5 Cara Berdakwah Nabi Muhammad yang Patut Ditiru
Kamis, 05 Agustus 2021 - 05:00 WIB
Cara Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dalam berdakwah patut ditiru pada Dai atau penceramah. Keberhasilan beliau mengemban dakwah Islamiyah tidak lepas dari strategi yang menakjubkan.
Selama 23 tahun berdakwah di Makkah dan Madinah, Nabi shalallahu 'alaihi wasallam tidak pernah menyampaikan kebenaran dengan menyakiti perasaan orang yang diajaknya. Tidak ada kata-kata kotor menyertai, tak ada kemarahan yang mengikuti. Bahkan menyindir orang lain tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tak satupun sahabat tersakiti dari sosok makhluk yang agung ini.
Tak heran jika para ulama berkata: "Tak ada manusia yang dalam dirinya terkumpul kesempurnaan kecuali ada pada diri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW)."
Berikut 5 cara Dakwah Nabi Muhammad sebagaimana dikutip dari Buku "Manusia Yang Tidak Seperti Manusia" karya Ustaz Ahmad Zarkasih.
1. Tidak Menghina Orang yang Salah
Dalam Sahih Al-Bukhari dalam Bab Shalat Tahajjud, Nabi pernah memberikan nasihat kepada para sahabat untuk tidak mengikuti 'Fulan', sebab si "Fulan" malam hari bangun, tapi tidak sholat. Maksudnya kalau bangun di malam hari, sempatkan sholat malam. Jangan ikuti perilaku si "Fulan" yang jelas terindikasi buruk oleh Nabi.
"Wahai Abdullah, jangan jadi seperti Fulan: dia itu bangun di malam hari akan tetapi tidak sholat malam." (HR Al-Bukhari)
Hebatnya tak ada nama yang disebut Nabi. Walaupun beliau tahu siapa yang tidak sholat, beliau tidak menyebut nama orang tersebut, agar tidak dipandang rendah sahabat lain yang membuat si "Fulan" jadi malu. Begitulah cara Rasulullah menutupi aib orang lain.
2. Selalu Menyenangkan Hati Orang Lain
Muslim bin al-Hajjaj dalam Sahih-nya pernah meriwayatkan cerita rumah tangga Nabi, yang pulang ke rumah Sayyidah 'Aisyah, lalu bertanya tentang ketersediaan makanan di rumahnya. Ternyata, tidak ada makanan yang bisa dimakan. Nabi marah? Tidak! Justru Nabi membalas: "Ya sudah kalau begitu saya puasa saja."
Mungkin beda ceritanya kalau itu terjadi di rumah kita. Bukan tidak mungkin kita akan marah, bahkan marah dengan plus-plusnya. Begitulah sosok Nabi, di tempat yang 'wajar' marah, tapi beliau justru memilih ibadah.
3. Mengedepankan Baik Sangka
Diriwayatkan oleh semua ulama sunan (Imam Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasa'i juga Ibnu Majah) termasuk Al-Bukhari dan Muslim bin al-Hajjaj, Nabi Muhammad menetapkan hukum bagi mereka yang meninggalkan sholat. Beliau katakan: "Siapa yang tidur atau lupa sehingga meninggalkan sholat, maka baginya mengganti sholat itu ketika ia sadar/bangun".
Maksudnya wajib qadha sholat bagi yang meninggalkan shalat karena tidur atau lupa. Walaupun ada ulama yang mengamalkan secara tekstual, bahwa yang wajib qadha itu hanya orang lupa dan tidur. Tapi mazhab 4 Sunni muktamad sepakat bahwa qadha itu wajib bagi mereka yang meninggalkan sholat, apapun alasannya. Lupa dan tidur yang masuk kategori tidak berdosa saja wajib qadha, apalagi yang meninggalkannya sengaja, tentu jauh lebih wajib lagi.
