Konspirasi Abu Nawas Melakukan Pembunuhan Menteri Zalim
Selasa, 26 Mei 2020 - 10:05 WIB
“Kalau begitu, silahkan Adinda duduk di sini, Kanda akan menyuruh istri pergi ke rumah ibunya bersama pelayan-pelayan itu,” kata si menteri. Maka sang menteri pun tergopoh-gopoh masuk ke rumahnya.
“Hai Adinda, kata menteri zalim kepada istrinya, “Sekarang ini sebaiknya Adinda pergi ke rumah ibu karena sudah lama rasanya Adinda tidak ke sana.”
“Jika demikian kehendak Kakanda, baiklah hamba ke sana,” jawab istri tanpa curiga.
“Hai Adinda," kata si menteri kepada perempuan muda itu setelah rumah kosong. “Silahkan masuk ke rumah hamba, karena istri dan semua pelayan telah pergi.”
“Baiklah," kata si perempuan sambil mengikuti langkah si menteri. Di dalam rumah dilihatnya tali gantungan seperti yang diceritakan Abu Nawas. Menteri itu mendorong si perempuan muda ke kamar dan mengajak tidur, namun ia mencoba menolak sambil merajuk.
“Sebelum kita tidur, cobalah Kakanda bergantung sebentar pada tali itu,” rayunya. “Seumur hidup hamba belum pernah melihat orang bergantung ditali.”
Karena terdorong oleh nafsu syahwat yang menggelora, permintaan itu dituruti si menteri. “Tolong Adinda pegang tali gantungan ini kuat-kuat, jangan dilepaskan,” katanya.
Menteri itu kemudian memasukkan badannya ke dalam tali gantungan, setelah itu si perempuan gadungan melepaskan tali yang dipegangnya sehingga badan si menteri menggantung dengan posisi kaki di atas dan kepala di bawah.
Si perempuan pun mengeluarkan sebuah pentungan lalu memukul badan dan kepala si menteri zalim itu sambil berujar. “Hai menteri zalim, aku bukan perempuan, akulah pemilik lembu yang kau tipu, sekarang terimalah pembalasanku. Aku minta harga lembuku, ayo bayar… bayar”
Bak – Bik – Buk… darah segar mengalir dari mulut, hidung dan telinga menteri itu, sehingga ia tidak sadarkan diri. “Mampuslah kau,” teriak si pemuda.
Mengira bahwa si menteri sudah mati, masuklah perempuan palsu itu ke dalam rumah, dan menjarah barang-barang yang ada. Sesudah itu barulah ia pulang dengan menggondol harta kekayaan si menteri zalim
Di tempat lain si istri menteri mendapat firasat buruk, dadanya sering berdebar-debar keras. “Ada apa gerangan di rumahku?” pikirnya dalam hati, maka dengan bergegas pulanglah ia ke rumah.
Setiba di rumah ia menjerit-jerit histeris lantaran dilihatnya suaminya tergantung pingsan dengan kepala berdarah dan harta bendanya ludes. Ketika tali gantungan dilepas, ternyata suaminya masih bernafas, meski terengah-engah. Kemudian dipercikkan air mawar ke sekujur tubuhnya dan kepala menteri hingga siuman dan membuka matanya.
“Ya Kakanda……” ucap si istri sambil menangis meratapi nasib suaminya. “Kenapa Kanda bisa begini?”
Si menteri tidak bisa segera menjawab pertanyaan itu, tapi lambat laun setelah kesadarannya mulai pulih ia pun bisa menceritakan semua yang dialaminya. Setelah itu ia jatuh sakit.
Abu Nawas khawatir demi mendengar kabar itu, buru-buru ditemui si anak muda itu di rumahnya. “Mengapa tidak kamu matikan dia?” tanya Abu Nawas. “Bukankah aku sudah pesan, jangan kamu tinggal sebelum dia mati. Sekarang sebaiknya kamu tambah penyakit menteri itu supaya mati."
“Bagaimana caranya?” tanya si pemuda, ia tidak kalah khawatir dengan Abu Nawas.
“Berpura-puralah menjadi dukun, karena saat ini menteri itu sedang mencari dukun," kata Abu Nawas. “Selanjutnya usahakan dengan caramu sendiri agar rumah itu kosong, dan setelah kosong pukulilah menteri itu sampai mati, sebelum mati, jangan kamu tinggalkan dia.”
