Ini Alasan Mengapa Sholat Tarawih Dikerjakan 20 Rakaat
Jum'at, 02 April 2021 - 05:00 WIB
Sholat Tarawih adalah ibadah sunnah muakkad yang dikerjakan pada bulan suci Ramadhan. Meski hukumnya sunnah, ibadah ini memiliki keutamaan besar seperti sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: "Siapa yang menghidupkan bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah maka diampunilah dosa‐dosanya yang telah lalu." (Al-Bukhari, Muslim)
Kata Imam An-Nawawi, yang dimaksud menghidupkan bulan Ramadhan adalah dengan sholat tarawih. Sehingga tak heran jika sholat tarawih ini selalu dikerjakan para sahabat, tabi'in, salaf dan kaum muslimin pada masa kini.
Adapun jumlah rakaat sholat tarawih paling afdhol adalah 20 rakaat (10 salam). Jika digabung 3 rakaat sholat witir menjadi 23 rakaat. Para Imam 4 Mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali) mengambil pendapat yang sama 20 rakaat. Tidak ada satupun yang menentang ini semenjak zaman Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu sampai saat ini.
Hanya saja, Imam Malik di samping berpendapat 23 rakaat, juga memunculkan pendapat bahwa sholat tarawih 36 rakaat ditambah 3 rakaat witir, menjadi 39 rakaat. Sholat tarawih 20 rakaat sampai kini juga dilaksanakan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah.
Lalu, bagaimana dengan sholat tarawih 8 rakaat? Berikut lanjutan penjelasan Habib Ahmad Bin Novel Bin Salim Jindan (Pengasuh Yayasan Al-Hawthah Al-Jindaniyah).
Untuk diketahui, pihak yang berpendapat sholat tarawih 8 rakaat berpegang pada Hadis yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha tentang sholat witir. "Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dari sebelas rakaat." (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Menurut kelompok pendukung tarawih 8 rakaat, 11 rakaat yang dimaksud pada hadits ini adalah 8 rakaat tarawih dan tiga rakaat witir. Dari segi sanad, hadis ini tidak diragukan lagi keshahihannya. Karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan lain‐lain (muttafaq 'alaih). Hanya saja, penggunaan hadis ini sebagai dalil sholat tarawih perlu dikritisi dan dikoreksi ulang.
Berikut ini beberapa kritikan terhadap pendukung tarawih 8 rakaat:
1. Pemotongan Hadits
Bagi yang menjadikan hadits ini sebagai dalil sholat tarawih biasanya tidak membacanya secara utuh. Akan tetapi mengambil potongannya saja sebagaimana disebutkan di atas. Bunyi hadits ini secara sempurna adalah sebagai berikut: "Dari Abi Salamah bin Abdurrahman, ia pernah bertanya kepada As-Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha perihal sholat yang dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم pada bulan Ramadhan. Sayyidah Aisyah menjawab, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dari 11 rakaat. Beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat. Aisyah kemudian berkata, Saya berkata, wahai Rasulullah, apakah Anda tidur sebelum shalat witir?" Beliau menjawab, wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, akan tetapi hatiku tidak tidur."
Pemotongan hadits boleh‐boleh saja dilakukan, dengan syarat orang yang memotong adalah orang alim dan bagian yang tidak disebutkan tidak berkaitan dengan bagian yang disebutkan. Dalam arti, pemotongan tersebut tidak boleh menimbulkan kerancuan pemahaman dan kesimpulan berbeda. Pemotongan pada hadits di atas, berpotensi menimbulkan kesimpulan berbeda. Sebab, jika dibaca secara utuh, konteks hadits ini sangat jelas berbicara tentang sholat Witir, bukan shalat tarawih, karena pada akhir hadits ini, Sayyidah Aisyah menanyakan shalat Witir kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
2. Kesalahan dalam Memahami Maksud Hadits
Dalam hadis di atas, Sayyidah Aisyah dengan tegas menyatakan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah melakukan shalat melebihi 11 rakaat baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan‐bulan yang lain. Shalat yang dilakukan sepanjang tahun, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, tentu bukanlah shalat tarawih.
