Ramadhan di Saat Wabah Corona, Puasa atau Tidak?
Selasa, 21 April 2020 - 06:21 WIB
Mochammad Sa'dun Masyhur
TULISAN ini tidak hendak berpolemik tentang hukum syariah, boleh tidaknya puasa Ramadhan di tengah mewabahnya virus corona, dan menggantinya dengan fidyah kepada fakir miskin. Sudah jelas bahwa puasa Ramadhan hukumnya wajib, fardhu 'ain. Kewajiban yang tidak bisa diwakilkan, melekat bagi setiap mukallaf, yaitu orang Islam, dewasa dan berakal.
Pada QS. 2:183, ayat tentang puasa ramadhan, dinyatakan dengan kalimat kutiba 'alaikumus shiyaam. Maknanya secara tegas dinyatakan sebagai kalimat perintah. Dan perintah puasa itu bukan perintah biasa, tetapi selain sebagai perintah dengan seruan yang sungguh-sungguh, juga dinyatakan sebagai perintah yang tertulis (kutiba).
Jadi puasa Ramadhan bukanlah sekadar kewajiban biasa bersifat teologis, dipastikan mengandung aspek lain berupa manfaat yang langsung berguna dan dibutuhkan oleh tubuh manusia secara holistik.
Allah Subhahu wa Ta'ala, berfirman, "Puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui" (QS. 2:184).
Sebab itu, dengan dasar ayat yang sama, meskipun berlaku kaidah pengecualian bagi orang sakit atau sedang bepergian, namun bukan berarti keberadaan virus corona yang mewabah di seluruh dunia hari ini, dapat begitu saja dijadikan alasan, untuk tidak berpuasa Ramadhan.
Terlebih lagi kekhawatiran pada segelintir orang itu, dilatarbelakangi oleh kecemasan yang berlebihan, dan hanya didasarkan pada asumsi yang keliru. Seolah-olah kondisi tubuh yang lemas dan tidak bertenaga di kala puasa, akan menurunkan daya tahan tubuh. Sehingga muncul anggapan yang salah, saat puasa akan mudah terkena serangan penyakit, utamanya batuk, flu dan pilek, yang menjadi gejala serangan COVID 19.
Padahal sebaliknya, puasa adalah salah satu cara yang terbaik, dan paling efektif untuk menjaga imunitas tubuh. Secara medis dapat dijelaskan, bahwa proses peningkatan kekebalan tubuh itu terjadi karena saat puasa akan berlangsung pengurangan atau paceklik gizi di dalam tubuh.
Kondisi menipisnya gizi itu, secara alamiah akan mendorong seluruh bagian tubuh bereaksi, dengan mengaktifkan seluruh sistem pertahanan diri semaksimal mungkin. Kemudian tubuh akan memanen gizi yang selama ini tertimbun, ditambah dari gizi saat sahur dan buka puasa (pilih yang terbaik), maka akan terjadi produksi sistem imun baru, sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh.
Bahkan menurut hasil studi mutakhir, puasa 3 hari berturut-turut saja, akan secara langsung dapat memperbarui sistem kekebalan tubuh. Karena itu, meskipun mengurangi makan, puasa Ramadhan dengan cara yang benar, akan membuat tubuh semakin kuat, tidak mudah flu atau terkena wabah penyakit.
Puasa Ramadhan juga salah satu cara yang paling efektif agar terhindar dari wabah virus, termasuk COVID-19. Secara medis saat berpuasa suhu tubuh akan naik menjadi lebih panas, sehingga tidak disukai renik patogen yang belum adaptif di dalam tubuh, setidaknya kondisi itu menyebabkan virus tidak dapat berkembang biak.
Selebihnya puasa akan memberikan manfaat kesehatan dan kebugaran tubuh, karena menurunkan gula darah dan meningkatkan produksi gula (murni) pentosa pada seluruh bagian tubuh. Dan secara keseluruhan puasa dengan kombinasi sholat dan taraweh yang dalam kaidah medical Quran adalah memperbaiki susunan tulang belakang, akan meningkatkan kesehatan perut (Arab: buthun, jamak dari batnun). Dalam hal ini secara fisik melekat kaidah perbaikan kesehatan seluruh tulang belakang (punggung).
