Rayakan Idul Fitri, Masyarakat Harus Tetap Waspada dan Patuhi Protokol kesehatan
Rabu, 12 Mei 2021 - 16:35 WIB
JAKARTA - Di tengah pandemi Covid-19, umat Islam diingatkan untuk merayakan Hari Idul Fitri dengan tetap peduli dan mematuhi protokol kesehatan (prokes). Virus Corona adalah ancaman yang nyata dan juga telah menelan banyak korban.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amirsyah Tambunan mengungkapkan, saat ini sudah memasuki tahun kedua pandemi Covid-19.
Sampai kini sudah dua tokoh MUI yang meninggal dunia, yakni Dr Nazarudin Ramli dan Dr Tengku Zulkarnain.
”Ini bukti nyata, banyak lagi tokoh-tokoh yang sudah mendahului kita. Sekali lagi saya mengingatkan bahwa kita tetap harus waspada. Kewaspadaan terhadap diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat,” ujar Dr KH Amirsyah Tambunan di Jakarta, Selasa (11/5/2021).
Dia mengatakan, neraka ada dua macam, neraka di dunia dan neraka di akhirat. Ia meminta agar jangan sampai lalai lalu covid menjadi bagaikan neraka dunia bagi manusia.
Oleh karena itu dia meminta agar terus waspada supaya kita mampu menjaga diri kita dengan sebaik-baiknya.
”Jaga diri dan keluarga itu adalah hukumnya wajib, dalam arti kesehatan itu adalah sesuatu yang wajib dipelihara. Kenapa wajib? Karena menjaga kesehatan itu harus terus bersama-sama, supaya kita bisa melakukan ibadah, kita bisa mencari nafkah buat keluarga, kita bisa beramal untuk kemaslahatan umat dan bangsa,” ungkapnya.
Oleh karena itu dirinya sekali lagi menyampaikan bahwa kita harus mendahulukan yang wajib, harus diutamakan ketimbang yang sunah.
Dia mencontohkan misalnya salat tarawih yang sunah, salat di tanah lapang itu sunah hukumnya. Jangan sampai melaksanakan yang sunah kemudian terjadi kerumunan karena bisa menjadi potensi penyebaran Covid-19.
”Kalau berkerumun lalu ada satu yang kena, itu artinya penyebarannya akan sangat berbahaya. Kalau cuma satu orang yang kena, misalnya dia kemudian langsung cepat diisolasi, itu akan lebih mudah untuk mengatasi,” jelasnya.
Dia mencontohkan kerumunan seperti yang terjadi di Banyuwangi, kemudian yang terjadi di Pati, kemudian sebelum ramadhan di Jambi. Hal ini menurutnya sama seperti di India yang terjadi di sungai Gangga yang kemudian berakibat fatal.
”Nah potensi kerumunan itu berbahaya. Oleh karena itu saya pesan, daerah-daerah hijau yang tidak tertular covid tetap menggunakan protokol kesehatan. Tetapi daerah yang orange atau merah yang telah ditetapkan oleh satgas ini sebaiknya salatnya di rumah saja. Untuk apa? Menjaga diri dan keluarga. Kenapa? Karena kita sayang dengan keluarga,” tutur Amirsyah.
Dia berpendapat, saat ini sudah zamannya teknologi, sudah ada teknologi canggih. Dia menyarankan untuk menggunakan teknologi tersebut untuk menyambung silaturahim dan menyapa keluarga.
”Bisa dilakukan silaturahim lewat zoom, silaturahim lewat virtual. Intinya jangan berkumpul dulu untuk sementara, dalam arti kerumunan. Karena itu akan sangat berpotensi untuk membuat kluster baru penyebaran covid. Dan mudah-mudahan ini dapat diikuti oleh masyarakat,” tukasnya.
Dia menghimbau agar semua pihak harus kompak bersama, baik itu masyarakat maupun aparat. Karena menurutnya tidak ada artinya imbauan dan ajakan pemerintah maupun para kiai, para ulama kalau tidak diikuti oleh masyarakat.
Amirsyah juga meminta kepada media agar juga jangan menimbulkan kebingungan di masyarakat. Karena menurutnya, seringkali ada media yang bilang begini kemudian media yang lain bilang begini.
Oleh karena itu dirinya menyarankan agar kita harus memiliki keyakinan diri supaya tidak bingung. ”Ada ainul yaqin, setelah melihat banyak peristiwa kemudian kita yakin bahwa ikhtiar harus kita perkuat untuk mencegah. Jadi jangan ikut ajakan dan imbauan orang yang membuat bingung. Yang kedua ilmu yaqin, dengan ilmu, artinya apa? ada ahil, ada peneliti yang mengatakan tentang bahaya covid dan cara pencegahannya,” tuturnya.
Dia juga mengungkapkan ada tiga hal yang harus dipedomani yaitu wajib iman, jadi keyakinan harus diperkuat. Kemudian wajib aman, jaga diri agar aman jauh dari kerumumna dan yang ketiga wajib imun.
