Ijma' Lebih Pasti dari Al-Qur'an?
Selasa, 06 Juli 2021 - 15:29 WIB
Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia
Banyak kalangan yang bingung ketika Ijma' dimasukkan sebagai sumber syariah Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan Sunnah.
Tapi banyak yang lebih bingung ketika dikatakan bahwa satu-satunya sumber syariah yang tidak pernah ada perbedaan pendapat di dalamnya adalah ijma'.
Kok bisa? Begitu mereka bertanya. Ya iya lah, namanya saja sudah ijma', mana ada khilafiyah lagi. Kalau ayat Al-Quran, meski keasliannya terjaga 100%, tapi begitu ayatnya di-istinbat jadi hukum, hasilnya seringkali berbeda. Berbeda di kalangan para ulama.
Begitu juga Hadits Nabi. Okelah riwayatnya Shahih. Tapi begitu ditarik kesimpulan hukumnya, ternyata tetap khilafiyah (perbedaan pandangan) di kalangan para ulama.
Sedangkan ijma' itu bukan ayat Qur'an dan bukan hadits. Ijma' itu asalnya adalah hasil istimbath para ulama juga, baik yang sumbernya Al-Qur'an atau Hadits.
Namun ketika seluruh Mujtahid dan Fuqaha kompak menjatuhkan satu kesimpulan hukum yang sama, itulah yang disebut ijma'. Hukum ijma' itu ada lima. Ada ijma' terkait wajib, Sunnah, mubah, makruh dan haram.
Bagaimana kalau ada pihak yang tidak sepakat? Gampang saja, jadi namanya bukan ijma' lagi. Gitu aja kok repot?
Jadi, ijma' adalah hukum yang mana tak satu pun ulama ahli ijtihad berselisih. Pokoknya semua kompak tanpa terkecuali. Terus apa contoh ijma'?
Banyak banget. Misalnya sholat fardhu itu lima waktu sehari semalam. Jumlahnya 17 rakaat. Zhuhur itu 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya 4 rakaat dan shubuh 2 rakaat.
Itu semua namanya ijma'. Tidak pernah ada khilafiyah dalam hal ini di kalangan ulama. Kalau pun ada orang sok tahu lalu ngecuprut bilang sholat yang wajib cuma tiga kali sehari, maka kita bilang dia menyalahi ijma'. Jadi bukan ijma'-nya yang gugur, tapi si penentang ijma'-nya yang mental.
Wallahu A'lam
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia
Banyak kalangan yang bingung ketika Ijma' dimasukkan sebagai sumber syariah Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan Sunnah.
Tapi banyak yang lebih bingung ketika dikatakan bahwa satu-satunya sumber syariah yang tidak pernah ada perbedaan pendapat di dalamnya adalah ijma'.
Kok bisa? Begitu mereka bertanya. Ya iya lah, namanya saja sudah ijma', mana ada khilafiyah lagi. Kalau ayat Al-Quran, meski keasliannya terjaga 100%, tapi begitu ayatnya di-istinbat jadi hukum, hasilnya seringkali berbeda. Berbeda di kalangan para ulama.
Begitu juga Hadits Nabi. Okelah riwayatnya Shahih. Tapi begitu ditarik kesimpulan hukumnya, ternyata tetap khilafiyah (perbedaan pandangan) di kalangan para ulama.
Sedangkan ijma' itu bukan ayat Qur'an dan bukan hadits. Ijma' itu asalnya adalah hasil istimbath para ulama juga, baik yang sumbernya Al-Qur'an atau Hadits.
Namun ketika seluruh Mujtahid dan Fuqaha kompak menjatuhkan satu kesimpulan hukum yang sama, itulah yang disebut ijma'. Hukum ijma' itu ada lima. Ada ijma' terkait wajib, Sunnah, mubah, makruh dan haram.
Bagaimana kalau ada pihak yang tidak sepakat? Gampang saja, jadi namanya bukan ijma' lagi. Gitu aja kok repot?
Jadi, ijma' adalah hukum yang mana tak satu pun ulama ahli ijtihad berselisih. Pokoknya semua kompak tanpa terkecuali. Terus apa contoh ijma'?
Banyak banget. Misalnya sholat fardhu itu lima waktu sehari semalam. Jumlahnya 17 rakaat. Zhuhur itu 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya 4 rakaat dan shubuh 2 rakaat.
Itu semua namanya ijma'. Tidak pernah ada khilafiyah dalam hal ini di kalangan ulama. Kalau pun ada orang sok tahu lalu ngecuprut bilang sholat yang wajib cuma tiga kali sehari, maka kita bilang dia menyalahi ijma'. Jadi bukan ijma'-nya yang gugur, tapi si penentang ijma'-nya yang mental.
Wallahu A'lam
(rhs)