Esok harinya datanglah seorang kakek tua bertongkat ke rumah menteri itu, ia memakai jubah panjang dan serba putih dengan langkah terbungkuk-bungkuk.
“Tuan," tanya seorang pelayan menteri itu, "siapakah tuan ini?"
“Hai Adinda, kata menteri zalim kepada istrinya, “Sekarang ini sebaiknya Adinda pergi ke rumah ibu karena sudah lama rasanya Adinda tidak ke sana.”
“Jika demikian kehendak Kakanda, baiklah hamba ke sana,” jawab istri tanpa curiga.
“Hai Adinda," kata si menteri kepada perempuan muda itu setelah rumah kosong. “Silahkan masuk ke rumah hamba, karena istri dan semua pelayan telah pergi.”
“Baiklah," kata si perempuan sambil mengikuti langkah si menteri. Di dalam rumah dilihatnya tali gantungan seperti yang diceritakan Abu Nawas. Menteri itu mendorong si perempuan muda ke kamar dan mengajak tidur, namun ia mencoba menolak sambil merajuk.
“Sebelum kita tidur, cobalah Kakanda bergantung sebentar pada tali itu,” rayunya. “Seumur hidup hamba belum pernah melihat orang bergantung ditali.”
Karena terdorong oleh nafsu syahwat yang menggelora, permintaan itu dituruti si menteri. “Tolong Adinda pegang tali gantungan ini kuat-kuat, jangan dilepaskan,” katanya.
Menteri itu kemudian memasukkan badannya ke dalam tali gantungan, setelah itu si perempuan gadungan melepaskan tali yang dipegangnya sehingga badan si menteri menggantung dengan posisi kaki di atas dan kepala di bawah.
Si perempuan pun mengeluarkan sebuah pentungan lalu memukul badan dan kepala si menteri zalim itu sambil berujar. “Hai menteri zalim, aku bukan perempuan, akulah pemilik lembu yang kau tipu, sekarang terimalah pembalasanku. Aku minta harga lembuku, ayo bayar… bayar”
Bak – Bik – Buk… darah segar mengalir dari mulut, hidung dan telinga menteri itu, sehingga ia tidak sadarkan diri. “Mampuslah kau,” teriak si pemuda.
Mengira bahwa si menteri sudah mati, masuklah perempuan palsu itu ke dalam rumah, dan menjarah barang-barang yang ada. Sesudah itu barulah ia pulang dengan menggondol harta kekayaan si menteri zalim
Di tempat lain si istri menteri mendapat firasat buruk, dadanya sering berdebar-debar keras. “Ada apa gerangan di rumahku?” pikirnya dalam hati, maka dengan bergegas pulanglah ia ke rumah.
Setiba di rumah ia menjerit-jerit histeris lantaran dilihatnya suaminya tergantung pingsan dengan kepala berdarah dan harta bendanya ludes. Ketika tali gantungan dilepas, ternyata suaminya masih bernafas, meski terengah-engah. Kemudian dipercikkan air mawar ke sekujur tubuhnya dan kepala menteri hingga siuman dan membuka matanya.
“Ya Kakanda……” ucap si istri sambil menangis meratapi nasib suaminya. “Kenapa Kanda bisa begini?”
Si menteri tidak bisa segera menjawab pertanyaan itu, tapi lambat laun setelah kesadarannya mulai pulih ia pun bisa menceritakan semua yang dialaminya. Setelah itu ia jatuh sakit.
Abu Nawas khawatir demi mendengar kabar itu, buru-buru ditemui si anak muda itu di rumahnya. “Mengapa tidak kamu matikan dia?” tanya Abu Nawas. “Bukankah aku sudah pesan, jangan kamu tinggal sebelum dia mati. Sekarang sebaiknya kamu tambah penyakit menteri itu supaya mati."
“Bagaimana caranya?” tanya si pemuda, ia tidak kalah khawatir dengan Abu Nawas.
“Berpura-puralah menjadi dukun, karena saat ini menteri itu sedang mencari dukun," kata Abu Nawas. “Selanjutnya usahakan dengan caramu sendiri agar rumah itu kosong, dan setelah kosong pukulilah menteri itu sampai mati, sebelum mati, jangan kamu tinggalkan dia.”
Esok harinya datanglah seorang kakek tua bertongkat ke rumah menteri itu, ia memakai jubah panjang dan serba putih dengan langkah terbungkuk-bungkuk.
“Tuan," tanya seorang pelayan menteri itu, "siapakah tuan ini?"