”Nah wajib imun ini kan perlu gizi, gizi ini kan masyarakat harus bergerak, maka itu dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Silakan mencari nafkah, tetapi harus menggunakan protokol kesehatan yang ketat,” ujarnya
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amirsyah Tambunan mengungkapkan, saat ini sudah memasuki tahun kedua pandemi Covid-19.
Sampai kini sudah dua tokoh MUI yang meninggal dunia, yakni Dr Nazarudin Ramli dan Dr Tengku Zulkarnain.
”Ini bukti nyata, banyak lagi tokoh-tokoh yang sudah mendahului kita. Sekali lagi saya mengingatkan bahwa kita tetap harus waspada. Kewaspadaan terhadap diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat,” ujar Dr KH Amirsyah Tambunan di Jakarta, Selasa (11/5/2021).
Dia mengatakan, neraka ada dua macam, neraka di dunia dan neraka di akhirat. Ia meminta agar jangan sampai lalai lalu covid menjadi bagaikan neraka dunia bagi manusia.
Oleh karena itu dia meminta agar terus waspada supaya kita mampu menjaga diri kita dengan sebaik-baiknya.
”Jaga diri dan keluarga itu adalah hukumnya wajib, dalam arti kesehatan itu adalah sesuatu yang wajib dipelihara. Kenapa wajib? Karena menjaga kesehatan itu harus terus bersama-sama, supaya kita bisa melakukan ibadah, kita bisa mencari nafkah buat keluarga, kita bisa beramal untuk kemaslahatan umat dan bangsa,” ungkapnya.
Oleh karena itu dirinya sekali lagi menyampaikan bahwa kita harus mendahulukan yang wajib, harus diutamakan ketimbang yang sunah.
Dia mencontohkan misalnya salat tarawih yang sunah, salat di tanah lapang itu sunah hukumnya. Jangan sampai melaksanakan yang sunah kemudian terjadi kerumunan karena bisa menjadi potensi penyebaran Covid-19.
”Kalau berkerumun lalu ada satu yang kena, itu artinya penyebarannya akan sangat berbahaya. Kalau cuma satu orang yang kena, misalnya dia kemudian langsung cepat diisolasi, itu akan lebih mudah untuk mengatasi,” jelasnya.
Dia mencontohkan kerumunan seperti yang terjadi di Banyuwangi, kemudian yang terjadi di Pati, kemudian sebelum ramadhan di Jambi. Hal ini menurutnya sama seperti di India yang terjadi di sungai Gangga yang kemudian berakibat fatal.
”Nah potensi kerumunan itu berbahaya. Oleh karena itu saya pesan, daerah-daerah hijau yang tidak tertular covid tetap menggunakan protokol kesehatan. Tetapi daerah yang orange atau merah yang telah ditetapkan oleh satgas ini sebaiknya salatnya di rumah saja. Untuk apa? Menjaga diri dan keluarga. Kenapa? Karena kita sayang dengan keluarga,” tutur Amirsyah.
Dia berpendapat, saat ini sudah zamannya teknologi, sudah ada teknologi canggih. Dia menyarankan untuk menggunakan teknologi tersebut untuk menyambung silaturahim dan menyapa keluarga.
”Bisa dilakukan silaturahim lewat zoom, silaturahim lewat virtual. Intinya jangan berkumpul dulu untuk sementara, dalam arti kerumunan. Karena itu akan sangat berpotensi untuk membuat kluster baru penyebaran covid. Dan mudah-mudahan ini dapat diikuti oleh masyarakat,” tukasnya.
Dia menghimbau agar semua pihak harus kompak bersama, baik itu masyarakat maupun aparat. Karena menurutnya tidak ada artinya imbauan dan ajakan pemerintah maupun para kiai, para ulama kalau tidak diikuti oleh masyarakat.
Amirsyah juga meminta kepada media agar juga jangan menimbulkan kebingungan di masyarakat. Karena menurutnya, seringkali ada media yang bilang begini kemudian media yang lain bilang begini.
Oleh karena itu dirinya menyarankan agar kita harus memiliki keyakinan diri supaya tidak bingung. ”Ada ainul yaqin, setelah melihat banyak peristiwa kemudian kita yakin bahwa ikhtiar harus kita perkuat untuk mencegah. Jadi jangan ikut ajakan dan imbauan orang yang membuat bingung. Yang kedua ilmu yaqin, dengan ilmu, artinya apa? ada ahil, ada peneliti yang mengatakan tentang bahaya covid dan cara pencegahannya,” tuturnya.
Dia juga mengungkapkan ada tiga hal yang harus dipedomani yaitu wajib iman, jadi keyakinan harus diperkuat. Kemudian wajib aman, jaga diri agar aman jauh dari kerumumna dan yang ketiga wajib imun.
”Nah wajib imun ini kan perlu gizi, gizi ini kan masyarakat harus bergerak, maka itu dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Silakan mencari nafkah, tetapi harus menggunakan protokol kesehatan yang ketat,” ujarnya
(dam)
Lihat Juga :