Karena shalat tarawih hanya ada pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa hadits ini bukanlah dalil shalat tarawih, akan tetapi dalil shalat witir. Kesimpulan ini diperkuat oleh hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah. "Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, Nabi صلى الله عليه وسلم shalat malam 13 rakaat, antara lain shalat witir dan dua rakaat Fajar." (HR Al-Bukhari)
3. Pemenggalan Hadits
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pendukung tarawih 8 rakaat mengatakan bahwa maksud dari 11 rakaat pada hadits di atas adalah 8 rakaat tarawih dan tiga rakaat witir. Hal ini tidak tepat karena ini berarti satu hadits yang merupakan dalil untuk satu paket shalat dipenggal menjadi dua, delapan rakaat tarawih dan tiga rakaat witir. Di sisi lain, jika kita menyetujui pemenggalan ini, maka kita harus menyetujui bahwa selama bulan Ramadhan Nabi صلى الله عليه وسلم hanya melakukan shalat witir tiga rakaat saja.
Ini tidak pantas bagi beliau yang merupakan tauladan bagi umat dalam hal ibadah. Imam at‐Tirmidzi mengatakan, "Diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم shalat witir 13, 11, 9, 7, 5, 3 dan 1 rakaat." Apabila di selain bulan Ramadhan saja beliau melakukan shalat witir sebanyak 13 atau 11 rakaat, pantaskah beliau hanya melakukan shalat witir hanya 3 rakaat saja pada bulan Ramadhan yang merupakan bulan ibadah?
4. Inkonsisten dalam Mengamalkan Hadits
Dalam hadits di atas secara jelas dinyatakan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah melakukan shalat melebihi 11 rakaat baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan‐bulan yang lain. Kalau mau konsisten, pihak yang memahami bahwa 11 rakaat pada hadits di atas maksudnya adalah 8 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir, seharusnya mereka melakukan shalat tarawih dan witir sepanjang tahun, dan bukan pada bulan Ramadhan saja. Tetapi kenyataannya tidak demikian.
Kata Imam An-Nawawi, yang dimaksud menghidupkan bulan Ramadhan adalah dengan sholat tarawih. Sehingga tak heran jika sholat tarawih ini selalu dikerjakan para sahabat, tabi'in, salaf dan kaum muslimin pada masa kini.
Adapun jumlah rakaat sholat tarawih paling afdhol adalah 20 rakaat (10 salam). Jika digabung 3 rakaat sholat witir menjadi 23 rakaat. Para Imam 4 Mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali) mengambil pendapat yang sama 20 rakaat. Tidak ada satupun yang menentang ini semenjak zaman Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu sampai saat ini.
Hanya saja, Imam Malik di samping berpendapat 23 rakaat, juga memunculkan pendapat bahwa sholat tarawih 36 rakaat ditambah 3 rakaat witir, menjadi 39 rakaat. Sholat tarawih 20 rakaat sampai kini juga dilaksanakan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah.
Lalu, bagaimana dengan sholat tarawih 8 rakaat? Berikut lanjutan penjelasan Habib Ahmad Bin Novel Bin Salim Jindan (Pengasuh Yayasan Al-Hawthah Al-Jindaniyah).
Untuk diketahui, pihak yang berpendapat sholat tarawih 8 rakaat berpegang pada Hadis yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha tentang sholat witir. "Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dari sebelas rakaat." (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Menurut kelompok pendukung tarawih 8 rakaat, 11 rakaat yang dimaksud pada hadits ini adalah 8 rakaat tarawih dan tiga rakaat witir. Dari segi sanad, hadis ini tidak diragukan lagi keshahihannya. Karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan lain‐lain (muttafaq 'alaih). Hanya saja, penggunaan hadis ini sebagai dalil sholat tarawih perlu dikritisi dan dikoreksi ulang.
