Abu Muslim Al-Khaulani (1): Berbekal Iman, Nabi Palsu Gagal Membakarnya
Sabtu, 12 Juni 2021 - 10:04 WIB
TERSEBAR berita di seluruh penjuru Jazirah Arab bahwa Rasulullah SAW sakit sepulang beliau dari haji Wada . Setan pun memprovokasi Aswad al-Ansi agar kembali kepada kekafiran setelah keimanannya. Dan agar dia berkata tentang Allah dengan dusta. Dia mengaku kepada kaumnya sebagai nabi yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dia adalah manusia yang kuat jasadnya, besar ambisinya, keras jiwanya dan akrab dengan kejahatannya. Dia juga ahli dalam hal ikhwal perdukunan jahiliyah, gemar menggunakan sihir untuk mencelakakan orang. Di samping dia juga fasih lisannya, bagus argumennya, cerdas otaknya, pandai menyesatkan orang dengan kebathilannya. Dia mencari pendukung dengan cara membagi-bagikan hadiah dan pemberian. Ketika tampil di muka umum dia selalu mengenakan topeng hitam agar terkesan angker dan terasa kuat kehebatannya.
Dengan cepat dakwah Aswad al-Ansi menyebar di penjuru Yaman bagaikan api yang membakar ilalang. Dia dibantu oleh kabilah Bani Madhaj, kelompok terbesar di Yaman dari segi jumlah dan kekuasaannya. Masih pula didukung oleh kemampuan untuk merekayasa cerita dusta, kepalsuan serta memperalat para pengikutnya yang pandai untuk menguatkan siasatnya.
Dia mengaku bahwa malaikat turun dari langit untuk membawakan wahyu dan memberitahukan hal-hal ghaib kepadanya, lalu dia membuat berbagai rekayasa agar orang-orang percaya dengan pengakuannya.
Dia menaruh mata-mata di berbagai tempat untuk mendengarkan masalah-masalah yang dikeluhkan masyarakat, menguak rahasia-rahasia mereka, serta memancing cita-cita dan harapan yang tersimpan di benak mereka. Pada saat yang sama dia mengusahakan agar orang-orang minta tolong kepadanya.
Ketika orang-orang datang, dia melayani mereka dengan baik, memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengatasi segala kesulitan mereka. Dia tunjukkan seolah-olah dia mengetahui segala rahasia yang tersimpan dalam hati mereka. Dipamerkannya hal-hal ajaib dan menakjubkan sehingga mampu menyihir akal dan membingungkan pikiran mereka.
Dalam waktu singkat namanya menjadi besar, kehebatannya kian tersohor, pengikutnya makin banyak. Shan’a kini berada di bawah kendalinya, dari sini terus menyebar ke tempat lain sampai meliputi seluruh Yaman, antara Hadramaut, Tha’if, Bahrain serta Aden.
Ketika telah merasa besar kekuatannya, dan banyak pula negeri maupun kekuasaannya, dia beraksi memburu orang-orang yang menentangnya, orang-orang yang dikaruniai iman kepada Allah secara tulus dan beragama yang lurus.
Terhadap orang-orang tersebut Aswad al-Ansi berlaku bengis, bahkan tak segan-segan melakukan penyiksaan secara sadis. Di antara para penentang tersebut, terdapat seorang tokoh bernama Abdullah bin Tsuwab yang dikenal dengan julukan Abu Muslim al-Khaulani.
Abu Muslim al-Khaulani adalah seorang yang kokoh imannya, pantang kompromi dengan kebathilan dan senantiasa menyerukan kebenaran. Dia mengikhlaskan hidupnya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Dia menjauhi kesenangan dunia dan perhiasannya, bernadzar bahwa hidupnya akan digunakan untuk menaati Allah Ta’ala serta mendakwahkan agamanya. Dijualnya murah-murah kenikmatan sementara di dunia untuk ditukar dengan kenikmatan abadi. Tak heran bila orang-orang menyambutnya dengan baik, memandangnya sebagai orang yang suci jiwanya dan mustajab doanya di sisi Rabb-nya.
Aswad al-Ansi sudah gatal untuk menangkap Abu Muslim lalu menghukumnya sekeras mungkin. Agar orang lain yang akan menentangnya gentar dan dapat ditundukkan.
Maka, dia perintahkan prajuritnya mengumpulkan kayu bakar di lapangan Shan’a, lalu disulut dengan api. Orang-orang dipanggil untuk menyaksikan bagaimana seorang ahli fikih di Yaman dan ahli ibadahnya Abu Muslim al-Khaulani hendak “bertaubat” kepada Aswad dan mengimani kenabiannya.
Sampailah waktu yang telah direncanakan, Aswad al-Ansi memasuki lapangan yang telah dipadati manusia. Dia berjalan dengan kawalan ketat, kemudian duduk di atas kursi kebesaran di depan api yang menyala-nyala.