Adapun secara holistik dalam kaidah Quran, buthuun sebagai seluruh bagian perut, berakar kata ba-tho-nun, dikamuskan Alquran sama dengan kata bathin. Karena itu secara langsung puasa berhubungan dengan kesehatan bathin, yakni ketenangan dan kebahagiaan sehingga tubuh semakin kuat.
Dalam banyak kesaksian dinyatakan, seseorang sembuh setelah menjalani terapi puasa. Pantas jika Nabi berpesan bahwa puasa akan menyehatkan tubuh. Selaras dengan itu, kaidah medical Quran, yaitu berdasarkan ayat-ayat yang berkitan secara medis, puasa adalah satu-satunya cara untuk melakukan perbaikan nafs sebagai sel genetik. Padahal nafs dalam konsepsi Alquran adalah penentu timbulnya sakit dan kematian.
Faedah puasa bagi kesehatan tubuh tersebut dapat dicapai apabila dilaksanakan dengan cara yang benar, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dalam hal puasa, hukum Islam tidak hanya mengatur waktu dan tata cara berpuasa, tetapi juga berhubungan langsung dengan perihal kaidah makanan dan minuman, meliputi kaidah kehalalan, kethoyiban dan tidak berlebih-lebihan.
Tiga kaidah itu bersifat equal, artinya kaidah tidak thoyib itu sama dengan tidak halal, dan sama dengan berlebih-lebihan. Atau sebaliknya berlebih-lebihan itu sama dengan haram, sama dengan tidak thoyib, demikian seterusnya.
Dalam hal halal dan thoyyib, rata-rata telah dipahami dan dijalankan dengan baik. Namun aspek berlebih-lebihan sering kali telah merusak amalan puasa dan justeru menimbulkan gangguan penyakit dan mudah sakit. Karena itu perlu diperhatikan untuk tetap menjalankan berbagai sunah sebagaimana dicontohkan Rasulullah.
Jangan lupa tetap makan sahur, dan buka di awal waktu. Sebaiknya tidak minum es dan minuman terlalu dingin, karena akan menganggu sistem pencernakan yang seharian kondisinya panas dan kosong. Minum es sama buruknya dengan makanan dan minuman yang terlalu pedas dan panas.
Hindarilah makan mengandung pengawet, perasa dan pewarna buatan, mengurangi gula dan minuman manis, menghindari gula sintetik, jika terpaksa ingin rasa manis gantilah dengan madu. Konsumsi manis hanya cocok dengan memperbanyak makan buah-buahan. Serta wajarlah selagi makan dan minum, jangan sampai kekenyangan.
Lebih dari itu, perintah puasa yang serangkai dengan kalimat, kama kutiba 'alaladzina min qoblikum tidak hanya sebagai perintah penting tertulis, yang juga diwajibkan atas orang-orang beriman sebelumnya, tetapi terdapat iktibar yang sangat penting. Bahwa dengan puasa itu, orang-orang beriman terdahulu, para Nabi dan pengikut-pengikutnya, diselamatkan dari segala wabah dan mara bahaya, serta diturunkan mukjizat sebagai pertolongan langsung dari Allah SWT. Dan boleh jadi puasa adalah cara, agar kaum beriman terlindung dari wabah penyakit, dan terhindar dari musnahnya manusia dari muka bumi.
Dengan alasan-alasan dan manfaat yang sangat dahsyat tersebut, serta dalam menghadapi wabah COVID-19, maka disarankan kaum muslimin untuk tidak meninggalkan puasa Ramadhan. Dan semoga kita diberikan kekuatan untuk menjalankan puasa Ramadhan sebulan penuh, dengan limpahan kesehatan, terhindar dari segala wabah penyakit, serta penuh keberkahan.
