Inilah 5 Dasar Akhlak Mulia
Kamis, 05 Agustus 2021 - 13:14 WIB
Seorang muslim dituntut untuk selalu memperbaiki akhlak serta kondisi keilmuan pribadi masing-masing. Bukan hanya sekadar ilmu duniawi yang hanya berguna untuk memanfaatkan alam ini, lebih dari itu, yakni ilmu yang berguna untuk kebaikan di dunia dan di akhirat sekaligus, yaitu ilmu agama.
Kenapa harus memerhatikan kondisi ilmu agama juga akhlak? Karena dua hal tersebut tak mungkin terpisah satu sama lain. Dikutip dari ceramah Ustadz Azzam ad-Dasuqi, S.Pd.I, dai dari lembaga dakwah menjelaskan, salah satu indikasi seorang muslim yang berkah ilmunya dapat terlihat dari cerminan akhlaknya yang mulia dalam kehidupan sehari-hari .
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar kehidupan dan poros dakwah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah menjelaskan bahwa Nabi-Nya, Muhammad, sebagai manusia yang memiliki akhlak mulia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam: 4)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan ayat tersebut dalam sabda beliau,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (Sunan al-Kubra, al-Baihaqi, No. 25472)
Seseorang bertanya kepada Imam Syafii perihal bagaimana besarnya keinginan dan kesungguhan beliau dalam belajar dan memahami adab. Beliau menjawab,
أَسْمَعُ بِالْحَرْفِ مِنْهُ مِمَّا لَمْ أَسْمَعْهُ فَتَوَدُّ أَعْضَائِي أَنَّ لَهَا أَسْمَاعًا تَتَنَعَّمُ بِهِ
“Ketika aku mendengarkan satu huruf saja tentang adab yang belum pernah aku dengar sebelumnya, maka aku rasakan seluruh anggota tubuhku menginginkan untuk mempunyai pendengaran, sehingga mereka mendengarnya dan mendapatkan nikmatnya adab.”
Orang itu bertanya lagi, “Lalu bagaimana keinginanmu mempelajari adab itu?”
Imam Syafi'i rahimahullah menjawab,
طَلَبُ الْمَرْأَةِ الْمُضِلَّةِ وَلَدَهَا وَلَيْسَ لَهَا غَيْرُهُ
“Seperti seorang ibu yang sedang mencari putra satu-satunya yang hilang.”
Lalu beliau berkata,
لَيْسَ العِلْمُ مَا حُفِظَ، إِنَّما العِلْمُ مَا نَفَعَ
Kenapa harus memerhatikan kondisi ilmu agama juga akhlak? Karena dua hal tersebut tak mungkin terpisah satu sama lain. Dikutip dari ceramah Ustadz Azzam ad-Dasuqi, S.Pd.I, dai dari lembaga dakwah menjelaskan, salah satu indikasi seorang muslim yang berkah ilmunya dapat terlihat dari cerminan akhlaknya yang mulia dalam kehidupan sehari-hari .
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar kehidupan dan poros dakwah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah menjelaskan bahwa Nabi-Nya, Muhammad, sebagai manusia yang memiliki akhlak mulia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam: 4)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan ayat tersebut dalam sabda beliau,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (Sunan al-Kubra, al-Baihaqi, No. 25472)
Seseorang bertanya kepada Imam Syafii perihal bagaimana besarnya keinginan dan kesungguhan beliau dalam belajar dan memahami adab. Beliau menjawab,
أَسْمَعُ بِالْحَرْفِ مِنْهُ مِمَّا لَمْ أَسْمَعْهُ فَتَوَدُّ أَعْضَائِي أَنَّ لَهَا أَسْمَاعًا تَتَنَعَّمُ بِهِ
“Ketika aku mendengarkan satu huruf saja tentang adab yang belum pernah aku dengar sebelumnya, maka aku rasakan seluruh anggota tubuhku menginginkan untuk mempunyai pendengaran, sehingga mereka mendengarnya dan mendapatkan nikmatnya adab.”
Orang itu bertanya lagi, “Lalu bagaimana keinginanmu mempelajari adab itu?”
Imam Syafi'i rahimahullah menjawab,
طَلَبُ الْمَرْأَةِ الْمُضِلَّةِ وَلَدَهَا وَلَيْسَ لَهَا غَيْرُهُ
“Seperti seorang ibu yang sedang mencari putra satu-satunya yang hilang.”
Lalu beliau berkata,
لَيْسَ العِلْمُ مَا حُفِظَ، إِنَّما العِلْمُ مَا نَفَعَ