Dengan bahasa yang lebih sederhana: "Muslim itu (idealnya) tidak mungkin meninggalkan sholat. Kalaupun meninggalkan shalat, itu mesti karena ketidaksengajaan atau karena memang di luar kontrolnya; mungkin dia lupa atau mungkin juga dia ketiduran". Itulah Nabi, menyampaikan sesuatu sambil mengajarkan baik sangka dan adab.
4. Tidak Membalas Laknat dengan Laknat
Dan nyatanya, non-muslim pun diperlakukan sama oleh Nabi Muhammad. Sama-sama tidak ada sindiran serta tak juga menyakiti perasaan. Lihat saja riwayat Al-Bukhari dalam bab al-Isti'dzan. Ketika ada seorang Yahudi datang ke rumah Nabi sambil [السام عليك يا دمحم] redaksi dengan salam "kecelakaan bagimu, Muhammad".
Mendengar sang suami dicela, Sayyidah 'Aisyah marah. Dengan nada tinggi beliau membalas: "واللعنة السام وعليك" (bagimu juga kecelakaan dan laknat Tuhan).
Mendengar Sayyidah ‘Aisyah yang marah, Rasulullah kemudian berkata kepadanya: "Tenang wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah cinta kelemahlembutan dalam segala perkara".
Kemudian Nabi menjelaskan, bahwa menjawab salam seperti itu cukup dengan kalimat "wa'alaikum", tidak perlu marah sambil melaknat. Karena memang Allah cinta kesantunan dalam segala perkara. Lihat bagaimana luhurnya akhlak Nabi, bahkan kepada non-muslim sekalipun, beliau tidak membalas dengan laknat.
5. Tidak Menebar Murka
Cara dakwah Nabi yang patut ditiru juga yaitu tidak pernah menebar murka. Hal ini bisa kita lihat dari pesan surat-surat Nabi yang disampaikan beliau kepada para raja-raja saat mendakwahkan Islam. Dari mulai Muqouqis (Penguasa Mesir), Hiraql (Raja Rum), Kista (Petinggi Persia), al-Mundzir (Pemangku Bahrain), sampai al-Najasyi (Etiophia).
Berikut redaksi surat beliau yang isinya sangat mengagumkan:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini dari Muhammaad Rasulullah kepada Hiraql penguasa Romawi. Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk. Dengan ini, saya mengajak anda untuk memeluk agama Islam. Masuk Islam, adan akan selamat. Jika anda masuk Islam, Allah akan memberikan anda pahala 2 kali. Tapi jika anda berpaling, anda mendapatkan dosa sebagaimana kaum Aris. "Wahai orang-orang ahli Kitab, kemarilah kepada kalimat kebenaran antara kita dan kalian yakni untuk tidak menyembah selain Allah … dan saksikanlah bahwa kami orang-orang Islam." (Ali Imran: 64)
Adakah kalimat murka atau laknat sambil menghakimi bahwa mereka raja zalim yang mengajak penduduknya menuju kesengsaraan? Tidak. Justru Nabi mengajak dengan penuh santun dan tetap mengakui kedudukan mereka sebagai raja. Bahkan di awal suratnya beliau selalu menuliskan 'jabatan' si tertuju surat, padahal mungkin saja kepemimpinannya diraih dengan jalan yang Islam tidak meridhai itu. Tapi Nabi tetap
menghormati itu.
Begitulah karakter Nabi, beliau bersikap santun kepada siapapun dan memang itulah misi beliau sebagai Rasul Allah. Karena itu, mari berdakwah sebagaimana Nabi berdakwah, dengan arif dan santun. Sekreatif mungkin dengan gambar mungkin, meme, tapi tetap menghormati perbedaan dalam masalah yang memang boleh berbeda. Dan jelas tidak perlu dengan memasang dambar 'api'. Toh tidak ada yang bisa memastikan, bahwa yang didakwahi itu di ujung hayatnya akan terkena 'api', sebagaimana juga tidak ada yag bisa memastikan bahwa si pendakwah itu akhir hayatnya selamat dari 'api'. Semoga Allah merahmati kita dengan kesantunan dan akhlak mulia.
