MUI Sebut Meninggal Akibat COVID-19 Tidak Syahid Jika Abaikan Prokes
Jum'at, 02 Juli 2021 - 20:19 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 melanda seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Situasi ini berdampak ke semua sektor kehidupan, khususnya kesehatan dan ekonomi.
Anggota Komisi Fatwa MUI KH Mukti Ali Qusyairi menyebut banyak para ulama yang mengaitkan COVID-19 dengan thaun atau wabah. Sebab, dapat menimpa dan menulari banyak orang yang tidak memandang jenis kelamin, usia, kebangsaan dalam satu wilayah bahkan bisa meluas ke berbagai wilayah.
Kiai Mukti mengatakan, menurut Imam Ibnu Hajar, dalam kitabnya Badz al-Maun Fi Fadhilat At-Thaun, seseorang yang terpapar thaun atau wabah, lalu dia meninggal, maka dia wafat dalam keadaan syahid . Dalam hal ini, seseorang yang bisa dikatakan mati dalam keadaan syahid atau tidaknya dapat dilihat dari perilakunya dalam menyikapi COVID-19 ini.
Baca juga: Kisah Khalifah Umar Merindukan Mati Syahid, Berikut Doanya
Kiai Mukti menyebut sikap seorang muslim harus selalu taat menaati protokol kesehatan sebagai bagian dari ikhtiar dalam menghadapi Covid-19 ini. "Dia ikhtiar menaati protokol Kesehatan, memakai masker, mencuci tangan, tidak berkerumun. Dia telah ikhtiar agar tidak terpapar corona," ucap Kiai Mukti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/7/2021).
Kiai Mukti menambahkan dalam kondisi saat ini jangan sampai mengabaikan protokol kesehatan. Sebab, seperti sedang membuat celaka yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Kemudian, Kiai Mukti mengatakan, Allah SWT sudah mengingatkan hambanya untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya, seperti dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi: وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ
"Janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri."
Baca juga: Pecah Rekor! Sehari 539 Orang Meninggal Akibat Covid-19
Selain itu, dalam sebuah hadist disebutkan: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
"Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR IbnMajah).
"Apabila seorang Muslim tidak menaati protokol kesehatan, lalu terpapar dan meninggal akibat wabah, dia meninggal tidak dalam syahid," katanya.
Kiai Mukti mengatakan, tidak ada musibah seperti wabah ini yang menimpa manusia tanpa seizin Allah. Hal ini seperti dalam QS At-Thaghabun ayat 11: مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah."
"Jadi musibah, wabah, penyakit, apapun sebabnya di antaranya wabah, itu adalah musibah. Nah orang kena musibah, di antaranya peyakit, lalu meninggal, itu sahid sesuai ayat itu," tutur Kiai Mukti.
Namun, Kiai Mukti menegaskan, apabila ada orang yang telah berikhtiar menjalankan protokol Kesehatan, lalu dia terpapar dan meninggal dunia akibat wabah ini dalam keadaan syahid.
Lebih lanjut, Kiai Mukti menjelaskan meninggal dalam keadaan syahidnya orang yang terpapar wabah berbeda dengan para syuhada atau pejuang yang membela dirinya di medan pertempuran saat diserang orang kafir dan meninggal dalam pertempuran tersebut. Sebab, orang yang meninggal di medan pertempuran tidak wajib untuk dimandikan dan dikafani. Berbeda halnya dengan yang meninggal akibat wabah, apabila tidak menularkan, dia tetap wajib dimandikan, dikafani, dan disalati. Tentunya, dengan catatan mengikuti saran dari ahlinya.
"Lihat sakitnya, kalau bukan sakit yang menularkan, maka tetap wajib dimandikan. Kalau misalkan corona, kalaupun dimandikan harus mengikuti protokol kesehatan dan kita tanyakan ke ahlinya (dan) mengikuti aturan dari ahlinya," katanya.
Anggota Komisi Fatwa MUI KH Mukti Ali Qusyairi menyebut banyak para ulama yang mengaitkan COVID-19 dengan thaun atau wabah. Sebab, dapat menimpa dan menulari banyak orang yang tidak memandang jenis kelamin, usia, kebangsaan dalam satu wilayah bahkan bisa meluas ke berbagai wilayah.
Kiai Mukti mengatakan, menurut Imam Ibnu Hajar, dalam kitabnya Badz al-Maun Fi Fadhilat At-Thaun, seseorang yang terpapar thaun atau wabah, lalu dia meninggal, maka dia wafat dalam keadaan syahid . Dalam hal ini, seseorang yang bisa dikatakan mati dalam keadaan syahid atau tidaknya dapat dilihat dari perilakunya dalam menyikapi COVID-19 ini.
Baca juga: Kisah Khalifah Umar Merindukan Mati Syahid, Berikut Doanya
Kiai Mukti menyebut sikap seorang muslim harus selalu taat menaati protokol kesehatan sebagai bagian dari ikhtiar dalam menghadapi Covid-19 ini. "Dia ikhtiar menaati protokol Kesehatan, memakai masker, mencuci tangan, tidak berkerumun. Dia telah ikhtiar agar tidak terpapar corona," ucap Kiai Mukti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/7/2021).
Kiai Mukti menambahkan dalam kondisi saat ini jangan sampai mengabaikan protokol kesehatan. Sebab, seperti sedang membuat celaka yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Kemudian, Kiai Mukti mengatakan, Allah SWT sudah mengingatkan hambanya untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya, seperti dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi: وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ
"Janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri."
Baca juga: Pecah Rekor! Sehari 539 Orang Meninggal Akibat Covid-19
Selain itu, dalam sebuah hadist disebutkan: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
"Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR IbnMajah).
"Apabila seorang Muslim tidak menaati protokol kesehatan, lalu terpapar dan meninggal akibat wabah, dia meninggal tidak dalam syahid," katanya.
Kiai Mukti mengatakan, tidak ada musibah seperti wabah ini yang menimpa manusia tanpa seizin Allah. Hal ini seperti dalam QS At-Thaghabun ayat 11: مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah."
"Jadi musibah, wabah, penyakit, apapun sebabnya di antaranya wabah, itu adalah musibah. Nah orang kena musibah, di antaranya peyakit, lalu meninggal, itu sahid sesuai ayat itu," tutur Kiai Mukti.
Namun, Kiai Mukti menegaskan, apabila ada orang yang telah berikhtiar menjalankan protokol Kesehatan, lalu dia terpapar dan meninggal dunia akibat wabah ini dalam keadaan syahid.
Lebih lanjut, Kiai Mukti menjelaskan meninggal dalam keadaan syahidnya orang yang terpapar wabah berbeda dengan para syuhada atau pejuang yang membela dirinya di medan pertempuran saat diserang orang kafir dan meninggal dalam pertempuran tersebut. Sebab, orang yang meninggal di medan pertempuran tidak wajib untuk dimandikan dan dikafani. Berbeda halnya dengan yang meninggal akibat wabah, apabila tidak menularkan, dia tetap wajib dimandikan, dikafani, dan disalati. Tentunya, dengan catatan mengikuti saran dari ahlinya.
"Lihat sakitnya, kalau bukan sakit yang menularkan, maka tetap wajib dimandikan. Kalau misalkan corona, kalaupun dimandikan harus mengikuti protokol kesehatan dan kita tanyakan ke ahlinya (dan) mengikuti aturan dari ahlinya," katanya.
(abd)