Kaisar Napoleon Berjuluk Ali Bonaparte karena Biayai Acara Maulid Nabi di Mesir
Senin, 25 Oktober 2021 - 05:15 WIB
Kaisar Napoleon Bonaparte adalah pemeluk agama Katolik Roma. Namun ia tercatat sebagai donatur acara Maulid Nabi di Mesir. Ini adalah bagian dari pendekatan Napoleon terhadap Islam di negeri jajahannya tersebut.
Juan Cole dalam buku berjudul Napoleon’s Egypt: Invading The Middle East memaparkan Napoleon membuktikan sikapnya dalam mendukung tradisi agama Islam ketika dia menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di daratan di sekitar Sungai Nil, Mesir.
Napoleon bahkan menggunakan pakaian lokal. Dia menyaksikan tarian Sufi, sementara itu prajurit Prancis turut berpartisipasi dengan menyalakan kembang api dan memainkan marching band. "Pada saat itu dia menjadi tamu dari Syekh al-Bakri," tutur Juan Cole.
Sejarah mencatat bahwa Napoleon menjadi penyandang dana dari acara peringatan Maulid Nabi yang meriah tersebut.
Juan Cole menceritakan pada awalnya para syaikh tidak berniat menyelenggarakan Maulid pada tahun itu karena ekonomi sedang sulit. Napoleon dengan jeli melihat peluang tersebut, dia menyumbang dana sebesar 3.000 franc Prancis.
Lantaran saking puasnya warga Mesir dengan acara tersebut, mereka menjuluki Napoleon dengan sebutan “Ali Bonaparte”, yang mengacu kepada Khalifah keempat Islam, Ali bin Abu Thalib .
Sekadar mengigatkan Napoleon dengan pasukan besarnya menginvasi Mesir pada tahun 1798, tepatnya pada 1 Juli 1798. Kala itu Napoleon Bonaparte baru berusia 28 tahun.
Di pagi hari, 400 kapal laut berlayar ke pelabuhan Mesir di Alexandria. Kapal itu menurunkan muatan tentara Prancis: 36.000 pasukan, termasuk 3.000 kavaleri, 2.000 artileri, dan ribuan staf pendukung.
Setelah menguasai Mesir, Napoleon memperkenalkan konsep sistem kenegaraan baru, dan dia juga mencoba lebih kompromistis terhadap konsep-konsep di dalam Islam.
Pendekatan kompromistis Napoleon terhadap Islam terdokumentasikan dengan baik. Dia berhasil membangun opini bahwa dia mengagumi Nabi Muhammad SAW – dia bahkan mempelajari beberapa surat dalam al-Quran dengan serius.
Sementara itu hubungannya dengan orang-orang Kristen Koptik hanya sebatas hubungan sesama negarawan. Menurut Napoleon, agama berguna selama itu dapat diterima oleh masyarakat, tetapi juga dapat berbahaya apabila mengarah ke fanatisme.
Napoleon memberikan penawaran yang sangat menarik untuk Mesir, yaitu:
1. Menghapuskan kekuasaan Ottoman (Ustmaniyah) di Mesir secara utuh.
2. Memperkenalkan struktur politik yang ditujukan untuk mengatur persoalan-persoalan internal.
3. Mempertahankan dan menghormati tradisi-tradisi Islam.
4. Menjanjikan kondisi sosial dan ekonomi yang lebih baik.
Untuk dapat mewujudkannya, Napoleon harus meminta bantuan dari para syaikh yang berkuasa, dan mendorong mereka untuk mengambil posisi sebagai pemerintah, agar mereka dapat membawa Mesir ke arah yang diinginkan.
Selain itu, Napoleon juga mesti melibatkan orang-orang Kristen Koptik, karena mereka sangat ahli dalam birokrasi, dan selama berabad-abad telah menyatu dalam struktur permanen pemerintahan Mesir.
Juan Cole dalam buku berjudul Napoleon’s Egypt: Invading The Middle East memaparkan Napoleon membuktikan sikapnya dalam mendukung tradisi agama Islam ketika dia menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di daratan di sekitar Sungai Nil, Mesir.
Napoleon bahkan menggunakan pakaian lokal. Dia menyaksikan tarian Sufi, sementara itu prajurit Prancis turut berpartisipasi dengan menyalakan kembang api dan memainkan marching band. "Pada saat itu dia menjadi tamu dari Syekh al-Bakri," tutur Juan Cole.
Sejarah mencatat bahwa Napoleon menjadi penyandang dana dari acara peringatan Maulid Nabi yang meriah tersebut.
Juan Cole menceritakan pada awalnya para syaikh tidak berniat menyelenggarakan Maulid pada tahun itu karena ekonomi sedang sulit. Napoleon dengan jeli melihat peluang tersebut, dia menyumbang dana sebesar 3.000 franc Prancis.
Lantaran saking puasnya warga Mesir dengan acara tersebut, mereka menjuluki Napoleon dengan sebutan “Ali Bonaparte”, yang mengacu kepada Khalifah keempat Islam, Ali bin Abu Thalib .
Sekadar mengigatkan Napoleon dengan pasukan besarnya menginvasi Mesir pada tahun 1798, tepatnya pada 1 Juli 1798. Kala itu Napoleon Bonaparte baru berusia 28 tahun.
Di pagi hari, 400 kapal laut berlayar ke pelabuhan Mesir di Alexandria. Kapal itu menurunkan muatan tentara Prancis: 36.000 pasukan, termasuk 3.000 kavaleri, 2.000 artileri, dan ribuan staf pendukung.
Setelah menguasai Mesir, Napoleon memperkenalkan konsep sistem kenegaraan baru, dan dia juga mencoba lebih kompromistis terhadap konsep-konsep di dalam Islam.
Pendekatan kompromistis Napoleon terhadap Islam terdokumentasikan dengan baik. Dia berhasil membangun opini bahwa dia mengagumi Nabi Muhammad SAW – dia bahkan mempelajari beberapa surat dalam al-Quran dengan serius.
Sementara itu hubungannya dengan orang-orang Kristen Koptik hanya sebatas hubungan sesama negarawan. Menurut Napoleon, agama berguna selama itu dapat diterima oleh masyarakat, tetapi juga dapat berbahaya apabila mengarah ke fanatisme.
Napoleon memberikan penawaran yang sangat menarik untuk Mesir, yaitu:
1. Menghapuskan kekuasaan Ottoman (Ustmaniyah) di Mesir secara utuh.
2. Memperkenalkan struktur politik yang ditujukan untuk mengatur persoalan-persoalan internal.
3. Mempertahankan dan menghormati tradisi-tradisi Islam.
4. Menjanjikan kondisi sosial dan ekonomi yang lebih baik.
Untuk dapat mewujudkannya, Napoleon harus meminta bantuan dari para syaikh yang berkuasa, dan mendorong mereka untuk mengambil posisi sebagai pemerintah, agar mereka dapat membawa Mesir ke arah yang diinginkan.
Selain itu, Napoleon juga mesti melibatkan orang-orang Kristen Koptik, karena mereka sangat ahli dalam birokrasi, dan selama berabad-abad telah menyatu dalam struktur permanen pemerintahan Mesir.