Aamiin ya Robbal alamin.
*Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran, tinggal di Bogor, Indonesia.
TULISAN ini tidak hendak berpolemik tentang hukum syariah, boleh tidaknya puasa Ramadhan di tengah mewabahnya virus corona, dan menggantinya dengan fidyah kepada fakir miskin. Sudah jelas bahwa puasa Ramadhan hukumnya wajib, fardhu 'ain. Kewajiban yang tidak bisa diwakilkan, melekat bagi setiap mukallaf, yaitu orang Islam, dewasa dan berakal.
Pada QS. 2:183, ayat tentang puasa ramadhan, dinyatakan dengan kalimat kutiba 'alaikumus shiyaam. Maknanya secara tegas dinyatakan sebagai kalimat perintah. Dan perintah puasa itu bukan perintah biasa, tetapi selain sebagai perintah dengan seruan yang sungguh-sungguh, juga dinyatakan sebagai perintah yang tertulis (kutiba).
Jadi puasa Ramadhan bukanlah sekadar kewajiban biasa bersifat teologis, dipastikan mengandung aspek lain berupa manfaat yang langsung berguna dan dibutuhkan oleh tubuh manusia secara holistik.
Allah Subhahu wa Ta'ala, berfirman, "Puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui" (QS. 2:184).
Sebab itu, dengan dasar ayat yang sama, meskipun berlaku kaidah pengecualian bagi orang sakit atau sedang bepergian, namun bukan berarti keberadaan virus corona yang mewabah di seluruh dunia hari ini, dapat begitu saja dijadikan alasan, untuk tidak berpuasa Ramadhan.
Terlebih lagi kekhawatiran pada segelintir orang itu, dilatarbelakangi oleh kecemasan yang berlebihan, dan hanya didasarkan pada asumsi yang keliru. Seolah-olah kondisi tubuh yang lemas dan tidak bertenaga di kala puasa, akan menurunkan daya tahan tubuh. Sehingga muncul anggapan yang salah, saat puasa akan mudah terkena serangan penyakit, utamanya batuk, flu dan pilek, yang menjadi gejala serangan COVID 19.
Padahal sebaliknya, puasa adalah salah satu cara yang terbaik, dan paling efektif untuk menjaga imunitas tubuh. Secara medis dapat dijelaskan, bahwa proses peningkatan kekebalan tubuh itu terjadi karena saat puasa akan berlangsung pengurangan atau paceklik gizi di dalam tubuh.
Kondisi menipisnya gizi itu, secara alamiah akan mendorong seluruh bagian tubuh bereaksi, dengan mengaktifkan seluruh sistem pertahanan diri semaksimal mungkin. Kemudian tubuh akan memanen gizi yang selama ini tertimbun, ditambah dari gizi saat sahur dan buka puasa (pilih yang terbaik), maka akan terjadi produksi sistem imun baru, sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh.
Bahkan menurut hasil studi mutakhir, puasa 3 hari berturut-turut saja, akan secara langsung dapat memperbarui sistem kekebalan tubuh. Karena itu, meskipun mengurangi makan, puasa Ramadhan dengan cara yang benar, akan membuat tubuh semakin kuat, tidak mudah flu atau terkena wabah penyakit.
Puasa Ramadhan juga salah satu cara yang paling efektif agar terhindar dari wabah virus, termasuk COVID-19. Secara medis saat berpuasa suhu tubuh akan naik menjadi lebih panas, sehingga tidak disukai renik patogen yang belum adaptif di dalam tubuh, setidaknya kondisi itu menyebabkan virus tidak dapat berkembang biak.
Selebihnya puasa akan memberikan manfaat kesehatan dan kebugaran tubuh, karena menurunkan gula darah dan meningkatkan produksi gula (murni) pentosa pada seluruh bagian tubuh. Dan secara keseluruhan puasa dengan kombinasi sholat dan taraweh yang dalam kaidah medical Quran adalah memperbaiki susunan tulang belakang, akan meningkatkan kesehatan perut (Arab: buthun, jamak dari batnun). Dalam hal ini secara fisik melekat kaidah perbaikan kesehatan seluruh tulang belakang (punggung).