Sejurus kemudian, Abu Muslim al-Khaulani diseret ke tengah arena. Pendusta yang kejam itu memandang Abu Muslim dengan congkak, lau berpaling ke arah api yang berkobar dan menjilat-jilat seraya bertanya,
Aswad: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar, Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Dialah sayyidul mursalin dan penutup para Nabi.”
Dahi Aswad al-Ansi menggerutu. Kedua alisnya bertaut pertanda marah.
Aswad : “Apakah Engkau bersaksi bahwa aku adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Telingaku tersumbat, tak bisa mendengar kata-katamu.”
Aswad : “Kalau begitu, aku akan mencampakkanmu ke dalam api itu.”
Abu Muslim: “Bila engkau membakar aku dengan api dari kayu, engkau akan dibalas dengan api yang bahan bakarnya manusia dan batu-batu, di bawah penjagaan malaikat-malaikat yang perkasa, yang tidak menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa mematuhi perintah yang diberikan kepada mereka.
Aswad : “Aku tidak tergesa-gesa, aku beri engkau kesempatan untuk menggunakan otakmu. Apakah engkau tetap mengakui bahwa Muhammad adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Allah mengutusnya dengan membawa agama dan petunjuk yang benar. Allah menutup seluruh risalah-Nya dengan risalah yang dibawa oleh Muhammad.”
Aswad al-Ansi meninggikan nada suaranya.
Aswad : “Kamu bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?”
Abu Muslim: “Sudah aku katakan kepadamu, bahwa telingaku tersumbat sehingga tak bisa mendengar kata-katamu itu.”
Semakin naik pitamlah Aswad al-Ansi mendengar ketegasan jawaban, ketenangan serta ketegarannya.
Dia hendak memerintahkan agar Abu Muslim al-Khaulani dicampakkan ke dalam api, tapi tangan kanannya berusaha mencegahnya seraya berbisik di telinganya: “Anda tahu bahwa orang ini berjiwa suci, doanya mustajab, sementara Allah tak pernah membiarkan hamba-Nya yang beriman di saat-saat kritis.”
“Bila Anda lemparkan dia ke dalam api lalu ternyata Allah menyelamatkannya, maka semua yang kau bina dengan susah payah ini akan hancur dalam sekejap, karena orang-orang akan mengingkari kenabianmu saat itu juga. Bila engkau membakarnya dan dia mati, orang-orang akan mengaguminya, bahkan menyanjungnya sebagai syuhada. Oleh karena itu, lebih baik Anda melepaskan dia, asingkan saja dia dari negeri ini. Hindarilah dia, engkau akan menjadi lebih tenang dan bisa santai.”
Nabi palsu itu menerima saran tersebut. Dia membekaskan Abu Muslim lalu mengusirnya keluar dari Yaman. (Bersambung)
Dia adalah manusia yang kuat jasadnya, besar ambisinya, keras jiwanya dan akrab dengan kejahatannya. Dia juga ahli dalam hal ikhwal perdukunan jahiliyah, gemar menggunakan sihir untuk mencelakakan orang. Di samping dia juga fasih lisannya, bagus argumennya, cerdas otaknya, pandai menyesatkan orang dengan kebathilannya. Dia mencari pendukung dengan cara membagi-bagikan hadiah dan pemberian. Ketika tampil di muka umum dia selalu mengenakan topeng hitam agar terkesan angker dan terasa kuat kehebatannya.
Dengan cepat dakwah Aswad al-Ansi menyebar di penjuru Yaman bagaikan api yang membakar ilalang. Dia dibantu oleh kabilah Bani Madhaj, kelompok terbesar di Yaman dari segi jumlah dan kekuasaannya. Masih pula didukung oleh kemampuan untuk merekayasa cerita dusta, kepalsuan serta memperalat para pengikutnya yang pandai untuk menguatkan siasatnya.
Dia mengaku bahwa malaikat turun dari langit untuk membawakan wahyu dan memberitahukan hal-hal ghaib kepadanya, lalu dia membuat berbagai rekayasa agar orang-orang percaya dengan pengakuannya.
Dia menaruh mata-mata di berbagai tempat untuk mendengarkan masalah-masalah yang dikeluhkan masyarakat, menguak rahasia-rahasia mereka, serta memancing cita-cita dan harapan yang tersimpan di benak mereka. Pada saat yang sama dia mengusahakan agar orang-orang minta tolong kepadanya.
Ketika orang-orang datang, dia melayani mereka dengan baik, memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengatasi segala kesulitan mereka. Dia tunjukkan seolah-olah dia mengetahui segala rahasia yang tersimpan dalam hati mereka. Dipamerkannya hal-hal ajaib dan menakjubkan sehingga mampu menyihir akal dan membingungkan pikiran mereka.
Dalam waktu singkat namanya menjadi besar, kehebatannya kian tersohor, pengikutnya makin banyak. Shan’a kini berada di bawah kendalinya, dari sini terus menyebar ke tempat lain sampai meliputi seluruh Yaman, antara Hadramaut, Tha’if, Bahrain serta Aden.
Ketika telah merasa besar kekuatannya, dan banyak pula negeri maupun kekuasaannya, dia beraksi memburu orang-orang yang menentangnya, orang-orang yang dikaruniai iman kepada Allah secara tulus dan beragama yang lurus.
Terhadap orang-orang tersebut Aswad al-Ansi berlaku bengis, bahkan tak segan-segan melakukan penyiksaan secara sadis. Di antara para penentang tersebut, terdapat seorang tokoh bernama Abdullah bin Tsuwab yang dikenal dengan julukan Abu Muslim al-Khaulani.
Abu Muslim al-Khaulani adalah seorang yang kokoh imannya, pantang kompromi dengan kebathilan dan senantiasa menyerukan kebenaran. Dia mengikhlaskan hidupnya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Dia menjauhi kesenangan dunia dan perhiasannya, bernadzar bahwa hidupnya akan digunakan untuk menaati Allah Ta’ala serta mendakwahkan agamanya. Dijualnya murah-murah kenikmatan sementara di dunia untuk ditukar dengan kenikmatan abadi. Tak heran bila orang-orang menyambutnya dengan baik, memandangnya sebagai orang yang suci jiwanya dan mustajab doanya di sisi Rabb-nya.
Aswad al-Ansi sudah gatal untuk menangkap Abu Muslim lalu menghukumnya sekeras mungkin. Agar orang lain yang akan menentangnya gentar dan dapat ditundukkan.
Maka, dia perintahkan prajuritnya mengumpulkan kayu bakar di lapangan Shan’a, lalu disulut dengan api. Orang-orang dipanggil untuk menyaksikan bagaimana seorang ahli fikih di Yaman dan ahli ibadahnya Abu Muslim al-Khaulani hendak “bertaubat” kepada Aswad dan mengimani kenabiannya.
Sampailah waktu yang telah direncanakan, Aswad al-Ansi memasuki lapangan yang telah dipadati manusia. Dia berjalan dengan kawalan ketat, kemudian duduk di atas kursi kebesaran di depan api yang menyala-nyala.
Sejurus kemudian, Abu Muslim al-Khaulani diseret ke tengah arena. Pendusta yang kejam itu memandang Abu Muslim dengan congkak, lau berpaling ke arah api yang berkobar dan menjilat-jilat seraya bertanya,
Aswad: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar, Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Dialah sayyidul mursalin dan penutup para Nabi.”
Dahi Aswad al-Ansi menggerutu. Kedua alisnya bertaut pertanda marah.
Aswad : “Apakah Engkau bersaksi bahwa aku adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Telingaku tersumbat, tak bisa mendengar kata-katamu.”
Aswad : “Kalau begitu, aku akan mencampakkanmu ke dalam api itu.”
Abu Muslim: “Bila engkau membakar aku dengan api dari kayu, engkau akan dibalas dengan api yang bahan bakarnya manusia dan batu-batu, di bawah penjagaan malaikat-malaikat yang perkasa, yang tidak menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa mematuhi perintah yang diberikan kepada mereka.
Aswad : “Aku tidak tergesa-gesa, aku beri engkau kesempatan untuk menggunakan otakmu. Apakah engkau tetap mengakui bahwa Muhammad adalah rasul Allah?”
Abu Muslim: “Benar. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Allah mengutusnya dengan membawa agama dan petunjuk yang benar. Allah menutup seluruh risalah-Nya dengan risalah yang dibawa oleh Muhammad.”
Aswad al-Ansi meninggikan nada suaranya.
Aswad : “Kamu bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?”
Abu Muslim: “Sudah aku katakan kepadamu, bahwa telingaku tersumbat sehingga tak bisa mendengar kata-katamu itu.”
Semakin naik pitamlah Aswad al-Ansi mendengar ketegasan jawaban, ketenangan serta ketegarannya.
Dia hendak memerintahkan agar Abu Muslim al-Khaulani dicampakkan ke dalam api, tapi tangan kanannya berusaha mencegahnya seraya berbisik di telinganya: “Anda tahu bahwa orang ini berjiwa suci, doanya mustajab, sementara Allah tak pernah membiarkan hamba-Nya yang beriman di saat-saat kritis.”
“Bila Anda lemparkan dia ke dalam api lalu ternyata Allah menyelamatkannya, maka semua yang kau bina dengan susah payah ini akan hancur dalam sekejap, karena orang-orang akan mengingkari kenabianmu saat itu juga. Bila engkau membakarnya dan dia mati, orang-orang akan mengaguminya, bahkan menyanjungnya sebagai syuhada. Oleh karena itu, lebih baik Anda melepaskan dia, asingkan saja dia dari negeri ini. Hindarilah dia, engkau akan menjadi lebih tenang dan bisa santai.”
Nabi palsu itu menerima saran tersebut. Dia membekaskan Abu Muslim lalu mengusirnya keluar dari Yaman. (Bersambung)
(mhy)