Murtad Dihukum Mati? Buya Yahya: Rendah Dunia, Rendah Akhirat
Minggu, 24 Oktober 2021 - 17:28 WIB
Dai kondang, Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya , menyamakan murtad dengan pengkhianat. Murtad adalah rendah. Rendah di dunia, rendah di akhirat.
Menurut dia, kita wajib merawat jenazah jika tetangga kita yang non-Islam meninggal dunia. "Kita punya kewajiban kepada dia fardu kifayah. Kalau mereka meninggal tidak ada yang mengubur, kita wajib mengubur, wajib mengkafani, cuma tidak perlu disholati, karena dia tidak kenal tentang sholat. Tapi kita wajib merawatnya," ujarnya dalam kanal YouTube Al-Bahjah TV.
Jika ada orang sakit pun, kita wajib memberikan obat. Ada orang kelaparan, kita wajib memberi makan. Namun, bagi orang murtad, yang sudah tidak lagi memiliki iman, dia dianggap tak lagi terhormat.
Terhadap jasad orang murtad, menurut Buya Yahya, kita tidak wajib mengurusnya. "Kalau tidak mengganggu, biarin. Kasihkan serigala bangkainya, karena dia adalah rendah," tegasnya.
Buya Yahya mengatakan, zaman sekarang mudah sekali orang menjadi murtad. Hanya karena pekerjaan, pasangan, atau urusan duniawi lainnya, seseorang dapat dengan mudah berpindah agama dan menggadaikan iman.
Hukum Murtad
Murtad atau meninggalkan keyakinan dan keimanan dari Allah SWT mempunyai konsekuensi hukum dalam Islam. Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm mengatakan seseorang yang berpindah dari keimanan menuju kesyirikan dia harus dihukum mati.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi laa ilaaha illallah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali karena tiga hal: nyawa dibalas nyawa, orang yang berzina setelah menikah, dan orang yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR. Bukhari 6878, Muslim 1676, Nasai 4016, dan yang lainnya).
Dalam hadis lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR Bukhari 3017, Nasai 4059, dan yang lainnya)
Makna: ’Mengganti agama’: murtad, keluar dari islam. Karena hadis ini dimasukkan para ulama hadis dalam pembahasan hukuman orang yang murtad.
Imam Syafi'i menjabarkan mengenai ikhtilaf (perbedaan) tentang murtad di kalangan sahabat. Misalnya, Imam Syafi'i berkata, di antara sahabat ada yang berpendapat siapa pun yang dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu dia murtad ke suatu agama lain, baik dia tampakkan hal itu maupun tidak, maka dia tidak perlu diminta bertobat dan harus dihukum mati.
Sedangkan sebagian lain dari sahabat itu berpendapat sama saja bagi seseorang yang dilahirkan dalam keadaan fitrah dan orang yang telah masuk Islam setelah terlahir bukan sebagai Muslim. Maka siapa pun dari kedua golongan itu yang murtad, dan kemurtadannya itu masuk ke agama Yahudi dan Nasrani atau agama tertentu, maka dia harus diminta bertobat.
Apabila dia bertobat, maka itu harus diterima darinya. Namun, jika dia menolak bertobat, dia harus dihukum mati. Namun, apabila seseorang murtad ke suatu agama tanpa ditunjukkan secara terang-terangan, maka dia harus dihukum mati tanpa harus ditilik lagi tobatnya.
Golongan ketiga, ikhtilaf (perbedaan) di kalangan sahabat juga berpendapat sama saja orang yang dilahirkan dalam keadaan fitrah dan orang yang tidak dilahirkan Muslim jika mereka masuk Islam lalu murtad, maka orang itu harus bertobat. Apabila dia bertobat, maka itu harus diterima darinya. Tetapi jika dia menolak bertobat, dia harus dihukum mati.
Menurut dia, kita wajib merawat jenazah jika tetangga kita yang non-Islam meninggal dunia. "Kita punya kewajiban kepada dia fardu kifayah. Kalau mereka meninggal tidak ada yang mengubur, kita wajib mengubur, wajib mengkafani, cuma tidak perlu disholati, karena dia tidak kenal tentang sholat. Tapi kita wajib merawatnya," ujarnya dalam kanal YouTube Al-Bahjah TV.
Jika ada orang sakit pun, kita wajib memberikan obat. Ada orang kelaparan, kita wajib memberi makan. Namun, bagi orang murtad, yang sudah tidak lagi memiliki iman, dia dianggap tak lagi terhormat.
Terhadap jasad orang murtad, menurut Buya Yahya, kita tidak wajib mengurusnya. "Kalau tidak mengganggu, biarin. Kasihkan serigala bangkainya, karena dia adalah rendah," tegasnya.
Buya Yahya mengatakan, zaman sekarang mudah sekali orang menjadi murtad. Hanya karena pekerjaan, pasangan, atau urusan duniawi lainnya, seseorang dapat dengan mudah berpindah agama dan menggadaikan iman.
Hukum Murtad
Murtad atau meninggalkan keyakinan dan keimanan dari Allah SWT mempunyai konsekuensi hukum dalam Islam. Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm mengatakan seseorang yang berpindah dari keimanan menuju kesyirikan dia harus dihukum mati.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ
”Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi laa ilaaha illallah dan bahwa aku utusan Allah, kecuali karena tiga hal: nyawa dibalas nyawa, orang yang berzina setelah menikah, dan orang yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.” (HR. Bukhari 6878, Muslim 1676, Nasai 4016, dan yang lainnya).
Dalam hadis lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
”Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR Bukhari 3017, Nasai 4059, dan yang lainnya)
Makna: ’Mengganti agama’: murtad, keluar dari islam. Karena hadis ini dimasukkan para ulama hadis dalam pembahasan hukuman orang yang murtad.
Baca Juga
Imam Syafi'i menjabarkan mengenai ikhtilaf (perbedaan) tentang murtad di kalangan sahabat. Misalnya, Imam Syafi'i berkata, di antara sahabat ada yang berpendapat siapa pun yang dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu dia murtad ke suatu agama lain, baik dia tampakkan hal itu maupun tidak, maka dia tidak perlu diminta bertobat dan harus dihukum mati.
Sedangkan sebagian lain dari sahabat itu berpendapat sama saja bagi seseorang yang dilahirkan dalam keadaan fitrah dan orang yang telah masuk Islam setelah terlahir bukan sebagai Muslim. Maka siapa pun dari kedua golongan itu yang murtad, dan kemurtadannya itu masuk ke agama Yahudi dan Nasrani atau agama tertentu, maka dia harus diminta bertobat.
Apabila dia bertobat, maka itu harus diterima darinya. Namun, jika dia menolak bertobat, dia harus dihukum mati. Namun, apabila seseorang murtad ke suatu agama tanpa ditunjukkan secara terang-terangan, maka dia harus dihukum mati tanpa harus ditilik lagi tobatnya.
Golongan ketiga, ikhtilaf (perbedaan) di kalangan sahabat juga berpendapat sama saja orang yang dilahirkan dalam keadaan fitrah dan orang yang tidak dilahirkan Muslim jika mereka masuk Islam lalu murtad, maka orang itu harus bertobat. Apabila dia bertobat, maka itu harus diterima darinya. Tetapi jika dia menolak bertobat, dia harus dihukum mati.
Lihat Juga :