Ibnu Taimiyah (3): Pandangan dan Jalan Pikirannya
loading...
A
A
A
Pemikiran Ibnu Taimiyah tak hanya merambah bidang syar'i, tapi juga mengupas masalah politik dan pemerintahan. Pemikiran beliau dalam bidang politik dapat dikaji dari bukunya Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah fi naqdh Kalam as-Syi'ah wal Oadariyah (Jalan Sunnah Nabi dalam pemyangkalan terhadap keyakinan kalangan Syi'ah dan Oadariyah), As-Siyasah as-Syar'iyah (Sistem Politik Syari'ah), Kitab al-l khriyaratul 'Ilmiyah (Kitab aturan-aturan yuridis yang berdiri sendiri) dan Al-Hisbah fil Islam (Pengamat terhadap kesusilaan masyarakat dalam Islam).
Sebagai penganut aliran salaf, beliau hanya percaya pada syariat dan aqidah serta dalil-dalilnya yang ditunjukkan oleh nash-nash. Karena nash tersebut merupakan wahyu yang berasal dari Allah Ta'ala. Aliran ini tak percaya pada metode logika rasional yang asing bagi Islam, karena metode semacam ini tidak terdapat pada masa sahabat maupun tabi'in. Baik dalam masalah Ushuludin, fiqih, Akhlaq dan lain-lain, selalu ia kembalikan pada Qur'an dan Hadits yang mutawatir. Bila hal itu tidak dijumpai maka ia bersandar pada pendapat para sahabat, meskipun ia seringkali memberikan dalil-dalilnya berdasarkan perkataan tabi'in dan atsar-atsar yang mereka riwayatkan.
Menurut Ibnu Taimiyah, akal pikiran amatlah terbatas. Apalagi dalam menafsirkan Al-Qur'an maupun hadits. la meletakkan akal pikiran di belakang nash-nash agama yang tak boleh berdiri sendiri. Akal tak berhak menafsirkan, menguraikan dan mentakwilkan Qur'an, kecuali dalam batas-batas yang diizinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan oleh hadits. Akal pikiran hanyalah saksi pembenar dan penjelas dalil-dalil Al-Qur'an.
Bagi beliau tak ada pertentangan antara cara memakai dalil naqli yang shahih dengan cara aqli yang sharih. Akal tidak berhak mengemukakan dalil sebelum didatangkan dalil naqli. Bila ada pertentangan antara akal dan pendengaran (sam'i) maka harus didahulukan dalil qath'i, baik ia merupakan dalil qath’i maupun sam'i.
Polemik
Pribadi Ibnu Taymiyyah memiliki banyak sisi. Sebuah peran yang sering terlihat adalah kegiatannya menentang segala bid'ah, khurafat dan pandangan-pandangan yang menurutnya sesat. Tak heran jika ia banyak mendapat tantangan dari para ulama.
"Sesungguhnya saya lihat ahli-ahli bid'ah, orang-orang yang besar diombang-ambingkan hawa nafsu seperti kaum mufalsafah (ahli filsafat), Bathiniyah (pengikut kebathinan), Mulahadah (mereka yang keras menentang Allah) dan orang-orang yang menyatakan diri dengan wihdatul wujud (bersatunya hamba dengan khaliq), Dahriyah (mereka yang menyatakan segalanya waktu yang menentukan), Qadhariyah (manusia berkehendak dan berkuasa atas segala kemauannya), Nashiriyah, Jamhiyah, Hulliyah, mu'thilah, Mujassamah, Musyibihah, Rawandiyah, Kilabiyah, Salimiyah dan lain-lain yang terdiri atas orang-orang yang tenggelam dalam kesesatan, dan mereka yang telah tertarik masuk ke dalamnya penuh sesat.
Sebagian besar mereka bermaksud melenyapkan syariat Muhammad yang suci, yang berada di atas segala agama. Para pemuka aliran sesat tersebut menyebabkan manusia berada dalam keraguan tentang dasar-dasar agama mereka. Sedikit sekali saya mendengar mereka menggunakan Al-Qur'an dan hadits dengan sebenarnya.