Adapun secara holistik dalam kaidah Quran, buthuun sebagai seluruh bagian perut, berakar kata ba-tho-nun, dikamuskan Alquran sama dengan kata bathin. Karena itu secara langsung puasa berhubungan dengan kesehatan bathin, yakni ketenangan dan kebahagiaan sehingga tubuh semakin kuat.
Dalam banyak kesaksian dinyatakan, seseorang sembuh setelah menjalani terapi puasa. Pantas jika Nabi berpesan bahwa puasa akan menyehatkan tubuh. Selaras dengan itu, kaidah medical Quran, yaitu berdasarkan ayat-ayat yang berkitan secara medis, puasa adalah satu-satunya cara untuk melakukan perbaikan nafs sebagai sel genetik. Padahal nafs dalam konsepsi Alquran adalah penentu timbulnya sakit dan kematian.
Faedah puasa bagi kesehatan tubuh tersebut dapat dicapai apabila dilaksanakan dengan cara yang benar, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dalam hal puasa, hukum Islam tidak hanya mengatur waktu dan tata cara berpuasa, tetapi juga berhubungan langsung dengan perihal kaidah makanan dan minuman, meliputi kaidah kehalalan, kethoyiban dan tidak berlebih-lebihan.
Tiga kaidah itu bersifat equal, artinya kaidah tidak thoyib itu sama dengan tidak halal, dan sama dengan berlebih-lebihan. Atau sebaliknya berlebih-lebihan itu sama dengan haram, sama dengan tidak thoyib, demikian seterusnya.
Dalam hal halal dan thoyyib, rata-rata telah dipahami dan dijalankan dengan baik. Namun aspek berlebih-lebihan sering kali telah merusak amalan puasa dan justeru menimbulkan gangguan penyakit dan mudah sakit. Karena itu perlu diperhatikan untuk tetap menjalankan berbagai sunah sebagaimana dicontohkan Rasulullah.
Jangan lupa tetap makan sahur, dan buka di awal waktu. Sebaiknya tidak minum es dan minuman terlalu dingin, karena akan menganggu sistem pencernakan yang seharian kondisinya panas dan kosong. Minum es sama buruknya dengan makanan dan minuman yang terlalu pedas dan panas.
Hindarilah makan mengandung pengawet, perasa dan pewarna buatan, mengurangi gula dan minuman manis, menghindari gula sintetik, jika terpaksa ingin rasa manis gantilah dengan madu. Konsumsi manis hanya cocok dengan memperbanyak makan buah-buahan. Serta wajarlah selagi makan dan minum, jangan sampai kekenyangan.
Lebih dari itu, perintah puasa yang serangkai dengan kalimat, kama kutiba 'alaladzina min qoblikum tidak hanya sebagai perintah penting tertulis, yang juga diwajibkan atas orang-orang beriman sebelumnya, tetapi terdapat iktibar yang sangat penting. Bahwa dengan puasa itu, orang-orang beriman terdahulu, para Nabi dan pengikut-pengikutnya, diselamatkan dari segala wabah dan mara bahaya, serta diturunkan mukjizat sebagai pertolongan langsung dari Allah SWT. Dan boleh jadi puasa adalah cara, agar kaum beriman terlindung dari wabah penyakit, dan terhindar dari musnahnya manusia dari muka bumi.
Dengan alasan-alasan dan manfaat yang sangat dahsyat tersebut, serta dalam menghadapi wabah COVID-19, maka disarankan kaum muslimin untuk tidak meninggalkan puasa Ramadhan. Dan semoga kita diberikan kekuatan untuk menjalankan puasa Ramadhan sebulan penuh, dengan limpahan kesehatan, terhindar dari segala wabah penyakit, serta penuh keberkahan.
Aamiin ya Robbal alamin.
*Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran, tinggal di Bogor, Indonesia.
(mhy)