Berikut ini beberapa kritikan terhadap pendukung tarawih 8 rakaat:
1. Pemotongan Hadits
Bagi yang menjadikan hadits ini sebagai dalil sholat tarawih biasanya tidak membacanya secara utuh. Akan tetapi mengambil potongannya saja sebagaimana disebutkan di atas. Bunyi hadits ini secara sempurna adalah sebagai berikut: "Dari Abi Salamah bin Abdurrahman, ia pernah bertanya kepada As-Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha perihal sholat yang dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم pada bulan Ramadhan. Sayyidah Aisyah menjawab, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah menambahi, baik pada bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dari 11 rakaat. Beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu tanyakan baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat. Aisyah kemudian berkata, Saya berkata, wahai Rasulullah, apakah Anda tidur sebelum shalat witir?" Beliau menjawab, wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, akan tetapi hatiku tidak tidur."
Pemotongan hadits boleh‐boleh saja dilakukan, dengan syarat orang yang memotong adalah orang alim dan bagian yang tidak disebutkan tidak berkaitan dengan bagian yang disebutkan. Dalam arti, pemotongan tersebut tidak boleh menimbulkan kerancuan pemahaman dan kesimpulan berbeda. Pemotongan pada hadits di atas, berpotensi menimbulkan kesimpulan berbeda. Sebab, jika dibaca secara utuh, konteks hadits ini sangat jelas berbicara tentang sholat Witir, bukan shalat tarawih, karena pada akhir hadits ini, Sayyidah Aisyah menanyakan shalat Witir kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
2. Kesalahan dalam Memahami Maksud Hadits
Dalam hadis di atas, Sayyidah Aisyah dengan tegas menyatakan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah melakukan shalat melebihi 11 rakaat baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan‐bulan yang lain. Shalat yang dilakukan sepanjang tahun, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, tentu bukanlah shalat tarawih.
Karena shalat tarawih hanya ada pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa hadits ini bukanlah dalil shalat tarawih, akan tetapi dalil shalat witir. Kesimpulan ini diperkuat oleh hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah. "Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, Nabi صلى الله عليه وسلم shalat malam 13 rakaat, antara lain shalat witir dan dua rakaat Fajar." (HR Al-Bukhari)
3. Pemenggalan Hadits
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pendukung tarawih 8 rakaat mengatakan bahwa maksud dari 11 rakaat pada hadits di atas adalah 8 rakaat tarawih dan tiga rakaat witir. Hal ini tidak tepat karena ini berarti satu hadits yang merupakan dalil untuk satu paket shalat dipenggal menjadi dua, delapan rakaat tarawih dan tiga rakaat witir. Di sisi lain, jika kita menyetujui pemenggalan ini, maka kita harus menyetujui bahwa selama bulan Ramadhan Nabi صلى الله عليه وسلم hanya melakukan shalat witir tiga rakaat saja.
Ini tidak pantas bagi beliau yang merupakan tauladan bagi umat dalam hal ibadah. Imam at‐Tirmidzi mengatakan, "Diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم shalat witir 13, 11, 9, 7, 5, 3 dan 1 rakaat." Apabila di selain bulan Ramadhan saja beliau melakukan shalat witir sebanyak 13 atau 11 rakaat, pantaskah beliau hanya melakukan shalat witir hanya 3 rakaat saja pada bulan Ramadhan yang merupakan bulan ibadah?
4. Inkonsisten dalam Mengamalkan Hadits
Dalam hadits di atas secara jelas dinyatakan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah melakukan shalat melebihi 11 rakaat baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan‐bulan yang lain. Kalau mau konsisten, pihak yang memahami bahwa 11 rakaat pada hadits di atas maksudnya adalah 8 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir, seharusnya mereka melakukan shalat tarawih dan witir sepanjang tahun, dan bukan pada bulan Ramadhan saja. Tetapi kenyataannya tidak demikian.