Zakat Fitrah, Bolehkah Ditunaikan dalam Bentuk Uang?

Sabtu, 23 Mei 2020 - 08:30 WIB
Zakat fitrah (fitri) adalah zakat yang wajib dikeluarkan sekali setahun yaitu di bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Foto/dok SINDOnews
Kita sering menemukan orang-orang membayar Zakat Fitrah bukan dengan makanan pokok sehari-hari, tetapi membayarnya dengan uang yang nilainya seharga makanan pokok tersebut. Apakah hal itu dibolehkan?

Berikut penjelasan Ustaz Isnan Ansory (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam Bukunya "I'tikaf, Qiyam al-Lail, Shalat 'Ied dan Zakat Al-Fithr di Tengah Wabah". Dalam hal ini para Ulama berbeda pendapat:

1. Mazhab Pertama: Tidak Boleh

Mayoritas ulama (Maliki, Syafi'i, Hanbali, Zhahiri) berpendapat bahwa Zakat Fitrah itu harus dikeluarkan sebagaimana aslinya, yaitu dalam bantuk makanan pokok yang masih mentah. Apabila hanya diberikan dalam bentuk uang yang senilai, maka dalam pandangan mereka, zakat itu belum sah ditunaikan.(Baca Juga: Mengapa Islam Mewajibkan Zakat Fitrah? Ini Alasannya)



Bahkan Imam Ahmad memandang bahwa hal itu menyalahi sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Suatu ketika pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad tentang masalah ini, yaitu bolehkah Zakat Fitrah diganti dengan uang saja, maka beliau menjawab: "Aku khawatir zakatnya belum ditunaikan, lantaran menyalahi sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."

Orang yang bertanya itu penasaran dan balik bertanya: "Orang-orang bilang bahwa Umar bin Abdul Aziz membolehkan bayar Zakat Fitrah dengan uang yang senilai." Imam Ahmad pun menjawab: "Apakah mereka meninggalkan perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengambil perkataan si fulan?" Beliau pun membacakan Hadis Ibnu Umar tentang Zakat Fitrah .

Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memfardhukan Zakat Fitrah bulan Ramadhan kepada manusia sebesar 1 shaa' kurma atau sya'ir, yaitu kepada setiap orang merdeka, budak, laki-laki dan perempuan dari orang-orang muslim. (HR. Bukhari Muslim). Setelah itu beliau membacakan ayat Al-Qur'an: "Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya. (QS. AnNisa’: 59)

Lagi pula dalam urusan mengganti nilai uang atas suatu harta itu tidak boleh ditentukan secara sepihak, melainkan harus dengan keridhaan kedua belah pihak, yaitu muzakki dan mustahiq. (Baca Juga: Kirim Duit ke Kampung untuk Bayar Zakat Fitrah, Bolehkah?)

2. Mazhab Kedua: Boleh

Mazhab yang membolehkan membayar Zakat Fitrah dengan uang senilai bahan makanan pokok yang wajib dibayarkanialah Mazhab Hanafi. Pendapat ini disandarkan pula kepada sebagian ulama salaf seperti Abu Tsaur, Umar bin Abdul Aziz, Hasan Al-Bashri, Abu Ishak, dan Atha'. Abu Yusuf, salah satu ulama al-Hanafiyyah berkata: "Saya lebih senang berzakat fitrah dengan uang dari pada dengan bahan makanan, karena yang demikian itu lebih tepat mengenai kebutuhan miskin".

Pendapat Pertengahan:

Ulama kontemporer, Syeikh Mahmud Syaltut dalam Kitab Fatawa-nya menyatakan: "Yang saya anggap baik dan saya laksanakan adalah, bila saya berada di desa, saya keluarkan bahan makanan seperti kurma, kismis, gandum, dan sebagainya. Tapi jika saya di kota, maka saya keluarkan uang (harganya)".

Syaikh Yusuf al-Qaradawi mengasumsikan kenapa dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membayar zakat dengan makanan, yaitu karena dua hal. Pertama, karena uang di masa itu agak kurang banyak beredar bila dibandingkan dengan makanan. Maka membayar zakat langsung dalam bentuk makanan justru merupakan kemudahan. Sebaliknya, di masa itu membayar zakat dengan uang malah merepotkan. (Baca Juga: Jusuf Kalla Imbau Wajib Zakat, Bayar Zakat Lebih Awal)

Pihak muzakki malah direpotkan karena yang dia miliki justru makanan, kalau makanan itu harus diuangkan terlebih dahulu, berarti dia harus menjualnya di pasar. Pihak mustahiq pun juga direpotkan apabila dibayar dengan uang, karena uang itu tidak bisa langsung dimakan.

Hal ini mengingatkan kita pada cerita dokter yang bertugas di pedalaman, di mana para pasien yang datang berobat lebih sering membayar bukan dengan uang melainkan dengan bahan makanan, seperti pisang, durian, beras atau ternak ayam yang mereka miliki. Apa boleh buat, makanan berlimpah tetapi uang kurang banyak beredar.

Kedua, karena nilai uang di masa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak stabil, selalu berubah tiap pergantian zaman. Hal itu berbeda bila dibandingkan dengan nilai makanan, yang jauh lebih stabil meski zaman terus berganti.(Baca Juga: Doa dan Lafaz Niat Saat Menyerahkan Zakat Fitrah)



Wallahu A'lam
(rhs)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
قُلۡ هُوَ الَّذِىۡۤ اَنۡشَاَكُمۡ وَجَعَلَ لَـكُمُ السَّمۡعَ وَالۡاَبۡصَارَ وَ الۡاَفۡـــِٕدَةَ ‌ ؕ قَلِيۡلًا مَّا تَشۡكُرُوۡنَ
Katakanlah, Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati nurani bagi kamu. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.

(QS. Al-Mulk Ayat 23)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More