Ibnu Taimiyah (4-Habis): Meninggal Membela Kebenaran dalam Penjara
Senin, 23 Agustus 2021 - 05:00 WIB
Pada tahun 705 H, kemampuan dan keampuhan Ibnu Taimiyah diuji. Para Qadhi berkumpul bersama sultan di istana. Setelah melalui perdebatan yang sengit antara mereka, akhirnya jelas bahwa Ibnu Taymiyyah memegang aqidah sunniyah salafiyah. Banyak diantara mereka menyadari akan kebenaran Ibnu Taymiyyah.
Namun, upaya pendeskriditan terhadap pribadi Ibnu Taymiyyah terus berlangsung. Dalam sebuah pertemuan di Kairo beliau dituduh meresahkan masyarakat melalui pendapat-pendapatnya yang kontroversial. Sang qadhi yang telah terkena hasutan memutuskan Ibnu Taymiyyah bersalah. Beliau diputuskan tinggal dalam penjara selama satu tahun beberapa bulan.
Dalam perjalanan hidupnya, ia tak hanya sekali merasakan kehidupan penjara. Tahun 726 H, berdasarkan fakta yang diputar balikkan, Sultan mengeluarkan perintah penangkapannya. Mendengar ini ia berujar, "Saya menunggu hal itu. Di sana ada masalah dan kebaikan banyak sekali."
Kehidupan dalam penjara ia manfaatkan untuk membaca dan menulis. Tulisan-tulisannya tetap mengesankan kekuatan hujjah dan semangat serta pendapat beliau.
Sikap itu malah mempersempit ruang gerak Ibnu Taymiyyah. Tanggal 9 Jumadil Akhir 728 H, semua buku, kertas, tinta dan pena-nya dirampas. Perampasan itu merupakan hantaman berat bagi Ibnu Taymiyyah. Setelah itu ia lebih banyak membaca ayat suci dan beribadah. Memperbanyak tahajjud hingga keyakinanya makin mantap.
Setelah menderita sakit selama dua puluh hari, beliau menghadap Rabbnya sesuai dengan cita-citanya: mati membela kebenaran dalam penjara.
Hari itu, tanggal 20 Dzulqaidah 728 H pasar-pasar di Damaskus sepi-sepi. Kehidupan berhenti sejenak. Para Emir, pemimpin, ulama dan fuqaha, tentara, laki-laki dan perempuan, anak-anak kecil semuanya keluar rumah. Semua manusia turun kejalan mengantar jenazahnya. (Habis)
Namun, upaya pendeskriditan terhadap pribadi Ibnu Taymiyyah terus berlangsung. Dalam sebuah pertemuan di Kairo beliau dituduh meresahkan masyarakat melalui pendapat-pendapatnya yang kontroversial. Sang qadhi yang telah terkena hasutan memutuskan Ibnu Taymiyyah bersalah. Beliau diputuskan tinggal dalam penjara selama satu tahun beberapa bulan.
Dalam perjalanan hidupnya, ia tak hanya sekali merasakan kehidupan penjara. Tahun 726 H, berdasarkan fakta yang diputar balikkan, Sultan mengeluarkan perintah penangkapannya. Mendengar ini ia berujar, "Saya menunggu hal itu. Di sana ada masalah dan kebaikan banyak sekali."
Kehidupan dalam penjara ia manfaatkan untuk membaca dan menulis. Tulisan-tulisannya tetap mengesankan kekuatan hujjah dan semangat serta pendapat beliau.
Sikap itu malah mempersempit ruang gerak Ibnu Taymiyyah. Tanggal 9 Jumadil Akhir 728 H, semua buku, kertas, tinta dan pena-nya dirampas. Perampasan itu merupakan hantaman berat bagi Ibnu Taymiyyah. Setelah itu ia lebih banyak membaca ayat suci dan beribadah. Memperbanyak tahajjud hingga keyakinanya makin mantap.
Setelah menderita sakit selama dua puluh hari, beliau menghadap Rabbnya sesuai dengan cita-citanya: mati membela kebenaran dalam penjara.
Hari itu, tanggal 20 Dzulqaidah 728 H pasar-pasar di Damaskus sepi-sepi. Kehidupan berhenti sejenak. Para Emir, pemimpin, ulama dan fuqaha, tentara, laki-laki dan perempuan, anak-anak kecil semuanya keluar rumah. Semua manusia turun kejalan mengantar jenazahnya. (Habis)
(mhy)