Mereka adalah orang-orang zindiq yang tak yakin dengan agama. Setelah saya melihat semua itu, jelaslah bagi saya bahwa wajib bagi setiap orang yang mampu untuk menentang kebathilan serta melemahkan hujjah-hujjah mereka, untuk mengerahkan tenaganya dalam menyingkap keburukkan-keburukannya dan membatalkan dalil-dalilnya."
Demikian di antara beberapa pendapatnya yang mendapat tantangan dari mereka yang merasa dipojokkan dan disalahkan. (Bersambung)
Sebagai penganut aliran salaf, beliau hanya percaya pada syariat dan aqidah serta dalil-dalilnya yang ditunjukkan oleh nash-nash. Karena nash tersebut merupakan wahyu yang berasal dari Allah Ta'ala. Aliran ini tak percaya pada metode logika rasional yang asing bagi Islam, karena metode semacam ini tidak terdapat pada masa sahabat maupun tabi'in. Baik dalam masalah Ushuludin, fiqih, Akhlaq dan lain-lain, selalu ia kembalikan pada Qur'an dan Hadits yang mutawatir. Bila hal itu tidak dijumpai maka ia bersandar pada pendapat para sahabat, meskipun ia seringkali memberikan dalil-dalilnya berdasarkan perkataan tabi'in dan atsar-atsar yang mereka riwayatkan.
Menurut Ibnu Taimiyah, akal pikiran amatlah terbatas. Apalagi dalam menafsirkan Al-Qur'an maupun hadits. la meletakkan akal pikiran di belakang nash-nash agama yang tak boleh berdiri sendiri. Akal tak berhak menafsirkan, menguraikan dan mentakwilkan Qur'an, kecuali dalam batas-batas yang diizinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan oleh hadits. Akal pikiran hanyalah saksi pembenar dan penjelas dalil-dalil Al-Qur'an.
Bagi beliau tak ada pertentangan antara cara memakai dalil naqli yang shahih dengan cara aqli yang sharih. Akal tidak berhak mengemukakan dalil sebelum didatangkan dalil naqli. Bila ada pertentangan antara akal dan pendengaran (sam'i) maka harus didahulukan dalil qath'i, baik ia merupakan dalil qath’i maupun sam'i.
Polemik
Pribadi Ibnu Taymiyyah memiliki banyak sisi. Sebuah peran yang sering terlihat adalah kegiatannya menentang segala bid'ah, khurafat dan pandangan-pandangan yang menurutnya sesat. Tak heran jika ia banyak mendapat tantangan dari para ulama.
"Sesungguhnya saya lihat ahli-ahli bid'ah, orang-orang yang besar diombang-ambingkan hawa nafsu seperti kaum mufalsafah (ahli filsafat), Bathiniyah (pengikut kebathinan), Mulahadah (mereka yang keras menentang Allah) dan orang-orang yang menyatakan diri dengan wihdatul wujud (bersatunya hamba dengan khaliq), Dahriyah (mereka yang menyatakan segalanya waktu yang menentukan), Qadhariyah (manusia berkehendak dan berkuasa atas segala kemauannya), Nashiriyah, Jamhiyah, Hulliyah, mu'thilah, Mujassamah, Musyibihah, Rawandiyah, Kilabiyah, Salimiyah dan lain-lain yang terdiri atas orang-orang yang tenggelam dalam kesesatan, dan mereka yang telah tertarik masuk ke dalamnya penuh sesat.
Sebagian besar mereka bermaksud melenyapkan syariat Muhammad yang suci, yang berada di atas segala agama. Para pemuka aliran sesat tersebut menyebabkan manusia berada dalam keraguan tentang dasar-dasar agama mereka. Sedikit sekali saya mendengar mereka menggunakan Al-Qur'an dan hadits dengan sebenarnya.
Mereka adalah orang-orang zindiq yang tak yakin dengan agama. Setelah saya melihat semua itu, jelaslah bagi saya bahwa wajib bagi setiap orang yang mampu untuk menentang kebathilan serta melemahkan hujjah-hujjah mereka, untuk mengerahkan tenaganya dalam menyingkap keburukkan-keburukannya dan membatalkan dalil-dalilnya."
Demikian di antara beberapa pendapatnya yang mendapat tantangan dari mereka yang merasa dipojokkan dan disalahkan. (Bersambung)
(mhy)