Keutamaan Itikaf di Bulan Ramadhan, Begini Tata Caranya
Rabu, 28 April 2021 - 19:37 WIB
Keutamaan itikaf di bulan Ramadhan sangat besar, terlebih menjadi bagian dari upaya meraih keutamaan Lailatul Qadar. Apalagi dengan khusyuk untuk beribadah dan berdoa kepada Allah SWT tanpa gangguan apapun, tentunya bisa membuat umat islam semakin dekat dengan Allah SWT.
Kendati termasuk amalan sunnah yang bisa dilakukan kapan saja, tetapi khususnya di bulan Ramadhan, i’tikaf lebih dianjurkan, terutama di sepuluh malam terakhir.
Keutamaannya pun sangat besar, terlebih menjadi bagian dari upaya meraih keutamaan Lailatul Qadar. Dalam sebuah hadtsnya, Rasulullah SAW bahkan menyatakan bahwa i’tikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beri’tikaf bersama beliau.
مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ
“Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir,” (HR Ibnu Hibban).
Secara terminologi, i’tikaf adalah berdiam diri di masjid disertai dengan niat. Tujuannya semata beribadah kepada Allah, khususnya ibadah yang biasa dilakukan di masjid.
Demi meraih keutamaan yang lebih besar, seseorang tentu dapat memperbanyak ragam niatnya, seperti berniat mengunjungi dan menghormati masjid sebagai rumah Allah, berzikir dan mendekatkan diri kepada-Nya, mengharap rahmat dan rida-Nya, bermuhasabah, mengingat hari akhir, mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu agama, bergaul dengan orang-orang saleh dan cinta kepada-Nya, memutus segala hal yang dapat melupakan akhirat, dan sebagainya.
I’tikaf dapat dilakukan setiap saat, termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan salat. Hukum asalnya adalah sunnah, tapi bisa menjadi wajib apabila dinazarkan.
Kemudian, hukumnya bisa menjadi haram bila dilakukan oleh seorang istri atau hamba sahaya tanpa izin, dan menjadi makruh bila dilakukan oleh perempuan yang bertingkah dan mengundang fitnah meski disertai izin.
Melakukannya pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, lebih utama dibanding pada waktu-waktu yang lain, demi menggapai keutamaan Lailatul Qadar yang waktunya dirahasiakan Allah.
Karena dirahasiakan itulah, maka siapa pun harus senantiasa mengisi malam-malam Ramadhan dengan berbagai amaliah, baik wajib maupun sunnah, dengan tujuan agar tidak terlewatkan.
Adapun rukun i’tikaf menurut Ustadz M. Tatam Wijaya, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin”, Jayagiri, Jawa Barat, ada empat: (1) niat, (2) berdiam diri di masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah salat, (3) masjid, dan (4) orang yang beri’tikaf.
Kemudian, syarat orang yang beri’tikaf adalah beragama Islam, berakal sehat, dan bebas dari hadas besar. Artinya, tidak sah i’tikaf dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.
Saat berniat, seorang yang beri’tikaf harus menyebutkan status fardhu i’tikafnya apabila i’tikaf tersebut dinadzarkan. Dan berdasarkan pendapat kuat, seluruh i’tikaf itu menjadi fardhu, baik ditentukan lamanya maupun tidak.
Kemudian, macam-macamnya ada tiga: (1) i’tikaf mutlak, (2) i’tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus, (3) i’tikaf terikat waktu dan terus-menerus.
Dalam tulisannya berjudul Tata Cara I’tikaf dan Keutamaannya di Bulan Ramadhan yang dipublikasikan laman resmi Nahdlatul Ulama, Ustaz Tatam menjelaskan, i’tikaf mutlak walaupun lama waktunya cukuplah berniat sebagai berikut:
Kendati termasuk amalan sunnah yang bisa dilakukan kapan saja, tetapi khususnya di bulan Ramadhan, i’tikaf lebih dianjurkan, terutama di sepuluh malam terakhir.
Keutamaannya pun sangat besar, terlebih menjadi bagian dari upaya meraih keutamaan Lailatul Qadar. Dalam sebuah hadtsnya, Rasulullah SAW bahkan menyatakan bahwa i’tikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beri’tikaf bersama beliau.
مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ
“Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir,” (HR Ibnu Hibban).
Secara terminologi, i’tikaf adalah berdiam diri di masjid disertai dengan niat. Tujuannya semata beribadah kepada Allah, khususnya ibadah yang biasa dilakukan di masjid.
Demi meraih keutamaan yang lebih besar, seseorang tentu dapat memperbanyak ragam niatnya, seperti berniat mengunjungi dan menghormati masjid sebagai rumah Allah, berzikir dan mendekatkan diri kepada-Nya, mengharap rahmat dan rida-Nya, bermuhasabah, mengingat hari akhir, mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu agama, bergaul dengan orang-orang saleh dan cinta kepada-Nya, memutus segala hal yang dapat melupakan akhirat, dan sebagainya.
I’tikaf dapat dilakukan setiap saat, termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan salat. Hukum asalnya adalah sunnah, tapi bisa menjadi wajib apabila dinazarkan.
Kemudian, hukumnya bisa menjadi haram bila dilakukan oleh seorang istri atau hamba sahaya tanpa izin, dan menjadi makruh bila dilakukan oleh perempuan yang bertingkah dan mengundang fitnah meski disertai izin.
Melakukannya pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, lebih utama dibanding pada waktu-waktu yang lain, demi menggapai keutamaan Lailatul Qadar yang waktunya dirahasiakan Allah.
Karena dirahasiakan itulah, maka siapa pun harus senantiasa mengisi malam-malam Ramadhan dengan berbagai amaliah, baik wajib maupun sunnah, dengan tujuan agar tidak terlewatkan.
Adapun rukun i’tikaf menurut Ustadz M. Tatam Wijaya, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin”, Jayagiri, Jawa Barat, ada empat: (1) niat, (2) berdiam diri di masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah salat, (3) masjid, dan (4) orang yang beri’tikaf.
Kemudian, syarat orang yang beri’tikaf adalah beragama Islam, berakal sehat, dan bebas dari hadas besar. Artinya, tidak sah i’tikaf dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.
Saat berniat, seorang yang beri’tikaf harus menyebutkan status fardhu i’tikafnya apabila i’tikaf tersebut dinadzarkan. Dan berdasarkan pendapat kuat, seluruh i’tikaf itu menjadi fardhu, baik ditentukan lamanya maupun tidak.
Kemudian, macam-macamnya ada tiga: (1) i’tikaf mutlak, (2) i’tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus, (3) i’tikaf terikat waktu dan terus-menerus.
Dalam tulisannya berjudul Tata Cara I’tikaf dan Keutamaannya di Bulan Ramadhan yang dipublikasikan laman resmi Nahdlatul Ulama, Ustaz Tatam menjelaskan, i’tikaf mutlak walaupun lama waktunya cukuplah berniat sebagai berikut: