Hukum Mendoakan Keburukan
Selasa, 15 Juni 2021 - 08:11 WIB
Pada dasarnya Allah melarang kita untuk mendoakan keburukan untuk orang lain, terlebih kepada sesama muslim. Tetapi, khusus terhadap orang-orang yang dizalimi Allah membolehkannya. Kenapa demikian? Dan bagaimana pula hukumnya?
Muslimah, ketika seseorang terdzalimi, pasti ia akan berbuat apa saja agar terhindar dari kezaliman itu. Jika mampu, ia akan menghentikan kezaliman atas dirinya dengan tenaga atau lisannya . Namun ketika tak mampu untuk membalasnya, atau disisi lain setiap muslim terbentur dengan aturan tidak boleh dendam, Allah membukakan pintu lain untuk membalas perbuatan zalim itu dengan bolehnya mendoakan keburukan untuknya.
Allah Ta'ala berfirman,
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nisa: 148)
Imam Mujahid mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan seorang laki-laki yang bertamu kepada salah seorang sahabat Rasululullah. Akan tetapi sahabat ini justru menelantarkan dan tidak memberikan hak tersebut. Maka lelaki yang bertamu itu diperbolehkan menceritakan perihal kondisinya itu kepada orang lain. (Tafsir Mujahid, 295)
Adapun perihal makna, menurut Imam as-Sa’di ayat ini menunjukkan kebolehan seseorang yang dizalimi untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya. Dia juga diperbolehkan menampakkan kezaliman itu di hadapan manusia tanpa menambah-nambahi dari fakta yang sebenarnya serta tidak membawa selain orang yang menzaliminya tersebut, meskipun jika orang tersebut mau memaafkan maka itu lebih utama. (Taisir al-Karim ar-Rahman, 12)
Pendapat ini senada dengan pendapat Ibnu Abbas yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya,
“Pada dasarnya Allah tidak menyukai orang yang mendoakan keburukan terhadap orang lain, kecuali bagi orang yang dizalimi, karena dia diberi rukhshah/keringanan untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya, akan tetapi ketika dia bersabar maka itu lebih baik baginya.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, 2/442)
Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat ketika menafsirkan kata al-Jahr. Dalam tataran prakteknya seperti apa. Ada yang mengatakan dengan mendoakan keburukan untuk orang yang menzalimi.
Atau ada ulama lain yang mengatakan tidak mengapa menampakkan dengan kata-katanya bahwa dia telah dizalimi, “dia telah menzalimiku, si Fulan zalim,” dan sebagainya. Kecuali orang yang dizalimi tidak menyukai perbuatan-perbuatan seperti itu, maka itu mubah baginya. (Fathul Qadir, 612)
Seperti apa bentuk kezalimannya? Dilansir dakwah.id, dijelaskan bahwa orang yang dizalimi secara umum, baik itu kehormatan, harta, jiwa, agama, atau salah satu hak dari hak-haknya adalah salah satu golongan orang yang doanya tidak ditolak, sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadisnya:
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
“Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan; doa orang yang teraniaya; doa seorang musafir, dan doa orang tua terhadap anaknya.” (Sunan Abu Daud, Bab do’a bizhahril Ghaib, 2/89; Sunan At-Tirmidzi, kitab Al-Bir bab Do’a’ul Walidain, 8/98-99; Sunan Ibnu Majah, kitab Doa, 2/348 No. 3908; Musnad Ahmad, 2/478. Dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, No. 596)
Syaikh Ali bin Muhammad al-Qaari mengatakan bentuk kezaliman yang dimaksud adalah semua kezaliman dengan segala macam bentuk dan jenisnya (Muraqat al-Mafatih Syarhu Misykat al-Mashabih, 4/1535).
Adapun bentuk pengabulan doanya bisa bermacam-macam. Sesuai kehendak Allah. Bisa dalam bentuk qishsash atau dia akan dizalimi oleh orang zalim lain. (Al-Jami’ li ahkamil Qur’an, 13/224)
Meskipun orang yang dizalimi adalah orang kafir, Allah tetap akan mendengar dan mengabulkan doanya, sebagaimana hadis Rasulullah yang disebutkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أيُّوبَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَسَدِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
“Yahya bin Ishaq mengabarkan kepadaku (Imam Ahmad), ia berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkan kepadaku ia berkata: Abu Abdillah al-Asadi berkata: Aku mendengar Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, meskipun ia orang kafir, sesungguhnya tak ada penghalang baginya.” (Musnad Ahmad, No. 12549)
Doa Hak Preogratif Allah
Tidak semua doa dikabulkan oleh Allah. Bayangkan saja jika misalnya seseorang sakit hati atau miskomunikasi dengan saudaranya karena permasalahan sepele lalu ia mendoakan keburukan untuk orang yang menyakitinya. Sementara orang yang bersangkutan tidak bersalah, misalnya, atau sama-sama merasa terzalimi lalu Allah mengabulkan doanya, jika demikian maka apa jadinya dunia ini? seolah-olah dunia ini diatur oleh kehendak manusia, bukan kehendak Allah.
Dari sinilah bisa kita pahami bahwa urusan terkabulnya doa ada hak prerogatif Allah. Tidak semua doa-doa itu dikabulkan oleh Allah. Allah dengan ilmunya yang Maha Bijaksana-lah yang akan mengabulkan doa-doa itu demi kemaslahatan seluruh hamba-Nya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ فَنَذَرُ …
“Kalau sekiranya Allah menyegerakan doa keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka …” (QS. Yunus: 11)
Menurut Ibnu Katsir, melalui ayat ini Allah mengabarkan kepada manusia akan sifat santun-Nya. Karenanya, Allah tidak mengabulkan doa keburukan yang diperuntukkan kepada seseorang atas jiwa, harta, dan anak-anak mereka dalam kondisi letih/bosan atau marah, Allah Maha Mengetahui bahwa hal itu dilakukan bukan dengan sengaja (agar keburukan itu benar-benar terjadi padanya). (Tafsir al-Qur’an al-Adzhim, 4/ 251)
Singkatnya, orang yang terzalimi diberikan hak istimewa oleh Allah. Doa yang diucapkan untuk orang yang menzaliminya, akan dikabulkan oleh Allah.
Manakala doa buruk itu dikabulkan pasti kita ada perasaan puas dan merasa terbalas, tapi hanya itu saja yang didapat, tak lebih. Maka, tak perlu mendoakan keburukan. Cukuplah mendoakan dengan doa yang baik-baik. Dengan begitu, mudah-mudahan kebaikan pun akan menghampiri.
Wallahu A'lam
Muslimah, ketika seseorang terdzalimi, pasti ia akan berbuat apa saja agar terhindar dari kezaliman itu. Jika mampu, ia akan menghentikan kezaliman atas dirinya dengan tenaga atau lisannya . Namun ketika tak mampu untuk membalasnya, atau disisi lain setiap muslim terbentur dengan aturan tidak boleh dendam, Allah membukakan pintu lain untuk membalas perbuatan zalim itu dengan bolehnya mendoakan keburukan untuknya.
Baca Juga
Allah Ta'ala berfirman,
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nisa: 148)
Imam Mujahid mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan seorang laki-laki yang bertamu kepada salah seorang sahabat Rasululullah. Akan tetapi sahabat ini justru menelantarkan dan tidak memberikan hak tersebut. Maka lelaki yang bertamu itu diperbolehkan menceritakan perihal kondisinya itu kepada orang lain. (Tafsir Mujahid, 295)
Adapun perihal makna, menurut Imam as-Sa’di ayat ini menunjukkan kebolehan seseorang yang dizalimi untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya. Dia juga diperbolehkan menampakkan kezaliman itu di hadapan manusia tanpa menambah-nambahi dari fakta yang sebenarnya serta tidak membawa selain orang yang menzaliminya tersebut, meskipun jika orang tersebut mau memaafkan maka itu lebih utama. (Taisir al-Karim ar-Rahman, 12)
Pendapat ini senada dengan pendapat Ibnu Abbas yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya,
“Pada dasarnya Allah tidak menyukai orang yang mendoakan keburukan terhadap orang lain, kecuali bagi orang yang dizalimi, karena dia diberi rukhshah/keringanan untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya, akan tetapi ketika dia bersabar maka itu lebih baik baginya.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, 2/442)
Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat ketika menafsirkan kata al-Jahr. Dalam tataran prakteknya seperti apa. Ada yang mengatakan dengan mendoakan keburukan untuk orang yang menzalimi.
Atau ada ulama lain yang mengatakan tidak mengapa menampakkan dengan kata-katanya bahwa dia telah dizalimi, “dia telah menzalimiku, si Fulan zalim,” dan sebagainya. Kecuali orang yang dizalimi tidak menyukai perbuatan-perbuatan seperti itu, maka itu mubah baginya. (Fathul Qadir, 612)
Baca Juga
Seperti apa bentuk kezalimannya? Dilansir dakwah.id, dijelaskan bahwa orang yang dizalimi secara umum, baik itu kehormatan, harta, jiwa, agama, atau salah satu hak dari hak-haknya adalah salah satu golongan orang yang doanya tidak ditolak, sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadisnya:
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
“Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan; doa orang yang teraniaya; doa seorang musafir, dan doa orang tua terhadap anaknya.” (Sunan Abu Daud, Bab do’a bizhahril Ghaib, 2/89; Sunan At-Tirmidzi, kitab Al-Bir bab Do’a’ul Walidain, 8/98-99; Sunan Ibnu Majah, kitab Doa, 2/348 No. 3908; Musnad Ahmad, 2/478. Dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, No. 596)
Syaikh Ali bin Muhammad al-Qaari mengatakan bentuk kezaliman yang dimaksud adalah semua kezaliman dengan segala macam bentuk dan jenisnya (Muraqat al-Mafatih Syarhu Misykat al-Mashabih, 4/1535).
Adapun bentuk pengabulan doanya bisa bermacam-macam. Sesuai kehendak Allah. Bisa dalam bentuk qishsash atau dia akan dizalimi oleh orang zalim lain. (Al-Jami’ li ahkamil Qur’an, 13/224)
Meskipun orang yang dizalimi adalah orang kafir, Allah tetap akan mendengar dan mengabulkan doanya, sebagaimana hadis Rasulullah yang disebutkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أيُّوبَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَسَدِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
“Yahya bin Ishaq mengabarkan kepadaku (Imam Ahmad), ia berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkan kepadaku ia berkata: Abu Abdillah al-Asadi berkata: Aku mendengar Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, meskipun ia orang kafir, sesungguhnya tak ada penghalang baginya.” (Musnad Ahmad, No. 12549)
Doa Hak Preogratif Allah
Tidak semua doa dikabulkan oleh Allah. Bayangkan saja jika misalnya seseorang sakit hati atau miskomunikasi dengan saudaranya karena permasalahan sepele lalu ia mendoakan keburukan untuk orang yang menyakitinya. Sementara orang yang bersangkutan tidak bersalah, misalnya, atau sama-sama merasa terzalimi lalu Allah mengabulkan doanya, jika demikian maka apa jadinya dunia ini? seolah-olah dunia ini diatur oleh kehendak manusia, bukan kehendak Allah.
Dari sinilah bisa kita pahami bahwa urusan terkabulnya doa ada hak prerogatif Allah. Tidak semua doa-doa itu dikabulkan oleh Allah. Allah dengan ilmunya yang Maha Bijaksana-lah yang akan mengabulkan doa-doa itu demi kemaslahatan seluruh hamba-Nya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَلَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ فَنَذَرُ …
“Kalau sekiranya Allah menyegerakan doa keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka …” (QS. Yunus: 11)
Menurut Ibnu Katsir, melalui ayat ini Allah mengabarkan kepada manusia akan sifat santun-Nya. Karenanya, Allah tidak mengabulkan doa keburukan yang diperuntukkan kepada seseorang atas jiwa, harta, dan anak-anak mereka dalam kondisi letih/bosan atau marah, Allah Maha Mengetahui bahwa hal itu dilakukan bukan dengan sengaja (agar keburukan itu benar-benar terjadi padanya). (Tafsir al-Qur’an al-Adzhim, 4/ 251)
Singkatnya, orang yang terzalimi diberikan hak istimewa oleh Allah. Doa yang diucapkan untuk orang yang menzaliminya, akan dikabulkan oleh Allah.
Manakala doa buruk itu dikabulkan pasti kita ada perasaan puas dan merasa terbalas, tapi hanya itu saja yang didapat, tak lebih. Maka, tak perlu mendoakan keburukan. Cukuplah mendoakan dengan doa yang baik-baik. Dengan begitu, mudah-mudahan kebaikan pun akan menghampiri.
Wallahu A'lam
(wid)
Lihat Juga :