Ini Mengapa Islam Melarang Perdukunan Aliran Hitam Maupun Putih

Jum'at, 26 Februari 2021 - 13:18 WIB
Ilustrasi/Ist
MENGAPA Islam begitu ‘keras’ dalam memerangi dukun dan dunia perdukunan? Boleh jadi ada yang berpikir, para dukun tersebut ingin berbuat baik kepada sesama, dengan memberdayakan ‘daya linuwih’ yang dimiliki. Lantas apa salahnya?




Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi dalam buku Jihad Melawan Perdukunan yang diterbikan Media Dakwah Al Furqon (2021) menulis, satu hal yang seharusnya selalu diingat setiap insan, manakala Islam melarang suatu perbuatan, pasti perbuatan tersebut memuat kerusakan fatal atau mengakibatkan bahaya besar bagi pelakunya baik di dunia maupun akhirat walaupun—barangkali— perbuatan itu mengandung beberapa manfaat.

Jika dicermati ulang dengan teliti, ujarnya, manfaat tadi bila dibandingkan dengan keburukan yang ditimbulkannya, jelas tidak ada apa-apanya.

Segala yang berbau perdukunan maupun praktik sihir memuat berbagai sisi negatif, di antaranya:



Pertama, demi menjalankan aktivitasnya, para dukun melakukan ritual kesyirikan dan praktik kekufuran.

Seringkali para dukun dan tukang sihir bisa melakukan atraksi-atraksi ajaib yang mencengangkan. Orang yang beriman tidak akan mudah termakan karena ia tahu bahwa sejatinya mereka telah berkolaborasi dengan setan untuk melakukan atraksi tersebut. (Lihat Kitab an-Nubuwwat karya Ibnu Taimiyyah 2/830–831).

Sementara itu, setan tidak mungkin membantu para tukang sihir dalam hal itu, kecuali setelah mereka melakukan hal-hal yang bertenangan dengan syari’at , sebagai bentuk kompensasi bantuan tersebut. (Lihat al-Furqan Baina Auliya‘ ar-Rahman wa Auliya‘ asy-Syaithan karya Ibnu Taimiyyah hlm. 331–332).

Semakin kufur atau syirik perbuatan yang dipersembahkan, semakin besar bantuan yang diberikan setan. (Lihat at-Tafsir al-Qayyim hlm. 581).

Kenyataan ini bukanlah isapan jempol belaka atau fitnah murahan, kata Abu Ubaidah Yusuf, melainkan fenomena tersebut diakui oleh para mantan dukun yang telah bertaubat.

Mereka bersaksi bahwa untuk menggapai ‘kesaktian’ yang dimiliki, mereka diharuskan untuk melakukan kesyirikan dan kekufuran. Ada yang mengatakan bahwa mereka dahulunya memohon bantuan kepada Iblis, ada yang tidak menunaikan salat lima waktu dan berpuasa Ramadhan. Ada yang menempelkan lembaran lembaran mushaf al-Qur‘an di tembok WC, dan berbagai tindak kekufuran lainnya.

Adanya kolaborasi para dukun dengan setan telah dijelaskan para ulama Islam sejak dahulu kala. Sebagaimana dipaparkan antara lain oleh Imam Syafi’i (w. 204 H), al-Baidhawi (w. 685 H), dan Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H).

.

Paparan Imam Syafi’i bisa dilihat pada Tafsir al-Qurthubi 2/274, al-Baidhawi dalam Tafsir al-Baidhawi hlm. 21 dan Ibnu Hajar al-Asqalani dalan Fathul Bari 10/222.

Kedua, tukang ramal dan paranormal telah menabrak salah satu prinsip dasar aqidah Islam , yakni keyakinan bahwa dzat yang mengetahui hal gaib hanyalah Allah Ta'ala.

Terlalu banyak fakta yang membuktikan bahwa para pelaku perdukunan telah mengklaim dirinya mengetahui hal-hal gaib. Salah satu contoh nyatanya, lihatlah apa yang bermunculan di media massa, elektronik maupun cetak, setiap datang penghujung tahun. Para dukun dan ‘spiritualis’ berlomba meramal kejadian tahun depan! Ini hanyalah satu contoh, dan masih banyak contoh lainnya yang senada. Bahkan ada pula yang berani meramal kapan datangnya hari Kiamat!

Padahal dalam al-Qur‘an, begitu gamblang dijelaskan bahwa pengetahuan tentang hal gaib hanyalah dimiliki Allah, Rabb semesta alam.

Katakanlah (wahai Muhammad): “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara gaib, kecuali Allah.” (QS an-Naml [27]: 65)

Dan masih banyak ayat lain serta hadits nabawi yang senada.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Handlalah bin Ali bahwa Mihjan bin Al Adra' telah menceritakan kepadanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam masjid, lalu beliau mendapati seorang laki-laki membaca tasyahud seusai shalat yang mengucapkan: Allahumma inni as'aluka Ya Allah Al Ahad As Shamad alladzii lam yalid wa lam yuulad walam yakul lahuu kufuwan ahad antaghfira lii dzunuubi innaka antal ghafuurur rakhiim (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, Dzat yang Maha Esa, Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia, semoga Engkau mengampuni dosa-dosaku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Maka beliau bersabda: Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni, Sungguh dosa-dosanya telah di ampuni.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 835)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More