnya aku hanya dapat menghimpun pasukan kecil, jumlahnya sangat sedikit, lemah dan tidak kompak. Mereka ini seolah-olah hanya untuk digiring menghadapi maut yang ada di depan mereka! Alangkah buruknya kalian itu!"

Selesai mengucapkan khutbah yang pedas didengar itu, ia turun dan pergi. (Bersambung)

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2179 seconds (0.1#10.140)