Wallahu A'lam
Selama 23 tahun berdakwah di Makkah dan Madinah, Nabi shalallahu 'alaihi wasallam tidak pernah menyampaikan kebenaran dengan menyakiti perasaan orang yang diajaknya. Tidak ada kata-kata kotor menyertai, tak ada kemarahan yang mengikuti. Bahkan menyindir orang lain tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tak satupun sahabat tersakiti dari sosok makhluk yang agung ini.
Tak heran jika para ulama berkata: "Tak ada manusia yang dalam dirinya terkumpul kesempurnaan kecuali ada pada diri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW)."
Berikut 5 cara Dakwah Nabi Muhammad sebagaimana dikutip dari Buku "Manusia Yang Tidak Seperti Manusia" karya Ustaz Ahmad Zarkasih.
1. Tidak Menghina Orang yang Salah
Dalam Sahih Al-Bukhari dalam Bab Shalat Tahajjud, Nabi pernah memberikan nasihat kepada para sahabat untuk tidak mengikuti 'Fulan', sebab si "Fulan" malam hari bangun, tapi tidak sholat. Maksudnya kalau bangun di malam hari, sempatkan sholat malam. Jangan ikuti perilaku si "Fulan" yang jelas terindikasi buruk oleh Nabi.
"Wahai Abdullah, jangan jadi seperti Fulan: dia itu bangun di malam hari akan tetapi tidak sholat malam." (HR Al-Bukhari)
Hebatnya tak ada nama yang disebut Nabi. Walaupun beliau tahu siapa yang tidak sholat, beliau tidak menyebut nama orang tersebut, agar tidak dipandang rendah sahabat lain yang membuat si "Fulan" jadi malu. Begitulah cara Rasulullah menutupi aib orang lain.
2. Selalu Menyenangkan Hati Orang Lain
Muslim bin al-Hajjaj dalam Sahih-nya pernah meriwayatkan cerita rumah tangga Nabi, yang pulang ke rumah Sayyidah 'Aisyah, lalu bertanya tentang ketersediaan makanan di rumahnya. Ternyata, tidak ada makanan yang bisa dimakan. Nabi marah? Tidak! Justru Nabi membalas: "Ya sudah kalau begitu saya puasa saja."
Mungkin beda ceritanya kalau itu terjadi di rumah kita. Bukan tidak mungkin kita akan marah, bahkan marah dengan plus-plusnya. Begitulah sosok Nabi, di tempat yang 'wajar' marah, tapi beliau justru memilih ibadah.
3. Mengedepankan Baik Sangka
Diriwayatkan oleh semua ulama sunan (Imam Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasa'i juga Ibnu Majah) termasuk Al-Bukhari dan Muslim bin al-Hajjaj, Nabi Muhammad menetapkan hukum bagi mereka yang meninggalkan sholat. Beliau katakan: "Siapa yang tidur atau lupa sehingga meninggalkan sholat, maka baginya mengganti sholat itu ketika ia sadar/bangun".
Maksudnya wajib qadha sholat bagi yang meninggalkan shalat karena tidur atau lupa. Walaupun ada ulama yang mengamalkan secara tekstual, bahwa yang wajib qadha itu hanya orang lupa dan tidur. Tapi mazhab 4 Sunni muktamad sepakat bahwa qadha itu wajib bagi mereka yang meninggalkan sholat, apapun alasannya. Lupa dan tidur yang masuk kategori tidak berdosa saja wajib qadha, apalagi yang meninggalkannya sengaja, tentu jauh lebih wajib lagi.
Dengan bahasa yang lebih sederhana: "Muslim itu (idealnya) tidak mungkin meninggalkan sholat. Kalaupun meninggalkan shalat, itu mesti karena ketidaksengajaan atau karena memang di luar kontrolnya; mungkin dia lupa atau mungkin juga dia ketiduran". Itulah Nabi, menyampaikan sesuatu sambil mengajarkan baik sangka dan adab.
4. Tidak Membalas Laknat dengan Laknat
Dan nyatanya, non-muslim pun diperlakukan sama oleh Nabi Muhammad. Sama-sama tidak ada sindiran serta tak juga menyakiti perasaan. Lihat saja riwayat Al-Bukhari dalam bab al-Isti'dzan. Ketika ada seorang Yahudi datang ke rumah Nabi sambil [السام عليك يا دمحم] redaksi dengan salam "kecelakaan bagimu, Muhammad".
Mendengar sang suami dicela, Sayyidah 'Aisyah marah. Dengan nada tinggi beliau membalas: "واللعنة السام وعليك" (bagimu juga kecelakaan dan laknat Tuhan).
Mendengar Sayyidah ‘Aisyah yang marah, Rasulullah kemudian berkata kepadanya: "Tenang wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah cinta kelemahlembutan dalam segala perkara".
Kemudian Nabi menjelaskan, bahwa menjawab salam seperti itu cukup dengan kalimat "wa'alaikum", tidak perlu marah sambil melaknat. Karena memang Allah cinta kesantunan dalam segala perkara. Lihat bagaimana luhurnya akhlak Nabi, bahkan kepada non-muslim sekalipun, beliau tidak membalas dengan laknat.
5. Tidak Menebar Murka
Cara dakwah Nabi yang patut ditiru juga yaitu tidak pernah menebar murka. Hal ini bisa kita lihat dari pesan surat-surat Nabi yang disampaikan beliau kepada para raja-raja saat mendakwahkan Islam. Dari mulai Muqouqis (Penguasa Mesir), Hiraql (Raja Rum), Kista (Petinggi Persia), al-Mundzir (Pemangku Bahrain), sampai al-Najasyi (Etiophia).
Berikut redaksi surat beliau yang isinya sangat mengagumkan:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini dari Muhammaad Rasulullah kepada Hiraql penguasa Romawi. Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk. Dengan ini, saya mengajak anda untuk memeluk agama Islam. Masuk Islam, adan akan selamat. Jika anda masuk Islam, Allah akan memberikan anda pahala 2 kali. Tapi jika anda berpaling, anda mendapatkan dosa sebagaimana kaum Aris. "Wahai orang-orang ahli Kitab, kemarilah kepada kalimat kebenaran antara kita dan kalian yakni untuk tidak menyembah selain Allah … dan saksikanlah bahwa kami orang-orang Islam." (Ali Imran: 64)
Adakah kalimat murka atau laknat sambil menghakimi bahwa mereka raja zalim yang mengajak penduduknya menuju kesengsaraan? Tidak. Justru Nabi mengajak dengan penuh santun dan tetap mengakui kedudukan mereka sebagai raja. Bahkan di awal suratnya beliau selalu menuliskan 'jabatan' si tertuju surat, padahal mungkin saja kepemimpinannya diraih dengan jalan yang Islam tidak meridhai itu. Tapi Nabi tetap
menghormati itu.
Begitulah karakter Nabi, beliau bersikap santun kepada siapapun dan memang itulah misi beliau sebagai Rasul Allah. Karena itu, mari berdakwah sebagaimana Nabi berdakwah, dengan arif dan santun. Sekreatif mungkin dengan gambar mungkin, meme, tapi tetap menghormati perbedaan dalam masalah yang memang boleh berbeda. Dan jelas tidak perlu dengan memasang dambar 'api'. Toh tidak ada yang bisa memastikan, bahwa yang didakwahi itu di ujung hayatnya akan terkena 'api', sebagaimana juga tidak ada yag bisa memastikan bahwa si pendakwah itu akhir hayatnya selamat dari 'api'. Semoga Allah merahmati kita dengan kesantunan dan akhlak mulia.
Wallahu A'lam
(rhs)